TELUH [ END ]
Seorang gadis berdiri menatap rumah tua di hadapannya. Rumah yang masih berdiri dengan kokoh meski usianya telah renta. Gadis itu memanyunkan bibir seolah menyesali keputusan yang telah ia buat. Beberapa bulan sebelumnya, dia telah menyetujui bahwa rumah di hadapannya ini diwariskan kepadanya. Semua legalitas kepemilikan pun telah diurus untuk diubah menjadi atas namanya.
Rumah tua milik almarhum kakak dari nenek buyutnya. Perihal alasan, kenapa bisa gadis ini yang mendapatkan warisan, dia sendiri pun kurang paham. Tanpa pikir panjang, lekas ia terima. Bagaimana pun, rumah dengan luas tanah empat puluh meter kali empat puluh meter, bukankah sangat luas? Siapa pula yang begitu bodoh untuk menolaknya? Rasanya, tidak akan ada yang menolak bukan? Nyatanya, seluruh paman dan bibinya menolak, tinggallah dia seorang yang tanpa mendebat lekas menerima.
"Bodohnya, kenapa tidak aku lihat dulu sebelum kuterima?" gumam gadis tersebut.
"Hemm... jika rumah ini dipugar, menelan biaya berapa ya?"
"Astaga Tasya! duit dari mana juga untuk merenovasi? bisa punya rumah dan tanah seluas ini aja sudah anugerah yang luar biasa sekali," gerutu gadis itu pada dirinya sendiri.
Tasya kembali mengamati sekelilingnya. Sebenarnya, lingkungan sudah terbentuk di sana. Banyak sekali tetangga di sisi kiri dan kanan. Hanya saja, karena pekarangan yang luas membuat rumah itu seolah berdiri sendirian. Belum lagi ilalang yang meninggi, perlu usaha keras untuk membersihkannya hingga menjadi rumah yang layak huni. Akhirnya, ia putuskan untuk bertanya ke tetangga, apakah ada orang yang bersedia untuk diminta membersihkan rumah serta merapikan pekarangan yang tentu saja akan diberikan upah.
"Oh, mbak ini pemilik rumah belanda itu ya?"
"Hemm.. warga nyebutnya rumah belanda ya buk?"
"Iya mbak, soalnya sudah tua sekali dan desainnya mirip seperti rumah Belanda."
"Oh gitu.." jawab Tasya seraya mengulas senyum.
"Kalau soal membersihkan rumah dan merapikan pekarangan sih mudah. Banyak yang bisa dimintai tolong. Mau cari berapa orang mbak?"
"Berapa ya bu, dua orang cukup gak ya?"
"Bisa cukup dan bisa juga enggak."
"Kok gitu?"
"Tinggal mbak Tasya ingin cepat selesai atau enggak."
"Emm.. gak buru-buru banget sih buk. Kalau dua orang, seminggu bisa kelar gak ya?"
"Kayaknya lebih dari seminggu."
"Dua mingguan kali ya?"
"Bisa jadi mbak, mungkin gak sampai dua minggu tapi pasti lebih dari seminggu. Pohon-pohon besar juga banyak. Sekalian bilang saja nanti, dahan pohon mana saja yang ingin dirapikan. Mau dibikin taman sekalian juga bisa atau kalau suka berkebun, bisa juga. Sesuai permintaan mbak Tasya pokoknya."
"Ya sudah buk, tolong carikan dua orang saja kalau begitu!"
"Hemm.. itu tuh, pak Yudi dan pak Agus itu gimana? rumahnya di depan situ."
"Terserah bu Chotim saja, saya ngikut."
"Iya mbak. Ohya, mbak Tasya ini kerja atau bagaimana?"
"Pengangguran buk hehe. Sebenarnya, saya punya usaha jualan online. Jualan di internet gitu, aksesoris, impor dari China."
"Wah, kok jauh sekali?"
"Iya buk, murah di sana. Bisa dapat harga yang bagus banget kalau dijual di Indonesia."
"Wah enak ya?"
"Disyukuri saja buk! ini rumah juga hasil dapat warisan kok. Kalau saya, belum bisa beli rumah sendiri."
"Kok baru sekarang mau ditempati? Sudah lama sekali kosong loh rumah itu."
"Saya juga kurang tahu sih buk. Pas saya dikasih tahu kalau mau dikasih warisan ini ya langsung saya terima. Gimana bisa nolak coba?"
Jawaban Tasya mengundang gelak tawa bu Chotim.
"Iya mbak ya, kalau saya yang dapat pun juga bakal langsung saya terima."
