Bagus mulai mengisahkan ceritanya dengan Indah.
“Malam itu,sebenarnya kami bukan ingin berkumpul biasa. Hari itu adalah hari penting buat saya dan Indah. Karena pertemanan kami dipertaruhkan.”
Suaranya terdengar lirih, Bagus terdiam sesaat.
“Saya sadar kalau saya salah, begitu pula Indah. Karena awalnya hubungan kami itu hanya sebatas teman dekat saja.
Karena awalnya, seperti yang om tahu, saya, Rani, Roy dan Angga adalah teman masa kecil.
Kemudian Saya dan Rani memutuskan untuk pacaran.
Saya dan Rani berencana menjodohkan Angga dengan Indah yang merupakan kawan dekat Rani waktu sekolah, dan ternyata Indah itu satu kampus dengan saya. Sampai sini paham kan, Ra?”
Tanya Bagus ke Rara. Rara mengangguk kesal. Kenapa hanya dia yang ditanya paham atau tidak.
“Indah dan saya satu kampus, sedangkan Rani dan Angga berbeda kota dengan kami.
Karena kami satu kelompok belajar, kami jadi lebih sering bertemu bahkan sering jalan bareng. Indah juga sering curhat tentang hubungannya dengan Angga yang baik – baik saja. Hingga suatu saat kami khilaf.
Tapi setelah itu kami memutuskan untuk tidak saling bertemu lagi, untuk menghindari hal serupa terjadi lagi. Karena kami juga tidak ingin menghianati pasangan kami.
Saya dan Indah berencana memberitahukan tentang hubungan kami kepada pasangan kami masing – masing dan sudah memikirkan segala resikonya.”
Semua yang mendengar pengakuan Bagus jadi sangat terkejut.
“Tapi kak Indah itu sudah 5 bulan, Mas,” sahut Rara.
“ Indah juga awalnya tidak tahu kalau kejadian itu membuatnya hamil. Pertama kali dia mengetahuinya pun dia ragu untuk memberitahukannya kepada saya. Apalagi saat itu sudah 2 bulan Indah mengandung.
Dia takut kalau saya tidak akan bertanggungjawab,
Dia takut kalau persahabatannya dengan Rani jadi hancur,
Dia takut menghadapi orang tuanya dan sanksi sosial kepadanya,
Terlalu banyak yang dia khawatirkan. ”
Bagus menghela nafas lagi.
“Bahkan dia mencari cara untuk menggugurkannya sendiri. Namun tidak pernah berhasil. Dan dia menyembunyikannya selama ini sendirian.
Sampai dia merasa tidak bisa bersembunyi lagi, Indah baru mengatakannya kepada saya, saat usianya 4 bulan.
Saat itu kami sudah ingin jujur, tapi Rani dan Angga mencari waktu yang pas untuk bisa berkumpul.
Hari itu sebenarnya Angga membatalkan untuk datang, namun Indah menghubunginya dan mengatakan
kepada Angga bahwa kalau Angga tidak datang maka mereka harus putus,”
“Mungkin Angga tidak ingin kehilangan Indah, kami pikir Angga benar – benar tidak akan datang, sampai kami akhirnya dengar cerita Rara dan mendapatkan kabar kecelakaan itu” Bagus bersedih.
Bagus mengusap-usap wajahnya berkali-kali.
“Angga masih hidup kan, Om” tanyanya pak dokter.
dokter mengangguk.
“Coba deh Om periksa lagi kondisi Angga, Saya yakin sosok yang menyerang saya dan Indah adalah Angga. Mungkin Angga pura – pura koma, atau dia sudah sadar?
Tadi Angga datang dan menyerang aku dan Indah, mungkin saja Angga juga yang sudah menyerang Roy. Mungkin dia ingin membalas dendam pada kami” wajah Bagus kini berubah ketakutan.
dokter pun menggeleng – gelengkan kepala mendengarkan cerita Bagus. Menurutnya tidak masuk akal kalau Angga bisa membalas dendam pada Bagus dan Indah karena dia masih koma di rumah sakit. Apalagi Bagus dan Indah belum ada yang memberitahunya.
‘Apalagi Bagus bilang “sosok”, artinya dia ragu dan tidak benar – benar mengetahui siapa yang menyerangnya.’ Pikir Rara.
Tiba – tiba Rara merasa kasihan kepada Angga meskipun dia tidak mengenal Angga. Teringat wajah “Angga” yang murung dan sedih saat bersamanya.
‘Andai Angga benar sudah siuman, kurasa Bagus pantas mendapatkannya,’ ucap batin Rara.
