Rara jatuh tersungkur ke tanah. Dia pun berusaha bangun untuk berdiri dan melihat kebelakang. Namun baru saja dia membalikkan badan, tiba - tiba ada sesuatu yang melesat menuju ke arahnya seperti akan menyerang dan ada sosok lainnya yang muncul seperti menghalangi serangan itu dari Rara. Rara kemudian jatuh lagi ke tanah, dadanya terasa sesak dan kepalanya pun terasa pusing. Rara membaringkan tubuhnya ke tanah dan memejamkan matanya menahan rasa sakit di tubuhnya.
"Rara..Ra.." seseorang mengguncang-guncang tubuh Rara.
Rara membuka matanya yang sedikit terasa berat.
"A-yah?" ucap Rara berat. Lalu memejamkan matanya lagi.
Rara dengan berat membuka matanya. Dia melihat ke sekelilingnya. Ada Bi Lasmi, Roy, dan Rani.
"Kak Rani?"
Rani tersenyum dan mendekat ke samping Rara, dia duduk disisi Rara dan menggenggam tangannya.
"Syukurlah kamu sudah sadar,"
"Bibi ambilkan minum hangat ya," Bi Lasmi pun bergegas ke dapur.
"Kok ada disini kak? apakah aku masih bermimpi?" Rara teringat tadi dia seperti bertemu Ayahnya.
Rani dan Roy tertawa mendengar pertanyaan Rara. Bu Tania dan Tiara pun masuk ke kamar Rara setelah mengetahui dari Bi Lasmi bahwa Rara sudah sadar. Tiara naik ke atas ranjang dan berbaring di sampingnya.
"Kak Rara udah bangun? Tiara tidak punya teman main karena Kak Rara tidur terus," Tiara memonyongkan bibirnya yang mungil. Rara jadi gemas melihatnya lalu tersenyum.
"Kakak minta maaf ya, habis kakak ngantuk sekali," Rara memberikan alasan. Bu Tania ikut tersenyum mendengar alasan Rara.
"Sudah berapa lama kak aku tertidur?"tanya Rara pada Rani.
"Lumayanlah, 2 hari, sampai kakakku memanggilku untuk membantu merawatmu, dia khawatir sekali padamu," Rani melirik nakal kearah Roy. Roy tersenyum dan mencubit kecil lengan adiknya.
"Awas kamu" Roy merapatkan giginya saat membisikkan ancaman pada adiknya.
Rara tersenyum ke arah Roy, "Terimakasih kak, sudah mengkhawatirkan Rara,"
Rani berdehem, lalu bangkit dari duduknya.
"Tiara, main sama kakak yuk, kak Rara butuh istirahat," Rani mencari alasan untuk meninggalkan Rara dan Roy.
"Loh, Tiara sudah akrab dengan kak Rani juga?" tanya Rara heran melihat Tiara langsung bersemangat bangkit dari tidurnya dan minta digendong oleh Rani. Bu Tania tersenyum melihat tingkah putrinya.
"Kamu tinggal tidur sih. Jadi, Tiara berpaling deh," goda Bu Tania.
"Saya juga mau keluar dulu, ada janji dengan penerbit. Roy titip Rara ya," kini Bu Tania yang beralasan. Rupanya Bu Tania langsung menangkap sinyal yang dikatakan Rani tadi.
Roy langsung salah tingkah dibuatnya. Dia nyengir sambil menggaruk - garuk kepalanya yang tidak gatal. Bu Tania tersenyum dan melambai ke arah Rara, lalu pergi.
Kini tinggal Roy dan Rara yang berada dikamar itu.
"Hai," tiba-tiba Roy melambai dan menyapa Rara. Rara tertegun dengan tingkah Roy, dan mengerutkan dahinya.
"Iya ... hai juga," sahut Rara bingung dan terbata.
"Kok hai - hai - an begitu sih, Mbok biasa saja," celetuk Bi Lasmi yang tiba - tiba masuk ke dalam kamar dan memberikan Roy segelas air hangat.
