HARTA

Siapa manusia laknat yang melakukan hal itu pak?" tanya pak Bayan.

"Soal itu, lebih baik kalian tidak tahu. Khawatir tidak bisa menahan emosi akhirnya saling berkelahi. Nanti, keluarga pak Bayan yang malah diserang balik sebab hal semacam ini, tidak bisa dibuktikan secara fisik," papar pak kyai.

"Tapi pak kyai, ini.."

Belum selesai pak Bayan bicara, datang seseorang yang mengetuk pintu sembari mengucapkan salam. Alhasil, perbincangan itu pun berhenti dan dijawablah salam dari orang tadi. Ternyata, yang datang adalah salah satu anak buah pak Bayan.

"Ada apa Ri? ayo masuk dulu!"

"Tidak usah pak Bayan, ada hal penting yang ingin saya laporkan."

"Ada apa?"

"Gudang penyimpanan ambruk pak."

"Hah? yang benar kamu?"

"Benar pak."

"Bangunan sekokoh itu, kenapa bisa tiba-tiba ambruk?"

"Saya juga kurang tahu pak. Sebaiknya, bapak segera ke sana!"

"Iya-iya ayo! ohya, saya pamit dulu pak ustad, maaf ini darurat!"

"Iya pak Bayan silahkan!"

"Ayo Ri cepat!"

"Iya pak."

"Bu Bayan, sepertinya ini, ambruknya gudang pak Bayan untuk merenggut harta kalian," ucap pak kyai.

Semua orang hanya bisa terdiam. Sementara itu, pak Bayan begitu keheranan, tak ada angin tak ada hujan, kenapa bisa atap gudang penyimpanannya ambruk. Sialnya lagi, masih ada banyak sekali cabai di sana yang rencananya akan dikirimkan ke para pedagang hari ini. Benar-benar rugi besar pak Bayan.

"Pak, cabai yang rusak mau diapakan?" tanya Ari salah seorang anak buah pak Bayan.

Pak Bayan mendengus, berusaha menahan amarah.

"Yang masih lumayan bagus, ambil! bawa pulang untuk kalian semua! yang hancur, kumpulkan, lempar ke tanah samping! biar sekalian saya punya kebun cabai sendiri."

Ari hanya mengangguk, tak berani berkata apa pun. Suasana hati pak Bayan sedang buruk. Lewat dari tengah hari, pak Bayan baru kembali. Langkahnya gontai, wajahnya kuyu.

"Kenapa nasibku buruk sekali?" gerutunya di dalam hati.

"Gimana yah?" tanya bu Bayan.

"Hancur buk, rugi besar kita."

"Masak tidak ada yang bisa diselamatkan?"

"Ada tapi hanya sebagian kecil saja."

"Astaghfirulloh."

"Perbaikan atap gudang juga membutuhkan banyak biaya."

"Sabar yah! makan siang dulu ya? ibuk buatkan kopinya!"

Pak Bayan hanya mengangguk seraya berjalan menuju dapur.

"Duduk yah!"

"Iya buk."

Bu Bayan mulai meracik kopi dipadu dengan gula lalu diseduh menggunakan air panas. Setelah selesai, segera ia suguhkan untuk suaminya lalu kembali sibuk, mengambilkan makanan untuk suaminya. Di sela-sela makan, bu Bayan mengajak suaminya berbincang.

"Sekarang ayah sudah percaya kan dengan ucapan kami semua?"

Pak Bayan menatap istrinya sesaat lalu menganggukkan kepala.

"Alhamdulillah kalau ayah sudah percaya. Setelah ini, mari sama-sama kita cari jalan keluarnya!"

"Pak ustad tadi memberikan saran apa?"

"Pak ustad tadi menyarankan untuk kita semua rajin membaca al-Quran dan jangan sampai meninggalkan solat lima waktu. Berdoa, meminta pertolongan yang kuasa. Jika ayah menyetujui, pak ustad akan membantu kita menghilangkan teluh ini."

"Lakukan saja! ayah setuju."

"Pak ustad juga bilang kalau masalah ini cukup berat. Dia juga tidak yakin bisa mengatasinya atau tidak tapi dia berjanji akan berusaha."

"Kalau pak ustad tidak bisa, bagaimana dengan gurunya? barangkali gurunya bisa."

"Iya yah, nanti kita diskusikan lebih lanjut kalau memang pak ustad tidak mampu mengatasi!"

"Iya buk."

...Sejak hari itu, ayah percaya....

...Bahkan, kami semua rutin mengaji usai solat maghrib atau isya....

...Renovasi gudang penyimpanan juga dilakukan....

...Sialnya, malah terjadi kebakaran hebat yang entah disebabkan oleh apa....

