Tiara yang akan masuk ke dalam kamar Bagus, tiba – tiba berhenti karena hampir saja bertabrakan dengan Bagus yang keluar kamar.
Tiara melihat Bagus dengan memicingkan matanya. Sesekali memiringkan kepalanya. Bagus membalas tatapan Tiara dengan tajam.
Rara sangat tidak suka melihat Bagus seperti itu kepada Tiara, karena Tiara adalah anak kecil, seharusnya Bagus bisa jauh lebih ramah. Terlebih lagi Tiara adalah tamu di rumah ini.
“Tiara, kemari, kita ke kamar Tiara saja ya, kakak temani.” Bujuk Rara.
Tiara seperti tidak mau mendengarkan. Dia terus saja berhadapan dengan Bagus.
Bi Lasmi yang melihat itu segera menggendong Tiara dan membawanya ke kamar Tiara.
“Tiara sama Bibi saja ya, sebentar lagi Mama pulang, kita tunggu di kamar Tiara saja,” bujuk Bi Lasmi.
Tiara tak melepaskan pandangannya sama sekali dari Bagus. Rara merasa ada yang aneh.
Setelah Tiara masuk kamar, Bagus mendekati Rara dan bertanya, “Ada apa dengan anak itu? Siapa dia?”
“Dia tamu rumah singgah ini, tidak seharusnya Mas Bagus bersikap demikian pada anak kecil, apalagi dia tamu,” sahut Rara kesal.
“Itu tamu kamu, bukan tamuku,” hardik Bagus.
Rara merasa heran, belum lewat satu jam sejak Bagus seperti orang yang lemah saat menceritakan tentang Indah, Angga dan Rani. Namun, sekarang dia nampak berubah.
‘Orang ini kenapa sih, seperti berkepribadian ganda saja,’ pikir Rara.
\======
# Di dalam kamar Tiara #
Bi Lasmi duduk di tepi tempat tidur dan memandangi Tiara yang sedang tiduran sambil memegang bonekanya.
‘Anak ini kok tenang saja ya? Padahal sedang tidak ada kedua orang tuanya. Apakah sudah terbiasa ya?’ pikir Bi Lasmi.
“Bi .. Mau Tiara kasih tahu sesuatu tidak?” tanya tiara yang tiba – tiba berhenti bermain boneka.
Wajahnya tampak serius, Bi Lasmi salah tingkah jadinya.
“Rahasia?” Tanya Bi Lasmi. Tiara mengangguk.
“Rahasianya bahaya tidak?” Tanya Bi Lasmi lagi.
“Bibi penakut tidak?”
“Rahasia orang tua Tiara atau orang lain?” Bi Lasmi membalas dengan pertanyaan.
“Mahluk lain, Bibi penakut bukan?” tanya Tiara gemas.
“Mahluk lain?” Bibi heran, takut salah dengar. Tiara mengangguk dengan mantap.
“Di mana?” Bi Lasmi bergerak merapat mendekati Tiara.
“Di sini,” sahut Tiara.
Bibi menoleh ke sana dan ke mari mencari – cari sudut yang mencurigakan.
“Jangan bercanda loh, Tiara,” kata Bi Lasmi.
Tiara melambai agar bi lasmi lebih dekat dengannya, karena Tiara ingin membisikkan sesuatu. Bi Lasmi menurut.
“Cowok itu bukan manusia” bisik Tiara.
Bi Lasmi langsung terperanjat dan hampir terjengkang dari duduknya.
Tiara menganggap reaksi Bi Lasmi itu lucu, kemudian dia tertawa sambil menutup mulutnya.
“Ya ampun Tiara ketawa, bercanda ya?” Kata Bi Lasmi melepas nafas lega.
“Aku tertawakan Bibi hampir jatuh tadi. Aku minta maaf ya, Bi,” jawab Tiara sopan.
“Tapi, Tiara serius Bi, dengan yang Tiara katakan tadi,” lanjut Tiara.
Bibi memandangi Tiara sambil berpikir.
‘Usia sebenarnya anak ini berapa ya? Katanya 4 tahun, tapi bicaranya dan sopan santunnya seperti anak diatas 10 tahun. Apakah begini ya didikan keluarga berpendidikan? Hebat sekali Bu Tania bisa mendidik Tiara seperti ini,’pikir bibi.
‘Lalu apa yang dia maksud tadi? Tiara sedang membicarakan siapa ya? Bagus atau Angga?’ Bibi merinding memikirkannya.
“Tunggu ya Tiara, Bibi mau panggil Mbak Rara dulu,” kata Bi Lasmi tergopoh – gopoh.
Bibi berhenti di depan pintu kamar Tiara dan melambai ke arah Rara yang sedang duduk di ruang tengah bersama Bagus.
Bi Lasmi mencari – cari sosok Pak Shu yang dilihatnya tertidur di sofa tengah. Namun, kini sudah tidak disana lagi.
Bagus melihat tajam ke arah Bi Lasmi. Bi Lasmi pun gugup dibuatnya.
“Mbak, sini. Bantu Bibi menidurkan Tiara,” alasan Bi Lasmi.
Rara segera mendekati Bi Lasmi dan masuk ke kamar Tiara. Bi Lasmi mengikutinya dan menutup pintu rapat - rapat. Lalu menarik Rara ke atas tempat tidur dan menceritakan yang didengarnya dari Tiara. Sekaligus mengklarifikasikannya dengan Tiara langsung.