"Itu bukan buat mas Roy ya. itu buat Mbak Rara, nanti kalau haus tolong diberikan ke Rara," lalu bi Lasmi keluar kamar.
Rara merasa Bi Lasmi bertingkah aneh seperti yang lainnya.
"Sini kak minumnya, biar ku habiskan." kata Rara sambil berusaha untuk duduk diatas ranjangnya. Roy yang melihat Rara bersusah payah untuk bangun, segera membantunya.
"Terima kasih," kata Rara mengambil gelas yang ada ditangan Roy.
"Sama - sama," jawab Roy grogi.
"Kakak kalau tidak merasa nyaman bersamaku, kakak boleh tinggalkan saja kok," saran Rara yang merasa rikuh dengan Roy.
"Baiklah," Roy melangkah keluar, kemudian balik lagi.
"Ehh tidak kok, aku tidak apa - apa," kini Roy berdiri dihadapan Rara sambil menggaruk - garuk kepalanya lagi.
Rara mengerutkan dahinya karena heran melihat tingkah Roy yang tidak biasa. Rara agak khawatir karenanya.
Tok ... tok ...
Rara dan Roy melihat ke arah pintu. Ada Aryo disana.
Aryo memberikan kode untuk Roy keluar kamar, namun Roy yang sedang gugup tidak mengerti kode itu. Akhirnya Aryo terpaksa masuk ke dalam kamar dan "Maaf ganggu, saya boleh masuk?" Tanya Aryo. Rara mengangguk dan tersenyum.
Aryo menepuk ujung kaki Rara yang lurus diatas tempat tidur sambil tersenyum.
"Sudah membaik?" Tanya Aryo. Rara tersenyum lagi dan mengangguk.
"Cepat pulihlah, biar bisa ber aktifitas lagi, Sepi rumah ini gak ada kamu," kata Aryo sambil duduk disisi ranjang Rara.
Tiba - tiba "Aaauu ..." kaki Aryo diinjak Roy. Roy merasa Aryo sedang melancarkan gombalan kepada Rara.
"Kenapa, Kak?" Tanya Rara terkejut.
"Tidak .. tidak apa-apa. Ranjangnya keras," kata Aryo menggeleng dan beralasan, dia pun kembali bangkit dari duduknya sambil melirik ke Roy dan tersenyum.
"Maksud saya , Roy kesepian," akhirnya Aryo langsung menyindir Roy.
Roy menampar tangan Aryo karena malu. "Apaan sih, bro. Kalau cuma mau ganggu lebih baik keluar sana," kata Roy sambil bersungut.
Aryo dan Rara yang mendengar itu pun tertawa jadinya. Kini Rara mengerti kalau Roy sedang menaruh hati padanya.
"Bukan begitu Roy, ada yang mau aku bicarakan denganmu," Aryo menjelaskan.
"Masalah apa?"
"Masalah cewek dong,"
"Disini saja, aku tidak mau Rara berpikiran buruk kepadaku," Roy keceplosan.
"Haaah?!" Sahut Rara dan Aryo bersamaan. Roy langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Memangnya sudah jadian?" Tanya Aryo cepat. Rara langsung menggeleng.
"Sudahlah, cepat katakan, apa yang mau kamu katakan," kata Roy dengan keras, menutupi rasa malunya. Rara tersenyum lagi melihatnya.
"Disini? ini tentang Stella dan temannya Roy," Aryo mulai gemas dengan Roy yang tidak cepat tanggap.
Roy langsung mengerutkan alisnya, kini ekspresi wajahnya menegang. Roy langsung bangkit dari duduknya dan merangkul Aryo mengajaknya ke luar kamar. Namun dicegah oleh Rara.
"Disini saja kak, Rara juga ingin tahu," Roy dan Aryo saling pandang. Akhirnya mereka setuju untuk membicarakannya di depan Rara.
Rara mendengarkan cerita Aryo dan Roy dengan seksama.
