Pagi ini Rara bangun pagi sekali, tubuhnya sudah mulai terasa membaik. Dia juga merapikan seluruh kamar termasuk kamar Bu Tania, Bagus dan Indah. Rara dibantu oleh Pak Shu dan Bi Lasmi.
Rara senang melihat kegesitan Pak Shu dalam bekerja, Pak Shu orangnya rajin, selalu ada saja yang dikerjakannya, meskipun kadang menghilang, namun dia pasti sedang melakukan sesuatu untuk rumah ini. Sayangnya dia tidak pernah mau bicara kepada siapapun, kecuali pada Om Dinar dan Pak Narto.
Rara terkejut melihat Pak Shu berdiri di hadapannya dengan mata tajam. Rara tersadar dari tadi dia sudah memandangi Pak Shu dalam waktu yang lama, mungkin Pak Shu merasa risih karenanya. Rara langsung mengalihkan pandangannya dan melanjutkan pekerjaannya.
Ketika Rara sedang berada di ruang tamu yang sudah disulapnya dijadikan lobi mini, tiba-tiba sekelompok pemuda datang ke rumah itu. Dari cara berpakaian mereka Rara bisa mengenali kalau mereka adalah para pendaki gunung. Apalagi melihat tasnya yang tinggi seperti itu dan warna - warni jaket parasut yang mereka gunakan.
Rara merasa senang mendapatkan sekelompok tamu.
‘Mudah-mudahan mereka bukan hanya tanya arah, tapi mau menginap,’ pikir Rara
“Permisi … Masih ada kamar?” tanya salah satu dari mereka.
“Masih … “ jawab Rara menggantung karena dia sambil menghitung mereka.
‘1.. 2.. 3.. 4.. 5.. 6.. oh enam orang, pasti lah cukup . setelah mereka berarti kamar penuh nih.’ Pikir Rara.
Mereka semua masuk ke ruang tamu sambil meletakkan tas punggung mereka ke lantai. Beberapa dari mereka duduk di sofa dan meminum minuman air mineral kemasan yang disediakan di meja tamu oleh Rara pagi tadi. Ada pula yang duduk sambil meluruskan kakinya di lantai dan memijat kakinya.
‘Sepertinya mereka kelelahan.’ Gumam Rara sambil tersenyum.
Mereka membuka tudung hoodie mereka satu per satu. Ternyata tamunya kali ini ada 2 perempuan dan 4 laki – laki.
“Butuh berapa kamar, kak?” Tanya Rara ramah.
“2 Kamar saja ya, boleh tidak? Rencananya yang untuk para cowok dan para cewek saja.” Kata pemuda yang dihadapan Rara.
“Selama kalian nyaman tidak masalah. Kamar kami cukup luas, cukuplah untuk berempat, tapi jangan bilang kamar kami yang sempit ya, kan kalian yang banyakan … Hehehe,” kata Rara ramah.
Pemuda itu pun tertawa, “Nanti kami kasih review deh,” jawabnya sambil bercanda.
“Minta maaf sebelumnya, untuk pemesan kamar harus meninggalkan identitas, 1 identitas bisa mewakili 2 orang kok, tidak perlu semuanya. Kami juga punya paket lengkap plus makan dan laundry, paket medium plus laundry, paket ekonomi hanya menginap saja.” Rara memberikan penjelasan.
“Dan ini daftar harga paketnya, kak” Rara memberikan daftar harga yang sebelumnya sudah dia print dan laminating di kedai fotokopi dekat kampusnya.
“Sebentar ya, kami diskusi dulu,” kata pemuda itu lagi mendekati teman-temannya.
Rara memperhatikan ada satu teman pria mereka memilih duduk di lantai dan bersandar ke tembok kelihatan sangat lelah sekali. Begitu pula dengan cewek yang duduk diatas sofa itu. Terlihat paling lelah di antara mereka.
‘Pantas saja mereka memilih menginap dahulu, mungkin kondisi mereka yang kurang fit. Padahal 15 menit dari sini ke utara sudah menemui jalan raya besar. Berarti mungkin mereka habis turun gunung,’ pikir Rara sambil pura-pura sibuk merapikan meja lobinya.
Meja lobi ini tampak keren, dibuatkan oleh Pak Shu, sehingga memperlihatkan ruangan lobi ini tampak professional. Ketika Rara sedang mengagumi meja lobinya, pemuda yang tadi datang ke Rara.
“Saya pesan paket komplit ini saja. Kasihan mereka kelelahan. Ini kartu identitas kami dan ini pembayarannya’” katanya.
“Tolong tulis di kertas ini nama-nama lengkap temannya ya, kalau bisa nama kakak paling atas, saya akan input di komputer saya nanti,” jawab Rara.
Pemuda itu pun menulis namanya, kemudian kertas itu diberikan kepada temannya yang lain secara estafet. Mereka menulis nama masing-masing.
Rara melirik nama teratas yang ditulisnya. ‘Oh namanya Aryo, sepertinya mereka bukan orang sini,’ batinnya.
Tidak berapa lama kemudian, para tamu pun sudah menggendong tas punggung mereka bersiap pergi ke kamar
“Mari saya antar ke kamar,” ajak Rara.
Rara menempatkan mereka bersebelahan dengan kamar Bu Tania. Sisi barat rumah ini. Berseberangan dengan kamar utama dan kamar Bagus.
Setelah mengantar mereka ke kamarnya Rara mulai memasukkan nama-nama yang ditulis di kertas ke notebook yang dia sebut computer.
“Aryo… Dimas… Dika… Stella… Anna… hmmm… kok kurang satu ya?” gumam Rara.