...Polisi menyelidiki tapi tidak menemukan hasil yang diharap....

...Ayah tercenung di teras rumah....

...Meski wajahnya terlihat datar, terlihat normal layaknya orang yang tengah menikmati waktu luang sembari meminum kopi andalan namun kami, aku dan ibuku mengerti, betapa beratnya beban yang sedang ia pikirkan....

...Entah, berapa besar kerugian....

...Ayah tak lagi membicarakannya dengan kami....

...Teluh ini, sungguh telah merenggut banyak hal dalam keluarga kami....

...Pak Ustad juga mundur, tak mampu membantu lebih jauh lagi....

...Sementara kami mencari pertolongan lain, tabungan terus terkucur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari....

"Yah.." panggil bu Bayan seraya mengulurkan camilan.

Pak Bayan hanya mengangguk lalu menghela napas panjang.

"Sabar ya yah!"

"Salah apa ayah ini? tega sekali berbuat begini? apa juga salah anak kita? Retno masih sangat kecil."

Bu Bayan tak kuasa menahan tangis kala suaminya menyinggung soal kematian putri kecil mereka.

"Maafkan ayah buk! pasti hal ini terjadi karena kesalahan ayah meski saat ini, ayah masih belum tahu, apa salah ayah dan siapa yang menaruh dendam pada ayah."

"Ayah tidak salah apa-apa. Ibuk yakin, mereka hanya iri saja kepada keluarga kita, kepada kesuksesan bisnis ayah."

"Habis buk, mata pencaharian kita."

"Masih bisa kok yah, kita bisa bangun gudang di pekarangan rumah."

"Ide bagus itu buk."

"Iya yah, tidak perlu besar-besar, ayah atur saja!"

"Iya-iya. Akan segera bapak urus soal pembangunan gudang baru di pekarangan kita!"

"Iya pak."

...Semangat ayah kembali muncul....

...Segera ia atur perihal pembangunan gudang di pekarangan sembari kembali berbisnis seperti biasa....

...Sayangnya, cobaan masih terus datang....

...Mandor, tukang dan kuli mengalami sakit yang tidak wajar....

...Tiba-tiba ambruk yang kami kira terkena serangan jantung namun hasil pemeriksaan mengatakan bahwa kondisi mereka sangatlah sehat....

...Setiap hendak kembali bekerja, ada saja yang mereka rasakan....

...Tiba-tiba mual hingga muntah....

...Berkali-kali hal ini terulang membuat mereka takut dan enggan untuk meneruskan pekerjaan....

...Alhasil, satu persatu mengundurkan diri....

...Lebih dari empat kali berganti pekerja namun hal yang sama masih terjadi....

...Pada akhirnya, ayah menyerah....

...Pembangunan dihentikan, semua material dibiarkan mangkrak....

...Ayah kembali jatuh, mentalnya terpuruk, tergerus oleh keadaan....

...Sebab hal ini, turut berimbas pada keuangan keluarga....

"Sebenarnya siapa yang mengirimkan teluh pada keluargaku?" tanya pak Bayan pada dirinya sendiri.

Dia mulai mengingat dengan teliti. Di otaknya telah muncul beberapa nama yang telah ia curigai. Mengerucutkan beberapa nama itu menjadi lima nama saja dari bagaimana mereka bersikap selama ini lalu memanggil pak Tomo untuk mendiskusikan dugaannya.

"Dari ke lima nama itu, menurutmu, siapa yang paling memungkinkan Mo?"

"Saya tidak berani menuduh pak," jawab pak Tomo.

"Ah tidak, kita ini sedang berdiskusi."

"Tidak berani pak karena saat ini, kondisi bapak sedang tidak stabil. Khawatirnya, jawaban saya akan semakin mengganggu pikiran bapak. Iya kalau jawaban saya tepat, kalau salah bagaimana?"

"Kamu benar Mo, saya sungguh kalut sekarang. Apa kamu sudah menemukan orang pintar yang bisa membantu saya?"

"Sedang diusahakan ini pak. Saya sudah menitip pesan ke sanak saudara juga."

"Begitu, terima kasih ya Mo!"

"Iya pak sama-sama."

...🍂 Bersambung... 🍂...

Terpopuler

Comments

A B U

A B U

next,

2024-04-13

1

Diankeren

Diankeren

tuh kan sama 🤦🏻‍♀️ hii...
bda'y dtmpt w g mnta nywa, tor

2024-01-23

1

🌺B0€ND@ €N0🌺

🌺B0€ND@ €N0🌺

nasi sudah jadi bubur pak Bayan.. kenapa terlalu lamban utk menyadari adanya teror mistis ini...setelah membawa korban nyawa..harta.. baru percaya hal2 diluar nalar ini...

2022-05-09

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!