Jadi, terakhir kali Rara ditemukan di samping rumah dekat gazebo,
Rara bertingkah seperti orang kesurupan. Rara berlari keluar halaman rumah dan ditahan oleh Roy dan Aryo yang kebetulan sedang duduk di halaman depan rumah. Saat itu Rara seperti bukan dirinya.
Kemudian semua orang mencoba mengendalikan Rara yang terus mengamuk. Sampai Pak Shu memanggil seorang paranormal dan mencoba berkomunikasi dengan Rara, ternyata Rara menunjukkan di mana Anna berada.
Kemudian paranormal itu dan Rara, yang ditemani beberapa tim backpacker termasuk Aryo dan Roy, kembali ke lokasi dimana Anna hilang. Dan Rara menunjukkan lokasi Anna berada yang terletak dua kilometer dari tempat mereka terakhir membuat tenda. Padahal lokasi itu sudah beberapa kali disisir oleh petugas dan para relawan, tapi Anna tidak ditemukan juga.
Anna ditemukan masih hidup tapi dalam keadaan kritis dan dibawa ke rumah sakit. Mungkin karena terlambat ditemukan, hari ini Anna sudah tidak bisa bertahan dan tiada.
Aryo baru saja mendapatkan kabar itu dari Stella yang menunggui Anna di rumah sakit dan Stella sudah mengabari keluarga Anna . Mungkin keluarga Anna akan mampir ke rumah singgah ini, tapi untuk berjaga-jaga, Aryo dan timnya akan membawakan barang-barang Anna ke rumah sakit, kebetulan barang - barang itu mereka bawa ketika Anna hilang.
Rara menangis mendengarkan kisah Anna. Roy menghiburnya.
"Jadi, bagaimana, Bro? aku seharusnya ikut tidak nih?" tanya Roy yang masih memeluk Rara.
"Kami wakili saja, kamu tetap disini saja, Roy. Jaga Rara," kata Aryo sambil melirik Rara dengan wajah serius kali ini.
Rara menggeleng.
"Sebaiknya Kak Roy ikut, Kak Anna kan menggantikan Kak Roy. Kak Roy harus datang dan memberikan penghormatan terakhir untuknya. Sekalian wakili Rara ya, Kak," Pinta Rara dengan lirih, dia menatap mata Roy dengan memohon.
Melihat tatapan itu, Roy tidak bisa menolaknya. Roy mengangguk menyetujuinya.
"Tenang saja, Rara disini banyak temannya kok, ada Kak Rani dan Bi Lasmi juga. Tidak usah khawatir," kata Rara meyakinkan.
"Iya kak. Pergi saja, Rani yang akan menjaga Rara," tiba - tiba Rani muncul dengan Tiara yang membawa mainannya.
Mereka melihat ke arah Rani dan tersenyum.
"Baiklah, kebetulan tim sudah siap. Kita berangkat sekarang ya Roy," kata Aryo.
"Terimakasih ya, dik. Kabari kakak kalau ada apa-apa," Roy memegang kedua bahu Rani, lalu dia memandang Rara. Kemudian pergi bersama Aryo.
*******rachmawidya*******
Rara mulai aktivitas membersihkan dan membereskan rumah singgah ini dengan semangat. Kini aktivitas rutin menjadi ibu rumah singgah membuahkan hasil. Pengunjungnya selalu ramai. Kadang Aryo dan timnya pun mampir untuk sekedar makan atau menginap beberapa malam. Sedangkan Roy, kadang datang bersama Aryo untuk melakukan perjalanan.
Roy dan Rani memang berasal dari kota ini, sehingga ketika mereka pulang ke kota ini sesekali datang menemui Rara. Sejak Rani mengetahui kenyataan hubungan Bagus dan Indah, persahabatan Indah dan Rani pun putus. Begitu pula hubungannya dengan Bagus, meskipun Bagus belum sadar dari komanya, namun Rani tidak lagi menganggap hubungannya dengan Bagus adalah spesial.
