Rara terbangun ketika mendengar suara ramai depan kamarnya. Bi Lasmi pun sudah tidak di sisinya lagi. Rara melirik ke jam dinding dengan satu mata terbuka,
'Jam 06.15'
Rara terkejut hampir melompat dari ranjangnya. Dia kesiangan. Setelah mandi, dia pun bersiap.
Rara ragu untuk keluar kamar sekarang. Karena masih ramai di luar kamarnya. Dia juga menyesal tidur di kamar itu jika kesiangan. Dia memilih jalur memutar saja.
Rara melompat jendela kamar untuk masuk ke dalam rumah lewat pintu dapur. Aksinya diketahui oleh Bi Lasmi. Bi Lasmi hanya menggelengkan kepala melihatnya.
Rara bertemu dengan Dimas di dapur. Dimas tampak termenung duduk sendiri. Dia seperti tidak menyadari kehadiran Rara didekatnya.
"Mbak Rara jangan di dapur saja,kemarilah bergabung dengan yang lain," Bi Lasmi menutupi ulah Rara didepan tamu yang lain.
Rara pun mengikuti permainan Bi Lasmi. Dia ikut berkumpul dengan yang lain, mereka tampak riuh di ruang tengah, namun wajahnya serius.
Rara mencoba menyimak yang mereka katakan. Ternyata mereka membicarakan teman mereka yang hilang. Tapi disana juga ada Bayu yang ikut berkumpul bersama yang lain. Sepertinya teman - teman Aryo yang lain datang.
'Mereka hanya bertamu atau mau menginap juga ya?'pikir Rara.
Rara diam - diam memperhatikan Bayu. Rara ingin membuktikan kalau Bayu bukan manusia, terlihat jelas saat berkumpul bersama kawannya, kadang dia melirik Rara kemudian ikut tertawa jika yang temannya yang lain sedang tertawa. Tak ada orang yang menepuknya, tak ada yang berinteraksi dengannya, bahkan tak ada yang memandang kearahnya. Rara merasa bukti Rara cukup. Apalagi wajahnya yang selalu pucat .
Tiba - tiba wajah Bayu terlihat cemas melihat ke arah luar. Rara yang melihat itu memandang ke arah luar mengikuti arah pandang Bayu. Rupanya ada beberapa petugas datang lagi ke tempat ini.
Para petugas itu mendekati Aryo dan kawan - kawannya lalu mengajak mereka berbicara serius. Bayu terlihat melangkah mundur seperti ingin menghindari para petugas itu. Rara merasa heran karenanya.
Setelah beberapa saat mereka berbicara, tampak raut wajah dari mereka berubah seketika. Ada yang terkejut dengan membuka mulutnya, ada yang menutup kedua wajahnya, ada yang terjatuh duduk, dan ada pula yang saling berpelukan.
Sepertinya mereka sudah mendapatkan kabar dari para petugas itu. Rara ingin mendekati mereka agar bisa mendengar lebih jelas lagi apa yang mereka bicarakan.
Namun, tiba - tiba langkahnya terhenti.
"Kak Rara ..." Tiara memanggil Rara sambil menarik ujung baju Rara. Rara tersenyum kearahnya, kemudian mengangkat Tiara dalam pelukannya. Rara berharap Tiara melihat apa yang Rara lihat saat melihat Aryo dan kawan - kawannya, dan Tiara bisa mengkonfirmasi apa yang dia lihat.
Benar saja, tidak lama Tiara mendekatkan mulutnya ke telinga Rara.
"Kak, dia bukan manusia," bisik Tiara.
Meskipun Rara sudah mengira, namun tetap saja dia terkejut dan penasaran.
"Yang mana?" Tanya Rara secara spontan.
"Itu yang sana," jawab Tiara.
Rara yang semula fokus memandang ke arah Bayu.Kini mulai mengikuti ayunan tangan Tiara.
"Raraaa ..." Aryo berteriak memanggilnya. Rara langsung melihat kearah Aryo. Aryo melambaikan tangan meminta Rara mendekat.
"Beberapa dari kami akan pergi mengikuti petugas ini untuk dimintai keterangan di kantor polisi, beberapa lainnya akan memverifikasi jasad yang ditemukan oleh para petugas di rumah sakit. Dan beberapa lagi akan tinggal, aku titip mereka ya." Kemudian Aryo dan beberapa temannya pun pergi ikut mobil minibus polisi.
'Jasad? mudah - mudahan itu benar jasad temannya Aryo. Agar Arwah itu pergi dengan tenang dan tidak mengganggu kami lagi' pikir Rara.
