Rara terbangun dari tidurnya setelah mendengar alarm di telepon selulernya berbunyi.
Rara melihat ke Bi Lasmi yang terbaring di sisinya. Rara memeluk Bi Lasmi dengan manja. Bi Lasmi pun membalas pelukan Rara. Rara terkejut.
" Eh, Bi Lasmi sudah bangun? "
"Sudah dong, malah sudah dari tadi. Sepertinya Mbak Rara kelelahan, jadinya Bibi tidak berani membangunkannya." jawab Bi Lasmi sambil tersenyum.
"Punggungnya masih sakit, Bi?" tanya Rara khawatir.
"Sedikit, tapi tidak apa. Nanti kalau dipakai gerak juga sudah enak." Jawab Bi Lasmi sambil terkekeh.
"Sudahlah, Bi. Untuk sementara ini pekerjaan rumah biar Rara yang urus. Bibi istirahat saja sampai benar - benar pulih. Cideranya Bibi itu harus dirawat dengan hati - hati" kata Rara mengomel.
Bibi tertawa, tapi hati Bibi merasa terharu dengan perhatian Rara.
Jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Rara ingin menyiapkan sarapan untuk Bi Lasmi agar bisa minum obat tepat waktu. Setelah itu Rara akan melakukan beberapa pekerjaan rumah menggantikan Bi Lasmi.
'Jangan sampai tuan muda yang sombong itu mengejekku dengan menumpang gratis lagi' Rara kesal mengingat kejadian semalam.
Ketika sedang sibuk menyiapkan sarapan di meja, tiba - tiba Rara dikejutkan oleh pria semalam yang sudah duduk di kursi makan di dapur itu.
" Aduh kak Angga bikin Rara terkejut saja. Rara tidak mendengar kakak masuk ke dapur. Kakak kok bagai bayangan saja, pergerakannya tanpa suara, " omel Rara.
Pria itu pun tersenyum geli melihat tingkah Rara.
" Hari masih gelap, saya pikir orang kota tidak bisa bangun pagi, " kata Rara sambil memindahkan nasi goreng ke atas piring.
Rara berharap ada penyangkalan dari pria itu. Namun pria itu tetap diam saja. Rara sempat berpikir apakah perkataannya telah menyinggung pria itu?
"Mau sarapan? "
Lagi - lagi pria itu menggelengkan kepala sambil tersenyum.
" Kalau teh hangat, mau kan? " Rara menawarkan lagi.
Pria itu seperti tertawa, tapi tidak terdengar suaranya. Rara berpikir pria itu mungkin orang yang selalu menjaga sopan santun. Rara memperhatikan wajahnya, pria itu masih terlihat tampan meskipun agak pucat.
"Kak Angga sakit? " tanya Rara khawatir
"Dari semalam terlihat pucat sekali. Mungkin masuk angin ya. Ini teh hangatnya diminum dulu, untuk menghangatkan badan, biar tidak sakit. " kata Rara sambil menyodorkan segelas teh hangat.
Rara baru memperhatikan benar - benar, bahwa di pipi kirinya ada lebam biru kecil.
" Pipinya kenapa? " tanya Rara bergerak akan menyentuh pipi pria itu. Tapi pria itu menghindar agar tak tersentuh Rara.
" Oh maaf, bukan bermaksud tidak sopan. Habis jatuh atau karena berantem ?" tanya Rara lagi.
"Sebentar ya, saya akan kembali membawakan obat masuk angin dan salep untuk lebam di pipinya. Tunggu sebentar, saya antar sarapan dulu ke Bibi saya, " kata Rara menegaskan.
Rara pun bergegas ke kamarnya sambil membawa nampan berisi sarapan untuk Bi Lasmi.
Ketika akan masuk ke kamarnya, tiba - tiba pintu kamar Bagus terbuka dan Bagus keluar dari kamarnya. Kamar Bagus di samping kamar Rara. Mereka berdua hampir bertabrakan.
"Hati-hati Mas Bagus, " kata Rara mengingatkan.
"Kamu dong yang berhati-hati," kata Bagus protes.
"Mau ke mana mas? " tanya Rara.
Bagus tak menghiraukan pertanyaan Rara. Rara pun tak ambil hati, dia langsung saja masuk kamarnya.
Disana terlihat Bi Lasmi sedang duduk di tepi tempat tidurnya. Rara meletakkan nampan itu diatas kasur.
"Mau ke mana, Bi? sudahlah istirahat saja dulu. Serahkan semuanya sama Rara. " kata Rara sambil menepuk-nepuk dadanya.
Bi Lasmi tertawa melihat tingkah Rara.
"Apa dia yang bernama Bagus? " tanya Bi Lasmi.
" Iya, Bi. Semalam dia datang bersama teman-temannya. Agak angkuh, tapi rajin salat. Tadi, dia sudah mau berwudu, padahal azan baru saja terdengar. Dan teman - temannya ... " seketika Rara teringat.
"Oh iya ... temannya mas Bagus di dapur. Aku lupa mau memberinya obat, tunggu disini ya Bi" kemudian Rara terlihat sibuk mencari - cari sesuatu, saat obat yang dimaksud sudah ditemukan, Rara bergegas pergi ke dapur, dan ...
"ADUH ! ... batal kan jadinya. Bisa tidak kamu berhati - hati. Jangan terburu - buru begitu, kalau terpeleset bisa celakai orang! " Bagus marah - marah.
