Ibu pergi diantar oleh supirnya Om Dinar, Pak Narto. Supirnya tinggal diperkampungan tak jauh dari tempat tinggal Om Dinar. Sehingga kapan pun Om Dinar membutuhkannya, Pak Narto selalu siap dipanggil.
Rara masih merasa sedih dengan kepergian Ibunya yang entah kapan akan bertemu lagi. Namun dalam hal ini Rara dituntut harus bersikap dewasa dengan sedikit berkorban demi masa depannya, seperti pesan Ibunya.
Kini tinggallah Om Dinar, Rara, Bi Lasmi dan Pak Shu saja di rumah itu. Om Dinar sedang menunggu kedatangan Bagus agar bisa diperkenalkan dengan Rara dan Bi Lasmi. Sementara itu Om Dinar mengajak Rara berdiskusi tentang pekerjaan untuk Rara.
Namun Rara mengusulkan, rumah itu untuk dijadikan Rumah Singgah saja. Dengan begitu rumah itu akan ramai dan tetap terurus. Rara juga melihat peluang karena letaknya yang tidak jauh dengan tempat area wisata pegunungan, perkebunan, dan area pendidikan perguruan tinggi. Awalnya Om Dinar tidak setuju, namun kemudian menyerahkan kepada Rara mulai dari manajemen dan penamaan Rumah Singgah tersebut.
“Karena rumah ini paling ujung sudut perumahan ini, bagaimana kalau kita namakan Rumah Singgah 'PODJOK' saja Om? Biar mudah dicari” usul Rara. Om Dinar tersenyum menanggapinya, dan mengangguk setuju. Namun dengan masa percobaan untuk Rara selama 6 bulan. Jika bisnis Rumah Singgah itu tidak berjalan, Rara harus mau dengan penawaran Om Dinar untuk membantu pekerjaannya di restoran milik Om Dinar.
Karena Om Dinar setuju, Rara langsung gerak cepat sebelum Om Dinar berubah pikiran. Dia langsung ke bangunan belakang dari rumah ini yang sempat dia intip pagi tadi. Terlihat banyak barang yang ditumpuk dan dipenuhi debu.
‘Sepertinya itu bangunan gudang’ pikir Rara.
Rara mencoba memasuki bangunan yang tidak terkunci itu. Ruangan itu tidak cukup cahaya, namun ketika saat Rara menemukan saklar lampu, ternyata saklarnya sudah tidak berfungsi dengan baik. Rara menyerah. Dia hanya bisa mengandalkan matanya untuk melihat keadaan diruangan itu dengan pandangan terbatas karena cahaya yang seadanya,
Dia menemukan selembar papan kayu tipis dan beberapa potong kayu. Saat Rara sedang berjongkok untuk menumpuk barang bawaannya agar mudah dibawa, punggungnya merasa merinding, dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari belakang. Segera Rara membalikkan badannya, dan melihat seperti ada bayangan sesorang disana. Rara berdiri untuk memastikan siapa bayangan itu.
“Halo … siapa disana?” tanya Rara menyapanya. Dia takut menyinggung orang tersebut dengan sapaannya, karena dia adalah tamu di rumah itu.
Namun tidak ada yang menjawab.
‘Ah mungkin hanya pikiranku saja, itu bukanlah bayangan seseorang tapi mungkin bayangan sebuah benda saja’ batin Rara.
Kemudian Rara kembali memungut papan kayu tipis dan 2 batang kayu. Namun terdengar seperti ada orang yang melangkah masuk ke dalam ruangan. Tiba – tiba rasa takut menyergap perasaan Rara.
“Sedang apa disini?” terdengar suara parau seorang laki – laki .
“AAA !” Rara teriak karena terkejut mendengarnya.
Lalu dia membalikkan badannya. Dia melihat Pak Shu berada di hadapannya sekarang.
“Ya ampun Pak Shu, membuat saya kaget saja. Maaf Pak Shu saya hanya ambil ini untuk bikin papan nama didepan,” Jelas Rara.
Namun Pak Shu hanya menanggapinya dengan wajah datar.
“Tidak sebaiknya kamu berada disini, apalagi tanpa izin pemiliknya,” dari suaranya yang dingin, Rara merasa tidak enak. Namun Rara tidak bisa melihat ekspresi wajah Pak Shu yang membelakangi cahaya dari pintu, apalagi ruangan itu sangat minim cahaya sekali.
Rara menunduk, tidak lagi memandang Pak Shu sambil membawa pergi papan kayu tipis dan balok kayu itu.
Rara membawanya ke halaman depan, dia ingin membuat papan nama dengan papan kayu tipis dan balok kayu itu. Namun peralatannya belumlah lengkap, tapi Rara takut untuk kembali ke dalam gudang itu mengingat peristiwa yang baru saja terjadi.
“Sedang apa Rara?” tanya Om Dinar yang melihat Rara terduduk di halaman depan memandangi papan kayu tipis dan balok kayu yang diletakkan diatas rerumputan.
