...Entah malam ke berapa, giliranku menjaga Retno di Rumah Sakit....
...Sementara ayah, beristirahat di rumah....
...Ibu, tak ingin beranjak sedikit pun dari adikku....
...Maklumlah, naluri seorang ibu....
...Saat itu, aku berpamitan hendak keluar untuk mencari makan....
...Ibu mengangguk sembari memintaku membelikannya teh hangat....
...Tak ada firasat apa pun hingga saat aku kembali, ibu mematung menatap ke luar jendela....
...Entah apa yang tengah ia lihat, matanya tak berkedip sedikit pun....
...Jendela dibiarkan terbuka....
...Adikku diam dalam tidurnya....
"Buk, ibuk sedang apa?" tanya Aryo.
Ibunya hanya diam, Aryo merasa ada yang tak beres pada ibunya.
"Dingin, Aryo tutup ya buk jendelanya?" tanya Aryo sembari meraih daun jendela.
"Dia membawa adikmu pergi," ucap ibunya lirih.
Masih dalam posisi yang sama, berdiri mematung sembari menatap lurus ke luar halaman nan gelap.
"Maksud ibuk?"
"Dia membawa adikmu," jawab ibunya sekali lagi.
...Deg.....
Aryo lekas berbalik menghampiri adiknya. Memeriksa denyut nadi serta napasnya. Badannya masih hangat namun jantungnya, tak lagi berdetak. Aryo panik, segera ia berlari ke meja perawat untuk memberitahukan keadaan adiknya. Perawat dan seorang dokter datang, segera memeriksa dan ternyata benar, Retno dinyatakan meninggal. Saat itulah ibunya berbalik dan mulai menangis. Di dalam deru tangis yang riuh memenuhi ruangan, muncul tanya di batin Aryo perihal sikap aneh yang ibunya tunjukkan.
"Kenapa ibu mematung di depan jendela?"
"Kenapa adiknya tiba-tiba meninggal?"
"Dan siapa yang dimaksud ibu, siapa yang membawa pergi adikku? malaikat? tidak mungkin ibu bisa melihatnya atau jangan-jangan..."
...Deg......
Kabar kematian Retno sampai juga di telinga pak Bayan. Beliau terkejut bukan kepalang. Sungguh tak menyangka anaknya pergi dengan begitu cepat. Baru juga berusia tiga tahun, sudah dipanggil sang pencipta. Sekokoh apa pun pertahanan pak Bayan, akhirnya goyah jua, ia menangis hingga sesenggukan.
Tahlilan diadakan hingga tujuh hari lamanya. Selama itu pula kondisi mental ibunya terguncang. Depresi akibat kehilangan membuat ibunya sering berbicara sendirian. Kadang tertawa lalu tiba-tiba menangis tanpa sebab. Pak Bayan hanya bisa membelai lembut rambut istrinya lalu memeluknya. Wajar jika ibunya menjadi sedemikian kehilangan sebab penantian untuk mendapatkan anak kedua ini cukuplah lama. Terlihat dari jarak usia antara Aryo dan Retno. Selain itu, balita berusia tiga tahun masih dalam fase lucu-lucunya. Semua kenangan terus membayang membuat kehilangan kian menyakitkan.
"Kasihan ibuk," ucap si mbok kala melihat majikan perempuannya duduk di teras sembari memeluk boneka milik Retno.
"Buk.." panggil pak Tomo pelan.
"Ada apa?" tanya pak Tomo kemudian.
"Lihat pak! apa tidak ada cara untuk menyembuhkan ibuk?"
"Ini penyakit mental buk, sulit diobati. Hanya waktu yang bisa menyembuhkannya."
"Duh gusti! ada apa toh ini? kenapa jadi begini? kasihan ibuk, kasihan bapak, kasihan mas Aryo."
"Sabar buk!"
...Depresi yang dialami ibu semakin menjadi....
...Tidak hanya berbicara atau tertawa sendiri namun mulai mengamuk tanpa kendali....
...Ada saja warga yang menyarankan untuk mengurung ibu di kamar karena biasanya, ibu akan keluar rumah dan memarahi siapa pun yang lewat....
...Alhasil, ayah membuat keputusan untuk selalu mengunci pintu depan dan pintu belakang agar ibu tidak bisa keluar....
...Bukannya mengatasi masalah, malah menjadikan depresi ibu kian parah....
...Ibu tak terima dikunci di dalam rumah dan sering mendobrak pintu juga jendela hingga terkadang melukai dirinya sendiri....
"Aryo, ayah rasa, ibumu sudah gila," ucap pak Bayan ketika ia dan Aryo sedang duduk di teras rumah.
"Ibuk masih belum bisa merelakan kepergian Retno."