"Maaf, " Rara tertunduk menyesal.
"Bibi kenapa? dari tadi, saya lihat kamu selalu bergegas dan buru - buru. " kali ini suaranya rendah dan terdengar khawatir.
Rara menggeleng.
"Ini bukan karena Bibi, tapi temannya mas Bagus di ... "
"HAH ... temanku sudah datang semalam? " kata Bagus terkejut
"Dimanakah dia sekarang? " tanyanya lagi.
"Mas Bagus aneh, Rara lihat mas Bagus baru masuk kamar, terus temannya datang. Rara ketuk berulang kali kamar mas Bagus tapi tidak dibukakan. Jadi, Rara suruh dia istirahat di kamar itu" Rara menunjuk ke kamar yang dimaksud.
"Jam berapa? pintu tidak dikunci kok? mengkhayal kamu! " sanggah Bagus.
"Benar kok, tanya saja temannya, kasihan dia basah kuyup datang malam-malam, sampai pucat dan sakit, orangnya sekarang ada di dapur " kata Rara.
"basah kuyup? sakit? " Bagus panik dan tampak khawatir.
"Eh tunggu, kamu bilang di dapur? tadi, saat aku akan berwudu melewati dapur, tapi tidak ada siapa-siapa kok, kamu mengkhayal ya? yang sakit Bibi atau kamu sih? " kata Bagus lagi.
Rara kesal mendengar cara bicara Bagus. Lalu Rara menarik tangan Bagus dan membawanya ke arah dapur. Tapi tidak ada orang disana. Namun Rara melihat, isi gelas teh hangat yang dia berikan kepada pria itu sudah berkurang.
"Lihat mas, isi gelas yang ku berikan kepadanya sudah berkurang" wajah Rara tampak menang.
Bagus tertawa.
" itu aku yang minum, saat mau berwudu kulihat ada teh hangat disana, dan kulihat juga belum ada bekas yang meminumnya. Jadinya aku minum saja" kata Bagus mengejek Rara. Rara dibuat kesal olehnya.
Rara heran, kemanakah pria itu ? apakah mungkin tidak berpapasan dengan Bagus tadi? Padahal saat bertabrakan depan kamar Bagus, pria itu masih di dapur.
"Mari aku tunjukkan kalau aku tidak mengkhayal, " Rara menarik lengan bagus lagi ke kamar yang ditempati oleh pria itu.
Sesampainya disana, mereka tidak menemukan siapa - siapa. Rara bingung. Tapi Bagus tertawa mengejeknya lagi.
Rara mengambil handuk yang terlipat rapi diatas kasur, handuk itu yang semalam diberikan kepada pria itu, Rara menyentuh nya , dan terasa masih lembab membuktikan kalau handuk itu telah digunakan.
"Ini buktinya. Peganglah, handuk ini masih basah," kata Rara sambil menyodorkan handuk itu ke Bagus.
Bagus menerimanya. Kemudian keningnya berkerut, dan wajahnya kini terlihat serius. Kemudian dia meninggalkan Rara begitu saja.
"Hey! Mau kemanakah, mas? " tanya Rara sambil mengejar Bagus.
"Mau berwudu lagi, gara - gara kamu aku batal. Kita berjamaah yuk" ajak Bagus.
Rara menganggap Bagus tak menghiraukan bukti yang diajukannya. Namun mengingat waktu salat yang hampir habis, dan kawan-kawan Bagus sudah terlihat akan bersiap-siap salat bersama, akhirnya Rara mengalah untuk menunda debatnya dengan Bagus.
Rara heran, seingatnya kawan pria Bagus ada 2 orang, dan 2 orang lagi wanita. kenapa yang ikut salat kawan prianya hanya satu.
'oooh mungkin dia bukan muslim, ' pikir Rara lagi.
\=====
Rara menghampiri Bagus yang sedang duduk di teras rumahnya dan dia pun duduk di samping Bagus.
"Mas, kawanmu yang satunya bukan muslim ya? kok subuh tidak ikut salat tadi? " tanya Rara.
Bagus menoleh ke arah Rara dengan rasa keheranan.
"Kawanku ikut salat semua kok. " sahut Bagus.
"Kamu ini kenapa sih, yang jatuh didepan kamar mandinya kan bibimu, kok kamu yang gegar otak sih, " nada suara Bagus kini terdengar gusar.
Rara melotot karena kesal dengan Bagus.
"Seenaknya saja kamu menuduhku, maaf ya apa karena aku disini kamu pikir sedang menumpang gratis jadinya kamu bully aku? " kata Rara dengan nada suara tinggi.
"Ini ada apa Rara, Bagus ? siapa yang menumpang gratis? coba jelaskan, kenapa pagi-pagi kalian sudah ribut " tiba-tiba Om Dinar muncul.
Bagus terdiam. Kawan-kawan Bagus pun keluar rumah karena mendengar keributan.
Mereka semua berkumpul di ruang duduk ditengah rumah ini. Rara menjelaskan kronologis nya kenapa Rara dan Bagus jadinya bertengkar. Mulai dari semalam waktu om Dinar pergi, Rara ikut berkumpul dan berkenalan dengan kawan - kawan Bagus, dan itu dibenarkan oleh mereka.
Namun cerita Rara tiba - tiba terhenti, seketika wajahnya pucat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Allessha Nayyaka
pasti ada yang salah sama teman bagus
2022-05-23
0