Tiba - tiba Rara merasa iba melihat Bayu duduk termenung dan sedih menatap ke arah jalan dari sudut teras rumah ini. Sementara teman - temannya masuk ke dalam.
'Aku berdoa yang terbaik untukmu kak,' batin Rara.
"Itu juga," kata Tiara tiba - tiba menunjuk ke arah gerombolan teman Aryo yang masih duduk - duduk di sofa tengah. Meskipun tidak tahu yang mana tepatnya tapi Rara merasa merinding jadinya.
"Huh, rumah ini jadi berisik ya, Mbak Rara. Bibi tidak bisa selalu mengawasi mereka, tuh lihat sudah tinggal setengah, " Bi Lasmi mengadu ke Rara, dan menunjuk ke arah lemari kaca pendingin minuman di pojok lobi. Rara terkejut jadinya melihat isinya yang tinggal setengah, padahal semalam dia baru mengisi penuh.
'Untunglah semalam aku mencatat isi lemari pendingin itu, tinggal menghitung sisanya saja,' pikir Rara.
"Tiara bermain dengan Bi Lasmi saja yaaa ... Supaya Kak Rara bisa bekerja," Bi Lasmi mengambil Tiara dari pelukan Rara, namun tiba - tiba Tiara menangis histeris dan minta diantar ke kamarnya. Bi Lasmi segera membawa Tiara ke kamarnya.
Rara langsung melihat ke arah sekelilingnya, dan sekali lagi Rara terkejut dengan kehadiran Bayu yang tiba - tiba ada di sampingnya. Ekspresi wajahnya yang datar membuat Rara ketakutan dan segera menutup wajahnya.
Tiba - tiba ada tangan dingin yang menyentuh bahunya yang membuat Rara teriak histeris.
"AAAAHH!!"
"Rara, ini aku," Rara membuka wajahnya dan melihat ke arah pemilik suara itu.
"Kak, Roy? Ini benar Kak Roy? Sudah sembuh kak?" Tanya Rara terkejut.
"Kenapa sampai histeris begitu? Lihat kamu jadi perhatian mereka,"
Rara melihat ke dalam, teman - teman Aryo melihat kearahnya. Rara merasa malu.
"Rara kaget, Kak" jawab Rara. Roy tertawa mendengarnya. Lalu Roy melambai ke arah dalam.
"Sebentar ya, saya mau menyapa kawan - kawan saya dulu," katanya dan langsung masuk mendekati teman - teman Aryo.
'Hah? kak Roy dan mereka saling kenal?' Rara tertegun melihatnya.
Namun, Rara merasa bersyukur, tadi dia sempat curiga kepada Roy bahwa Roy bukanlah Roy sebenarnya, ternyata dugaannya salah. Dan Rara teringat Bayu. Bayu sudah berada di antara teman-teman Aryo yang sedang mengobrol dengan Roy.
Rara melepas penat dengan duduk bersantai dibawah pohon besar di halaman depan rumah. dia sengaja membawa kursi plastik ke sana. Roy mendekatinya dan duduk disebelahnya.
Roy bercerita bahwa Aryo dan dia adalah teman satu komunitas otomotif, dan kebetulan punya hobi yang sama. Aryo dan Roy adalah teman satu tim untuk perjalanan ini, namun karena ada insiden sebelumnya di rumah ini, Roy jadi tidak bisa ikut. Padahal malam itu rencananya dia tidak hanya menemani Rani menemui Bagus, tapi juga karena menunggu timnya yang akan lewat jalur rumah singgah ini untuk kemudian pergi bersama.
Lalu digantikan oleh teman yang lain, yang kebetulan dia bersedia mengganikan Roy. Namun karena kurangnya pengetahuan, jadi pengganti Roy itu hilang. Namun saat mencari teman mereka yang hilang, Aryo dan tim malah menemukan jasad seseorang di hutan.
"Tapi mereka tidak tahu dia adalah korban kematian yang disengaja atau kematian yang tidak disengaja. Jadi Aryo dan tim memutuskan cepat turun dan melaporkan kejadian ke polisi. Dan dia teringat malam sebelum insiden di rumah ini, saya pernah memberikan alamat rumah ini , oleh karena itu mereka semua datang kemari," begitulah cerita Roy.
Rara mengangguk - angguk mengerti, sekarang dia jadi tahu permasalahannya dan kenapa Aryo selalu berkomunikasi dengannya. Ini semua karena Roy.