Kemudian dia memeriksanya sampai 2 kali lagi bila mungkin ada yang terlewat. Namun, hasilnya tetap sama. Kemudian Rara mengingat-ingat,
“Sepertinya pemuda yang memejamkan mata karena kelelahan itu yang belum mengisi namanya, mungkin dia terlewat karena tertidur.” Gumam Rara.
Tok .. Tok ..
Meja Lobi di ketuk seseorang. Rara terkejut. Ternyata pemuda yang tertidur.
“Saya lupa isi daftar nama, bisa isi sekarang?”
“Oooh boleh, silahkan” jawab Rara tergagap. Rara gugup karena takut ketahuan bahwa dia sedang menggumamkannya tadi.
Kertas itu dikembalikan. Pemuda itu tersenyum ke arah Rara dan mengulurkan tangan.
“Nama saya Bayu, maaf tadi saya tertidur” kata Bayu.
“Rara. Tidak apa, saya lihat sepertinya kelelahan. Kalau butuh apa-apa bisa hubungi saya,” sahut Rara dengan sopan.
“Seperti apa misalnya?” Katanya sambil tertawa menggoda Rara. Rara hanya tersenyum.
“Apa saja .. mungkin butuh obat sakit kepala atau apapun,” balas canda Rara.
‘wajahnya terlihat lebih segar daripada sebelumnya meskipun masih terlihat pucat,’ pikir Rara.
“Oke, saya hubungi kamu nanti ya, Ra. Saya agak pusing, sepertinya suhu tubuh saya agak demam. Saya mau istirahat dulu. ” kata Bayu lalu pergi kekamarnya.
Rara tersenyum, ‘Menyenangkan sepertinya pergi bersama seperti itu.’
*******rwdy*******
Setelah makan malam para tamu selesai. Kini giliran Rara, Bi Lasmi dan Pak Shu yang makan malam.
“Mereka cowok dan cewek, perlu diawasi agar tidak ‘kecolongan’ lagi,” sindir Bi Lasmi kepada Pak Shu.
Pak Shu berhenti makan sejenak.
“Mereka itu sudah dewasa, Bi. Rara rasa mereka sudah tau mana yang boleh dan tidak boleh. Apalagi rombongan begitu, pasti mereka saling mengingatKan sesama kawan mereka,” bela Rara.
Pak Shu melanjutkan makannya setelah tahu dirinya dibela Rara.
“Nanti setelah ini tolong bereskan ya, Ra. Bibi mau menyetrika dulu.” KataBbi Lasmi meninggalkan meja makan itu. Disusul oleh Pak Shu yang juga sudah selesai makan. Rara sendirian di meja itu. Lalu dia mulai membereskan meja makan.
‘Tiara mana ya? Seharian ini tidak melihatnya keluar kamar,’pikir Rara. Karena seperti biasa, Tiara dan Bu Tania selalu minta makanannya dikirim ke kamar. Bu Tania lebih suka berlama-lama di kamar atau di halaman samping untuk menulis, bahkan kadang Rara melihatnya menulis sambil makan.
Rara baru tahu ternyata Bu Tania adalah seorang penulis novel yang terkenal. Sayangnya Rara tidak hobi membaca novel, jadi kurang mengetahui siapa Bu Tania.
“Boleh ikut makan?” Tanya Bayu mengagetkan Rara.
“Eh ... boleh, Kak. Tapi sudah ku angkut ke meja makan dapur. Mau disana atau disini?” Rara menawarkan.
“Sepertinya tinggal 2 piring ditanganmu itu yang akan diangkut ke dapur ya? Aku tidak akan menyusahkanmu, kita makan di dapur saja” jawab Bayu.
“Tapi saya baru saja selesai makan, kak. Kakak sendiri saja tidak apa-apa kan?” sahut Rara sambil berjalan ke arah dapur.
Bayu diam saja, dan mulai duduk di kursi makan sambil menunggu Rara selesai menyiapkan makanan untuknya.
“Kalian mau turun atau mau naik?” Tanya Rara mengisi kesunyian.
“Kami backpacker bukan pendaki,” jawab Bayu singkat sambil tersenyum.
“Oh, dari mana sebelumnya?” Rupanya perkiraan Rara salah.
“Sebenarnya tujuannya keliling pulau Jawa, tapi tadi habis jalan-jalan ke bukit yang di ujung selatan itu,” kata Bayu sambil makan.
“Oooh, begitu. Ini minumnya, kak. Kalau kurang bisa ambil di kulkas itu. Kalau mau ambil dari show case itu bisa kena charge.” Kata Rara menjelaskan sambil tersenyum.
Rara heran melihat cara Bayu makan, seperti tidak mengunyahnya sama sekali, terlalu cepat dia makan,
‘Apakah mungkin karena backpacker selalu makan cepat ya? Ah sepertinya tidak juga. Apa dia tidak sakit perut ya?’ Pikir Rara.
Meskipun makannya secepat itu, namun makanannya seperti tidak cepat habis. Mungkin saya terlalu lelah.
“Di nikmati aja ya makannya ... “ kata Rara sambil berhati – hati mau meninggalkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Ⓝⓨⓐⓘ Ⓖⓐⓑⓤⓣ
Bagus, angga koma..
roy luka parah... kalau mahluk yang bisa merupai wujud lain dengan sangat halus, membuka pintu dsb...
brati dia mahluk dengan kekuatan yang super... mahluk yang telah hidup ribuan tahun, sudah bukan jin atau setan lagi... tapi iblis..
hiiiiiii
2022-05-14
1