Setelah mendengar kisahnya Bagus, Pak Dokter mendekati Bagus dan memeriksa suhunya, terlihat pak dokter mengerutkan dahinya.
Kemudian Pak Dokter memeriksa nadinya Bagus, kini pak dokter malah memiringkan kepalanya ke kiri.
‘Aneh, gejalanya mirip hypotermia. Ah Saya pasti salah,’ batin dokter itu saat menatap mata Bagus.
Rara menangkap reaksi Dokter itu seperti ada sesuatu yang aneh dengan diri Bagus. Apalagi setelah Dokter itu menghela nafas berat.
“Sebaiknya kamu istirahat, pakai pakaian tebal, karena Om harus ke rumah sakit mengawasi Indah.” Pamit pak dokter itu kepada Bagus.
“Indah di bawa ke rumah sakit? Kenapa?” tanya Bagus panik.
“Itu karena ..” ucapan Rara terhenti.
“Indah habis jatuh, jadi harus dilakukan pemeriksaan untuk memastikan Indah baik – baik saja.” dokter itu memotong perkataan Rara.
“Tidak … tidak … Indah bukan jatuh, tadi Indah diserang sosok itu, saya yakin dia Angga saya melihatnya,” sahut Bagus histeris.
Dokter menepuk – nepuk punggung Bagus hingga tenang dan membantunya merebahkan tubuhnya ke tempat tidurnya.
“Kabari saya ya Om kalau ada apa-apa dengan Indah,” Bagus memohon, Pak Dokter itu hanya mengangguk dan tersenyum.
“Tidak perlu ada yang diresepkan untuk Bagus, Om?”tanya Rara.
“Tidak perlu, karena sepertinya dia baik – baik saja,” Pak Dokter itu pun bersiap untuk pergi.
“Nanti salam buat Om Dinar ya, Om. Sebaiknya Om Dinar diberitahukan tidak?” bisik Rara ke Pak Dokter.
“Saya belum tahu di rumah sakit mana, tapi bukan di rumah sakit saya bertugas. Saya hanya dapat pesan singkatnya saja saat saya sedang bertugas. Setelah selesai bertugas, saya hubungi kembali sudah tidak aktif,
mungkin susah sinyal atau mungkin Pak Dinar lupa bawa kabel pengisi daya. ” sahut dokter balas berbisik.
Namun ketika keluar kamar Bagus, Pak Dokter dan Rara terkejut karena Tiara sudah duduk di ruang tengah bersama bonekanya.
“Papa … !” panggilnya. Gadis kecil itu berlari kearah pak dokter.
Pak dokter lantas berlutut sambil membentangkan tangannya.
“Halo sayang, sini peluk, papa kangen,” kata Pak Dokter.
Rara makin terkejut. Kini dia baru menyadari perkataan Bu Tania saat membantu Indah di bawa ke rumah sakit, ternyata yang disebut mantan suaminya adalah dokter itu Pak Dokter ini dan pak dokter pun saat di telpon tadi memanggil kata “mama”, padahal disana kan hanya ada Bu Tania.
Rara tersenyum melihat adegan melepas kangen antara ayah dan putrinya. Tak sadar ia pun meneteskan air mata karena merasa rindu juga kepada ayahnya yang telah tiada.
“Tiara disini dulu ya sama kak Rara, Papa mau ke rumah sakit, “ kata pak dokter berpesan pada Tiara.
Tiara mengangguk lucu, dan kemudian menggandeng tangan Rara.
‘Lucunya anak ini, baru saja disuruh bersamaku, dia langsung menggandeng tanganku membuktikan kalau dia sudah nurut,’ pikir Rara.
“Rara, sebaiknya untuk tentang keadaan Indah jangan kamu katakan dulu ke Bagus ya, Rara dengar tadi kan? Ceritanya agak aneh, mungkin antara hayalan dan kenyataan bercampur dalam ingatannya, dia pasti masih syok. Apalagi dia habis hilang dan mengalami penyerangan. Sebaiknya berita itu kamu tahan dulu, nanti kamu sampaikan sesuai instruksi saya,” pesan pak dokter.
Rara mengangguk tanda mengerti.
“Bye, Pa,” Tiara melambai ke arah pak dokter.
Pak Dokter pun membalasnya dengan mencubit pipi dan mengecup
kening Tiara.
“Tiara jangan nakal ya, Papa kerja dulu, bye, Tiara” pak dokter melambai pada Tiara.
Ketika Pak Dokter pergi, Bi Lasmi membujuk Tiara untuk kembali ke kamar tidurnya.
Namun Tiara bukannya masuk kedalam kamarnya, malah dia ke kamar Bagus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
rwidya
Apa kabar semua? Semoga sehat selalu ya
2022-05-12
0