"Ra, tahu tidak kalau Kak Roy mau mutasi ke kota ini? Mungkin biar lebih dekat denganmu," kata Rani membuka pembicaraan saat membantu Rara menyiapkan makan siang untuk para tamu rumah singgah.
Rara hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Rani mendengus kesal.
"Diberi tahu pun kamu juga tidak akan sadar," gumam Rani. Rara yang mendengarnya tertawa jadinya.
"Bukan begitu kak Rani, tapi Kak Roy bilang karena sebentar lagi kak Rani wisuda dan akan mencari pekerjaan dikota ini. Jadi, dia merasa untuk apa disana sendirian, kan dia disana ada untuk menjaga kak Rani," Rara menjelaskan.
"Ciyeee ... kakakku sudah banyak mencurahkan hatinya padamu ya?" Goda Rani. Rara tertawa lagi. Bi Lasmi yang mendengar itu pun ikut tersenyum.
"Mbak Rara juga lagi mengurus daftar wisuda, berarti nanti wisudanya bisa bareng Mbak Rani kan?" Tanya Bi Lasmi ikut masuk ke dalam pembicaraan mereka.
Mata Rani terbelalak kaget. "Serius? Wah berita bagus ini. Pantas kata Kak Roy setiap kali mampir kesini katanya jarang bertemu dengan Rara. Ternyata ini ya penyebabnya," kata Rani gembira.
Rani mengambil ponsel nya dan menghubungi seseorang,
"Kak Roy, calon kakak iparku jenius lho. Dia sepertinya siap kau pinang kak," kata Rani bersemangat.
"Heiii .. apa sih," sahut Rara memotong pembicaraan Rani sambil tertawa malu.
"Dia sedang mempersiapkan wisudanya, hebat kan?" puji Rani masih terhubung dengan Roy.
"Bukan aku yang bodoh,... aku tidak malas, kak. Tapi Raranya yang songong, kuliah baru sebentar sudah daftar wisuda," Rani membela diri dari ejekan Roy.
Rara dan Bi Lasmi tertawa melihat ekspresi wajah Rani yang sedang bertelepon dengan kakaknya.
Tiba - tiba telpon rumah berbunyi dan Rara berlari untuk mengangkatnya.
Bi Lasmi memperhatikan Rara dari jauh sambil tersenyum. Bi Lasmi berharap ada berita baik. Karena Rara pernah bercerita bahwa ibunya akan datang. Dalam hati Bi Lasmi juga merindukan ibunya Rara.
Beberapa saat kemudian wajah Rara berubah cemas dan sedih. Rani yang sudah selesai bertelepon, dia juga menangkap perubahan mimik wajah Rara.
"Rara kenapa, Bi?"
"Entahlah, mungkin ibunya tidak jadi datang," sahut Bi Lasmi lirih. Hatinya merasa sedih membayangkan kalau itu memang terjadi.
"Loh, memangnya ibunya mau datang?" Tanya Rani. Wah banyak kejutan sekali Rara, pikir Rani.
Rara menutup teleponnya dan melangkah gontai. Rani dan bi Lasmi segera menyusulnya, takut Rara jatuh pingsan lagi.
"Ra?" Tanya Rani.
Rara memandang sedih ke arah Rani. Tiba-tiba hati Rani berdegup kencang seperti mendapatkan firasat buruk.
"Kak," Rara tiba-tiba memeluk Rani.
"Kak Bagus tiada, kak" kata Rara terbata-bata. tangisnya tumpah. Rani yang mendengar kabar itu malah membisu tanpa ekspresi. Rani terkejut mendengar kabar itu.
Meskipun masih marah pada Bagus, namun hatinya lebih hancur mendengar kabar ini. Karena Rani berharap masih bisa melihat Bagus dalam keadaan sehat, karena Bagus adalah sahabatnya dari kecil sebelum jadi kekasihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Allessha Nayyaka
masih misteri ttg kecelakaannya bagus dan angga
2022-05-23
0