"Ibumu tidak bisa melawan hingga berakhir seperti ini."
"Lalu, apa yang akan ayah lakukan?"
"Ayah bingung. Menurutmu bagaimana kalau kita bawa ibumu ke rumah sakit jiwa?"
"Yah.."
"Siapa lagi yang bisa menolong kalau bukan orang yang ahli di bidangnya?"
"Apa ayah masih meragukan dugaan kami?"
"Dugaan apa?"
"Semua hal buruk yang terjadi dalam keluarga kita, berkaitan dengan sosok jin perempuan yang menaburkan tanah kuburan."
"Kalau pun percaya, apa yang bisa kita perbuat?"
"Cari orang pintar yah!"
"Lama-lama, ayah juga bisa gila. Sakit medis kok malah datangnya ke dukun."
"Kyai yah, ustad atau semacamnya."
"Aryo, hari ini jaga ibumu! tidak perlu ikut ayah ke kebun! ayah berangkat dulu!"
Aryo mengangguk seraya mengatupkan bibirnya. Mendebat hanya akan memancing emosi ayahnya. Aryo memilih diam dan kemudian berjalan masuk memeriksa keadaan ibunya.
"Mbok, itu sarapan untuk ibuk?"
"Iya mas Aryo," jawab si mbok.
"Sini, biar saya saja yang menyuapinya!"
"Baik mas."
Aryo membuka pintu kamar ibunya sembari menyunggingkan senyuman.
"Buk, makan dulu ya?"
Aryo mulai menyuapi ibunya. Satu suapan, dua suapan hingga suapan ketiga yang ditahan dengan tangan ibunya.
"Ada apa buk?" tanya Aryo.
"Ibuk kangen Retno, tolong antarkan ibuk ke makamnya!"
"Ibuk.. ibuk sudah sadar?"
"Ibuk baik-baik saja Yo. Kamu mau kan menemani ibuk ke makam adikmu?"
"Mau buk mau."
Aryo sangat senang sebab kini, ibunya telah kembali normal. Sepertinya, beliau telah berhasil melewati masa kritis akibat kehilangan.
"Mas Aryo yakin mau membawa ibuk ke makam? bagaimana kalau nanti ibuk mengamuk lagi?"
"Jangan khawatir mbok! ibuk sudah sembuh sekarang."
"Kalau begitu, biarkan saya dan pak Tomo menemani kalian!"
"Boleh mbok, kita pergi bersama-sama."
"Iya mas."
Ternyata, apa yang si mbok khawatirkan tidak terjadi. Di sepanjang perjalanan hingga sampai di makam, bu Bayan terlihat tenang. Begitu pun ketika mereka memanjatkan doa untuk Retno, bu Bayan tidak mengamuk sama sekali. Beliau turut mendoakan dengan air mata yang tak henti-hentinya berlinang. Suasana haru lekas terbentuk. Membuat si mbok dan yang lainnya turut menitikan air mata. Lebih dari satu jam mereka di sana sebelum kemudian, Aryo mengajak ibunya untuk pulang.
"Nak, ibuk pulang dulu ya! Retno baik-baik di surga, tunggu ibuk di sana!"
Ucapan tulus dari seorang ibu yang terasa begitu pilu.
"Mari buk!"
"Iya ayo!"
...🌸🌸🌸...
Di rumah, bu Bayan duduk diam memandangi pakaian mungil milik Retno. Mengusapnya perlahan seiring bulir-bulir air mata yang kembali berjatuhan. Si mbok bergegas ke dapur untuk menyeduhkan teh hangat untuk majikannya.
"Ibu mana yang bisa tegar ketika ditinggalkan anaknya?" gumam bu Bayan.
Aryo lantas mendekat, mencoba menenangkan ibunya.
"Retno sudah bahagia di surga."
"Aryo.."
"Iya buk."
"Apa kamu masih ingat yang ibu katakan di malam kematian adikmu?"
"Itu..."
"Kematian adikmu ini, tidak wajar."
...Deg......
"Maksud ibuk?"
Ibunya menggeser posisi duduk hingga berhadapan dengan putranya, Aryo. Bibirnya mulai terbuka hendak bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi pada malam kematian Retno.
...🍂 Bersambung... 🍂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Ali B.U
next,
2024-04-13
1
Fitri wardhana
nah loh
2022-07-20
1
Bintang kejora
Kasian Bu Bayan..., tp sygnya suaminya ttp saja tdk mempercayai ucapan siapapun. Dia ttp teguh dg logikanya.
Aryo & Pak Tomo tdk bs berbuat apa² kecuali ttp melihat apa yg akan terjadi stlh kematian si kecil, Retno.
2022-04-08
2