Bi Lasmi menduga yang dibicarakan Tiara adalah sosok Angga, seperti yang diceritakan oleh Bagus.
Rara teringat perkataan Tiara yang sebelumnya “Aku melihat kakak bicara sendiri,”
Tidak salah lagi, pasti yang dimaksud Tiara adalah Bagus.
Rara mengamati Tiara, ‘sepertinya anak ini adalah anak yang istimewa’ batin Rara.
“Tiara, coba ceritakan pada Kakak tentang apalagi yang Tiara ketahui di rumah ini?” Pinta Rara sambil menggenggam kedua telapak tangan gadis kecil itu.
Tiara menarik tangannya dan memberi tanda dengan meletakkan telunjuk di bibirnya. Matanya menatap lurus ke pintu. Rara mengikutinya.
‘Ada apa dengan pintu itu? Apakah ada orang yang mendengarkan dibalik pintu itu? Pikir Rara penasaran.
Tiba – tiba seperti ada angin besar yang menabrak pintu itu sehingga pintu yang terkunci itu seperti dibuka paksa dan terbuka lebar.
Tiara mendekap Rara karena ketakutan. Bi Lasmi terpelanting ke Lantai, sedangkan Rara terdorong mundur hingga menabrak tembok atas tempat tidur.
Rara jatuh dan sempat melihat sosok yang berdiri tegak didekat pintu masuk kamar.
‘Bagus?’ Gumamnya lirih. Akhirnya Rara pingsan
\=====
Rara terbangun dari pingsannya.
Di tepi tempat tidurnya sudah berdiri pak dokter dan bu Tania. Disisi tempat tidur yang satunya duduk Bi Lasmi dan Tiara.
‘Mengapa tempat tidur ini memiliki dua sisi?’ Pikir Rara.
Rara berusaha duduk, namun punggungnya masih agak nyeri. Dia meringis kesakitan dan dibantu oleh Bi Lasmi.
“Syukurlah kamu sudah sadar,” kata pak dokter dan Bi Lasmi.
Bu Tania tersenyum ke arah Rara.
“Saya di mana ya?” Tanya Rara.
“Sedang di rumah sakit, kamu tidak sadar hampir 12 jam. Bi Lasmi khawatir denganmu, Rara,” sahut Bu Tania.
“Ya dan kami membawamu kesini,” lanjut Pak Dokter.
Rara mengangguk – angguk tanda mengerti.
Rara ingin mengingat – ingat apa yang sebelumnya terjadi. Namun, kepalanya masih agak pusing.
“Berhubung kamu sudah sadar, nanti Bi Lasmi urus administrasinya ya ke depan. Setelah administrasinya diurus, nanti kamu boleh pulang,” kata Pak Dokter lagi.
Bi Lasmi menyetujuinya. Lalu beranjak dari kamar inap Rara.Tiara dan bu Tania juga ikut keluar kamar.
Rara yang duduk bersandar kini berganti agak membungkuk sambil memijat - mijat punggungnya.
Pak Dokter pun yang memperhatikannya kemudian tersenyum dan membantunya.
Tidak berapa lama kemudian Pak dokter duduk di tepi ranjang Rara dan menatap Rara serius.
“Rara, ada yang ingin saya bicarakan, hal ini sangat serius dan mendesak,” Pak Dokter terdiam sesaat.
Rara membenahi posisi duduknya kemudian bersandar lagi. Kini dia menatap serius kepada Pak Dokter.
“Kira – kira kamu sudah bisa menerima berita yang mengejutkan belum ya?” Tanya Pak Dokter itu lagi
Rara masih terdiam. Batinnya masih lelah menerima banyak rahasia.
“Ini tentang Pak Dinar dan Bagus,” lanjut Pak Dokter.
Rara mengerenyitkan dahinya, kalau untuk om Dinar dan Mas Bagus, Rara pasti akan mendengarkannya, meskipun lelah.
Rara mengangguk. Pak Dokter pun tersenyum.
“Jadi begini Rara, kemarin Pak Dinar itu kita ketahui sedang menunggu seseorang di rumah sakit kan?” Pak Dokter mengingatkan Rara.
Rara hanya mengangguk.
“Ternyata yang sakit itu bukan istrinya Pak Dinar, tapi Bagus,” pak dokter menjelaskan kepada Rara.
Mata Rara terbelalak, kok jadi Bagus?
Pak Dokter menceritakan, rupanya pada malam waktu Bagus menghilang, ternyata tidak ada di kamar Angga, dan dimanapun. Padahal Om Dinar sudah mencarinya kemana – mana.
Ternyata Bagus mengalami kecelakaan ketika menuju rumah sakit ini untuk menjenguk Angga. Tapi, oleh si penabrak dibawa ke rumah sakit yang di utara perumahan. Sampai hari ini Bagus masih koma.
“Jadi yang semalam? … Kita semua kan melihatnya ya Dok?“ sahut Rara mengonfirmasi pada Pak Dokter.
Pak Dokter pun mengangguk. “Entahlah, semalam itu sebenarnya banyak kejanggalan saat saya memeriksa Bagus,"
“Namun, Tiara ternyata lebih peka, … “ Pak Dokter tidak melanjutkan ceritanya.
Namun, Rara mengerti maksudnya dan mengangguk – angguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Pena Hitam
welah tegang thor
2024-03-25
0
Cita N
suka
2022-06-26
0
Lina Sandi
banyak keanehan yg membingungkan..jln terbaiknya trs baca biar terjwb semua rasa penasaran
2022-06-02
0