JURNAL KEMATIAN

Tasya begitu antusias hendak bertemu dengan cicit dari pak Tomo, tukang kebun kakek buyutnya. Bukan tanpa alasan, hal ini didasari rasa penasaran yang membumbung dalam hati. Sama seperti kakaknya, Rasya merasakan hal serupa. Terlebih, telah berulang kali ia mengalami gangguan ghaib dan bisa dibilang, gangguan yang ia alami lumayan parah. Apa lagi kalau bukan tentang penampakan sosok tanpa kaki.

Di kelurahan, pak Lurah menyambut ramah kedatangan mereka dan lekas mempersilahkan mereka untuk duduk. Air mineral dalam kemasan gelas pun disuguhkan. Tanpa basa-basi, Tasya lekas menanyakan perihal alamat yang ia dan adiknya cari. Pak Lurah tersenyum sembari mengulurkan secarik kertas. Tasya dan Rasya membacanya pelan-pelan.

"Ini.. tidak jauh dari sini," gumam Rasya.

"Benar mas, berdasarkan informasi yang saya terima, ini alamat cicit dari almarhum pak Tomo."

"Baik pak, kami terima. Terima kasih banyak atas bantuannya!"

"Sama-sama mas."

"Kami langsung undur diri saja ya pak, mau mencari alamat ini."

"Baik mas silahkan!"

Rasya mengulurkan tangan guna bersalaman sekaligus memberikan sejumlah uang dalam bungkusan amplop yang telah ia siapkan.

"Tidak perlu begini mas!" tolak pak Lurah.

"Tidak apa-apa pak. Sekedar tanda terima kasih dari kami, mohon diterima!"

Pak Lurah tertawa kecil.

"Kalau begitu terima kasih banyak ya!"

"Iya pak, kami pamit ya?"

"Iya."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

...🌸🌸🌸...

Rasya dan Tasya kembali melajukan motornya, menggilas jalanan paving yang lambat laun beralih ke jalan setapak kala mereka memasuki gang rumah sesuai dengan alamat yang diberikan pak Lurah.

"Kayaknya rumah yang itu dek," celetuk Tasya.

"Iya kak, kita turun!"

"Iya."

Tasya mengetuk pintu seraya mengucapkan salam, begitu pun dengan Rasya. Beberapa menit kemudian, terdengar seseorang menjawab salam mereka lalu membukakan pintu rumah.

"Kalian siapa ya?" tanya seorang perempuan muda yang keluar dari dalam rumah.

"Maaf mengganggu! saya Tasya dan ini adik saya Rasya. Apa benar ini rumah dari cicitnya pak Tomo?"

"Pak Tomo?"

"Iya, almarhum pak Tomo."

"Benar tapi suami saya yang merupakan cucunya. Saya menantu di sini, silahkan masuk!"

"Terima kasih."

"Silahkan duduk, saya panggilkan suami saya dulu!"

"Baik."

Tak lama kemudian, seorang laki-laki muda muncul. Mereka saling memperkenalkan diri yang mana ternyata, nama dari laki-laki tersebut adalah Fathan.

"Ada perlu apa ya mencari saya?" tanya Fathan.

"Begini mas..."

Tasya menarik napas perlahan lalu mulai menceritakan tentang semua keanehan yang ia dan adiknya alami semenjak menempati rumah peninggalan kakek buyutnya. Tasya juga mengatakan bahwa ia ingin mengetahui apa saja yang mungkin pernah almarhum pak Tomo ceritakan perihal kakek buyutnya. Terutama tentang sakit yang beliau derita. Sakit yang memunculkan rumor tentang kiriman teluh yang akhirnya menghabisi seluruh keturunan kakek buyutnya tersebut.

"Akhirnya, benar kata ayah, suatu saat akan ada yang datang mencari kebenaran," ucap Fathan.

"Maksud mas Fathan apa?"

"Sebenarnya, saya sudah mendengar kabar kalau rumah itu telah dihuni oleh kalian. Saya juga berniat datang ke sana sebab, kakek buyut saya telah meninggalkan pesan untuk menyerahkan sebuah buku kepada anggota keluarga almarhum pak Bayan yang memang berniat mencari tahu tentang kebenaran dari kematian pak Bayan beserta anak dan istrinya."

"Buku apa mas?"

"Sebentar saya ambilkan!"

"Ini mbak!" ucap Fathan seraya mengulurkan sebuah buku kepada Tasya.

Tasya sangat tertarik dengan buku yang diberi judul "JURNAL KEMATIAN" di sampul depannya itu.