Rara terkejut, tersadar dari lamunannya. Kemudian melihat ke arah Om Dinar sambil tersenyum.
“Rara mau buat papan nama untuk Rumah singgah kita Om. Biar segera dipasang dan Rara akan melakukan promosi gratis di media sosial,” kata Rara bersemangat,
Om Dinar menggeleng – geleng sambil tertawa melihat tingkah Rara.
“Rara, biar Pak Shu saja yang mengerjakannya. Nanti Om yang suruh Pak Shu.” kata Om Dinar.
Rara takut mendengar nama Pak Shu mengingat kejadian yang dialami di gudang tadi. Kemudian Om Dinar memanggil Pak Shu, terlihat Pak Shu berlari mendekati Om Dinar dengan patuh dan menunduk. Om Dinar pun berbisik pada Pak Shu, terlihat Pak Shu mengangguk – angguk.
Kemudian Pak Shu sepertinya berbicara sesuatu dan sambil menunjuk ke arah halaman belakang rumah. Rara tidak tahu apa yang mereka bicarakan, karena dari posisi Rara, suara mereka tidak terdengar sama sekali.
‘Apakah Pak Shu mengadukan aku?’ tanya Rara dalam hati.
Namun setelah Rara perhatikan baik – baik, perawakan Pak Shu tidaklah sama dengan seseorang yang Rara temui di gudang tadi. Seseorang yang dilihatnya di gudang sepertinya lebih tinggi dan lebih tegap badannya meskipun dia sedang menunduk. Rambutnya Pak Shu juga lebih gondrong, karena Rara menyadari bahwa hampir sebagian wajah Pak Shu tertutup rambutnya.
Rara mengerutkan dahinya. Dia sedang berpikir keras, mencari kesamaan yang identik antara Pak Shu dengan seseorang yang berada di gudang tadi. Namun semakin Rara memikirkannya, semakin tidak menemukan persamaannya.
Rara tidak sadar sekarang Om Dinar sudah berada di hadapannya.
“Sudah tinggalkan saja itu. Biar Pak Shu yang mengerjakannya biar lebih cepat ya,apalagi hanya membuat papan nama, Itu mudah buat Pak Shu “ Kata Om Dinar sambil tersenyum.
“ Ayo kita masuk saja, sudah akan gelap, sebaiknya Rara tidak berada di luar rumah ya kalau lebih dari jam 5 sore jika nanti Om tinggal,” pesan Om Dinar. Terdengar seperti pesan ibunya. Rara mengangguk, kemudian dibantu Om Dinar untuk berdiri.
Saat akan masuk rumah, Rara sempat melirik ke arah Pak Shu yang masih berdiri di teras rumah.
“Pak, nanti tulisannya hanya Rumah Singgah 'PODJOK' ya, Pak.” Pesan Rara kepada Pak Shu.
Pak Shu tidak menyahut. Dia hanya diam terlihat menunduk, ternyata Rara menangkap sorot matanya Pak Shu yang menatap tajam kearahnya, hanya saja wajahnya tertutup sebagian rambutnya. Rara merasa merinding dengan tatapan itu. Kembali dia tepis prasangka terhadap Pak Shu.
‘Mungkin aku salah lihat, lagian ini sudah sore dan aku lelah. Terlalu banyak berhalusinasi jadinya’ pikir Rara.
Rara dan Om Dinar pun masuk ke dalam rumah.
“Om, Mas Bagus datang ke rumah ini tidak?” tanya Rara penasaran dengan Om Dinar.
“ Mungkin sebentar lagi,” Jawab Om Dinar .
“ Kalau Mas Bagus tidak datang, sebaiknya Om Dinar menginap disini saja,” Rara takut membayangkan kalau dia hanya berdua saja dengan Bi Lasmi di rumah yang besar ini, sementara Pak Shu agak menakutkan baginya.
Rara takut kalau suatu saat Pak Shu melakukan sesuatu yang membahayakan keselamatan dirinya. Kemudian Rara teringat lagi kejadian saat di gudang itu.
Namun Om Dinar malah tertawa, dia mengusap – usap kepala Rara seperti kepada putrinya sendiri. Om Dinar merasa bahwa Rara cepat sekali akrab dengan orang lain.
“Rara, Om minta maaf, tapi Om belum bisa menginap disini. Tante di rumah kasihan tidak ada yang menemani. Hari ini saja Om sudah terlalu lama meninggalkannya. Om harap kamu betah ya disini, dan bisa akur dengan Bagus,” pesan Om Dinar.
‘Akur? Memangnya seperti apa kepribadiannya si Bagus itu?’ pikir Rara.
“ Om …” belum sempat Rara melanjutkan pertanyaannya, tiba – tiba …
“ AAA !!! “ Terdengar suara teriakan Bi Lasmi, sepertinya dari dalam kamar Rara. Rara dan Om Dinar pun bergegas masuk ke dalam kamar Rara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Allessha Nayyaka
pak shu kayaknya punya sisi lain dech
2022-05-23
0
anggita
rumah singgah podjok..
2022-04-23
1