Mereka berdua pun kembali tertawa.
...🌸🌸🌸...
Tasya mengendarai motornya untuk kembali ke rumah tantenya. Semenjak ibunya meninggal, tantenyalah yang merawat dirinya beserta adik laki-lakinya yang bernama Rasya. Sementara rumah orang tuanya dulu telah lama dijual untuk melunasi hutang-hutang yang ayah dan ibunya tinggalkan. Maklum saja, ayah Tasya menderita penyakit diabetes serta ginjalnya juga rusak yang mana mengharuskan beliau untuk cuci darah sebanyak dua kali seminggu. Harta benda berharga sudah dijual ibunya untuk biaya berobat hingga meminjam uang baik ke bank maupun ke perorangan. Meski begitu, takdir tetap berkehendak lain. Ayah Tasya meninggal dan dua tahun kemudian, ibunya menyusul. Saat itu, Tasya tengah duduk di kelas tiga SMA sementara adiknya Rasya tengah duduk di kelas satu SMA. Cukup dewasa untuk memahami kepelikan hidup yang mereka alami.
"Kak, kapan kita bisa pindah ke rumah baru?" tanya Rasya yang menyambut kedatangan kakaknya dengan tanya.
"Sabar ya! mungkin.. dua minggu lagi baru bisa ditempatin karena masih perlu dibersihkan dulu, dirapikan dulu dan mungkin.. perlu sedikit direnovasi juga."
"Hemm.. udah gak sabar aku."
"Tapi... bentuk rumahnya itu.. kayak rumah pada zaman Belanda loh."
"Gak masalah kak, namanya juga rumah tua. Yang penting bersih, rapi dan tidak bocor hehe. Aku juga sengaja nyari kerjaan di daerah sana biar gak terlalu jauh nantinya."
"Udah dapat apa belum?"
"Udah dong, kan udah sejak dua bulan yang lalu aku nyarinya. Interview dan psikotes pun sudah. Sudah dikabari kalau diterima juga tadi pagi."
"Alhamdulillah, diterima di bagian apa?"
"Staf IT kak."
"Akhirnya dapat pekerjaan sesuai dengan bidang yang kamu sukai."
"Iya kak."
...🌸🌸🌸...
Seminggu, dua minggu berlalu. Kini, saatnya Tasya dan Rasya untuk pindah ke rumah mereka. Rumah warisan yang telah diberikan untuk mereka.
"Sering-sering main ke sini ya!" pinta bibinya.
"Iya te, tentu saja kami akan sering berkunjung kemari," jawab Tasya.
"Jangan tinggalkan solat dan membaca al-Quran ya!"
"Iya."
"Hati-hati di jalan!"
"Iya te, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah berkendara satu setengah jam, akhirnya mereka pun sampai di lokasi tujuan. Rasya cukup tercengang melihat betapa luasnya tanah yang diwariskan kepada mereka. Rumah zaman kolonial Belanda berdiri kokoh di hadapannya dengan cat yang semula putih digantikan dengan warna tosca terang.
"Heh kenapa, kok bengong sih?"
"Luas banget kak! rumahnya juga besar, sangat besar untuk kita tinggali berdua."
"Betul sekali, karena itulah, kakak berencana untuk mempekerjakan satu orang asisten rumah tangga yang mau tinggal di rumah bersama kita. Biar gak sepi banget kalau pas kamu tinggal kerja."
"Aku sih setuju aja kak."
"Bayarnya patungan ya?"
"Beres."
Tasya dan Rasya saling melempar senyum lalu melangkahkan kaki memasuki rumah yang menyimpan banyak cerita pahit di dalamnya. Sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan tengah mengintai, menunggu untuk menampakkan diri di hadapan mereka. Sesuatu yang tak kasat mata seolah langsung menyambut keduanya. Kala pintu baru dibuka, terasa ada angin kencang berembus, menabrak tubuh mereka. Jika dipikir, cukup aneh sih, ada angin lumayan kencang yang berasal dari dalam rumah. Kakak beradik itu saling memandang sesaat tanpa mengucapkan apa-apa.
...🍂 BERSAMBUNG... 🍂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Ali B.U
hadir kak
2024-04-12
1
Herry Ruslim
nggak curiga,sama om dan tantenya, biasanya serakah,rakus harta, ini dikasih rumah besar pada menolak, harusnya tuh mikir yang panjang..
2023-01-25
1
IG: _anipri
jangan lupa ucapan salamnya Mbak
2023-01-23
1