"Kak, Rara turut prihatin atas kejadian yang menimpa kakak, Maaf Rara belum sempat jenguk lagi"
"Tidak apa, Rara. Saya hanya dua malam saja kok di rumah sakit. Hari berikutnya saya dan Rani kembali ke Surabaya. Tapi saat mendapat kabar ini saya langsung kemari," Roy menjelaskan.
"Teman pengganti kak Roy kok bisa ceroboh begitu sih kak, kasihan kan temannya yang lain," sahut Rara tanpa berpikir lagi. Roy tertawa lirih.
"Bukan ceroboh, tapi kurang pengetahuan. Apalagi dia perempuan, jadi butuh ekstra untuk menjaganya," Roy menjelaskan kepada Rara.
"Tunggu kak, apa ...? perempuan? bukan pria kak? benar perempuan?" tanya Rara sangat terkejut. Roy mengangguk meyakinkan.
Seketika ingatan Rara menganalisis apa yang terjadi sebelumnya.
" Anna?" Tebak Rara. Roy terkejut.
"Saya dari tadi belum menyebutkan namanya, mengapa kamu bisa mengetahuinya?" Roy sama terkejutnya dengan Rara. Mata mereka saling membelalak karena terkejut.
"Kalau yang hilang itu Anna, lalu siapa lelaki itu?" gumam Rara.
"Lelaki yang mana? Siapa?" Roy mendengar gumaman Rara.
Saat yang bersamaan, Aryo dan timnya yang tadi pergi bersama para petugas kepolisian, kini sudah berada di hadapan mereka. Aryo langsung memeluk Roy.
"Jasad itu ..." Roy tidak melanjutkan perkataannya.
"Syukurlah, bukan Anna, tapi jasad seorang pria yang aku temukan dihutan" jawab Aryo.
"Identitasnya? Keluarganya?" tanya Roy lagi.
"Keluarga sudah dihubungi oleh kepolisian dan rumah sakit. Sungguh pria yang malang. Dia adalah tim backpacker juga seperti kita. Sepertinya dia jatuh, dan timnya meninggalkannya, dugaan itu karena tidak ada laporan orang hilang ke kepolisian setempat. Kalau tidak salah namanya Dimas, ternyata domisilinya dekat sini juga," cerita Aryo sambil duduk di samping Roy. Dia merebahkan tubuhnya ke rumput. Mereka tidak ada yang melihat reaksi wajah Rara yang sangat terkejut ketika nama Dimas disebutkan.
Rara langsung bergegas masuk ke dalam rumah mencari Dimas.
"Kenapa dia?" Tanya Aryo santai.
"Entahlah, mungkin punya urusan di dapur," jawab Roy ringan.
"Kabar terakhir sudah dijemput keluarganya tadi setengah jam yang lalu," kata Aryo sambil menunjukkan pesan singkat yang ada di layar ponsel nya kepada Roy.
"Syukurlah" sahut Roy.
Dia pun ikut merebahkan tubuhnya di samping Aryo.
Rara masih mencari sosok Dimas di dalam rumah dan disetiap ruangan. Namun, tidak menemukannya. Rara teringat saat Tiara menunjukkan ke arah lain, bukan Bayu. Jadi, siapakah yang dilihatnya?
Saat Rara akan mencarinya ke gudang, Rara melihat sosok Dimas yang berdiri di bawah pohon dekat gazebo, dia terlihat tersenyum dengan pakaian lebih rapi dan bersih. Dia melambai ke arah Rara.
Rara berlari menghampirinya dan ingin mengkonfirmasikan langsung bahwa bukan Dimas ini yang Aryo bicarakan. Dimas masih tersenyum kepada Rara.
"Ra, terima kasih ya kamu sudah baik pada saya, dan sudah mempercayai saya. Terima kasih untuk tidak takut pada saya.
Rara, ada yang perlu kamu tahu bahwa kamu memiliki Ayah yang baik dan selalu melindungimu sampai saat ini. Saya sudah tenang sekarang, sampaikan terima kasih saya pada mereka, saya pamit ya, Ra. " perlahan Dimas menghilang dari hadapan Rara, tanpa memberikan kesempatan untuk Rara bicara.
Rara yang sedari tadi terpaku, kini menangis sedih. Padahal dia tidak mengenal baik sosok Dimas. Namun kepergiannya membuat Rara sangat sedih.
Tiba-tiba angin kencang menabrak Rara dari arah belakang Rara, dan Rara merasa seperti ada yang menabrak punggungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Cita N
huaaaaa mantap ceritanya,,, penuh tanda tanya
2022-06-26
0
ElanG
padahal bacanya siang, tapi tetap aja merinding 😟
2022-05-14
0
rwidya
terima kasih dukungannya kak Anggita
2022-05-04
1