"Ini.."

"Ini adalah buku yang ditulis oleh mas Aryo, anak sulung pak Bayan," terang Fathan.

"Berarti, sudah lama sekali mas Fathan menyimpan buku ini."

"Benar. Dulu, buku ini disimpan oleh kakek buyut saya dan terus diturunkan dengan pesan yang sama sampai jatuh ke saya. Baru kalian yang peduli dan berusaha mencari tahu. Karena itulah, buku ini akhirnya saya berikan. Sudah termasuk menjalankan pesan yang kakek buyut saya tinggalkan."

"Apa alasannya? kenapa tidak langsung diserahkan ke pihak keluarga?"

"Mohon maaf sebelumnya! menurut kakek buyut saya, pihak keluarga tidak terlalu peduli dengan apa yang menimpa pak Bayan. Akan menjadi sia-sia jika menyerahkan buku ini kepada mereka. Kalian pasti berbeda, kalian peduli dan tidak akan mengabaikannya. Terlebih setelah kalian membaca apa yang tertulis di buku ini nanti."

"Terima kasih telah menjaga buku ini selama ini!"

"Sama-sama mbak. Kakek buyut saya sudah banyak dibantu oleh pak Bayan, hal kecil begini sama sekali kami tidak keberatan."

Mereka lanjut berbincang untuk beberapa saat sebelum kemudian, Tasya dan Rasya berpamitan pulang.

...🌸🌸🌸...

Di rumah, Tasya dan Rasya duduk di ruang tengah dan bersiap untuk membuka halaman pertama dari buku yang diberi judul Jurnal Kematian tersebut.

...*Kematian adalah sesuatu yang pasti....

...Kapan terjadinya pun telah tertulis dalam rangkaian takdir....

...Tapi bagaimana jika kematian terjadi secara tidak wajar?...

...Bagaimana jika manusia laknat sengaja bersekutu dengan jin untuk merenggut nyawa sesamanya?...

...Aku adalah Aryo, anak dari seorang tengkulak kaya yang bernama Bayan....

...Tak bermaksud menyombongkan diri tapi mungkin, status sosial ayahku menjadi penyebab kematian kami*....

Begitulah yang tertulis pada lembar halaman pertama dari Jurnal Kematian. Tasya dan Rasya saling memandang lalu kembali membuka lembar berikutnya.

......*Keluarga kami hidup dengan bahagia di desa ini. Profesi ayah sebagai tengkulak hasil panen yang sukses membuat kami, anak-anak dan istrinya hidup berkecukupan.......

...Ibu di rumah, ayah bekerja, sementara aku, baru lulus SMA saat kejadian pelik mulai menyapa kami. Sedangkan adik perempuanku masih berusia tiga tahun*....

Usai membaca bait kisah di halaman kedua, mendadak suasana rumah berubah.

"Apa yang terjadi dek?"

Rasya hanya menggelengkan kepalanya sembari terus memandang ke sekeliling ruangan.

Cat rumah berubah menjadi putih dan seluruh perabotan pun turut berubah.

"Ada apa ini?" gumam Rasya.

Tak lama, muncul seorang anak perempuan yang keluar dari kamar Tasya sambil memegang mainan di tangannya. Disusul seorang perempuan dewasa yang terlihat mengulas senyum sembari membawa mangkok kecil berisi makanan untuk balita tadi. Keduanya terlihat senang bermain bersama di ruang tengah tanpa menghiraukan keberadaan Tasya dan Rasya. Tasya dan Rasya saling memandang tak mengerti.

"Siapa? kapan mereka masuk ke kamarku?" tanya Tasya pelan.

Rasya mengangkat bahu, isyarat tak memiliki jawaban atas pertanyaan kakaknya. Akhirnya, Tasya berinisiatif untuk bertanya.

"Maaf buk! ibuk siapa?"

Tasya diabaikan.

"Buk, ada perlu apa?"

Pertanyaan kedua pun masih belum mendapat jawaban. Hingga kemudian, Tasya berdiri di hadapan wanita tadi, barulah ia mengerti. Wanita dan balita itu tidak dapat melihat keberadaan Tasya dan mereka pun tidak bisa bersentuhan. Tangan Tasya menembus lengan si ibu kala ia berusaha menyentuhnya.

...Deg.....

...🍂 Bersambung...🍂...

... ...

Terpopuler

Comments

A B U

A B U

next.

2024-04-13

1

Moelyanach

Moelyanach

degdegan bcanya

2022-09-13

1

Iyana Computer

Iyana Computer

masuk alam roh

2022-08-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!