...Berat hati kukatakan, semua sudah terlambat....
...Ketika ayah mempercayainya, teluh ini telah menjalar dengan cepat....
...Menghabisi secara perlahan, tanpa ada belas kasihan....
...Dari beberapa nama yang ayah curigai, ada pak Basuki di dalam daftar....
...Saat itu, aku belum berpikir bahwa dia adalah dalang....
...Tentu saja, aku bisa menuliskan hal ini karena telah terungkap pada akhirnya....
...Mungkin, usiaku pun tak akan lama....
...Sebelum pertempuran yang terakhir, kuputuskan untuk menuliskannya ke dalam buku ini....
Di kamar, terlihat pak Bayan berbincang serius dengan istrinya. Beliau mengkhawatirkan banyak hal. Bukan lagi perihal keuangan yang morat-marit tapi juga tentang keselamatan mereka. Bu Bayan menenangkan istrinya dan meminta suaminya untuk bekerja seperti biasa. Kalau memang belum ada gudang, maka langsung dijual saja atau diletakkan di rumah juga tidak masalah.
"Ayah tidak berani meletakkan hasil panen di rumah buk."
"Kenapa yah?"
"Takut terjadi sesuatu, ibu tahu kan kalau teluh itu mengincar harta. Mata pencaharian kita lebih tepatnya. Ayah meletakkan di mana saja tetap diincar. Bayangkan apa yang akan terjadi kalau ayah letakkan di rumah!"
"Benar juga yah."
"Yasudah, bapak ke kebun dulu!"
"Iya pak, sama Aryo juga?"
"Iya."
...Saat pergi ke kebun inilah, aku menjadi yakin bahwa dalang yang sebenarnya adalah pak Basuki....
...Bagaimana tidak, dia berulang kali tersenyum ganjil ke arah kami....
...Bukan hanya aku, ayah juga merasakan hal yang sama....
...Sepanjang hidupku, baru hari itu pak Basuki mengajak kami makan bersama....
...Bahkan, membawa kami ke rumah makan paling mahal di kota....
...Sebenarnya, ayah ingin menolak namun segera aku larang....
...Kukatakan kalau saat ini adalah saat yang tepat untuk mencari tahu, apakah benar, pak Basuki dalang dari semuanya....
"Ayo-ayo, pesan apa pun sesuka kalian!" ucap pak Basuki mempersilahkan.
Pak Bayan mengambil lembar menu lalu memesan satu menu.
"Duh, kamu ini Yan, aku bilang pesan apa pun, kenapa cuma satu? ini ya? ini sama ini juga enak. Pesan lima menu ini ya?"
Pak Basuki sibuk memesan beragam makanan, sedangkan pak Bayan dan Aryo hanya diam memperhatikan.
"Ada angin apa Bas kok tiba-tiba mentraktir kami?" tanya pak Bayan.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya sedang merasa senang dan ingin berbagi kebahagiaan dengan kalian."
"Senang karena apa? dapat warisan kamu?"
Pak Basuki tertawa.
"Ada-ada saja kamu Yan. Bukan, alhamdulillah anakku Burhan diterima di perguruan tinggi pilihannya."
"Oh, kenapa tidak langsung kamu minta melanjutkan bisnismu saja?"
"Pinginnya sih gitu tapi anak juga punya mimpinya sendiri. Aku ya pastinya senang kalau Burhan bisa seperti Aryo yang langsung mau meneruskan bisnis keluarga setelah lulus SMA tapi si Burhan ini susah, dia punya keinginannya sendiri."
"Benar juga."
"Aryo pintar, sebentar lagi sudah bisa kamu lepas untuk mengelola bisnis sendiri."
"Belum, Aryo masih perlu banyak belajar."
"Iya-iya, dengarkan ayahmu Yo! bagaimana pun, orang tua seperti kami sudah banyak pengalamannya."
"Iya pak," jawab Aryo.
Perbincangan mereka terhenti sebab, satu persatu pesanan makanan disajikan. Pak Basuki mempersilahkan pak Bayan dan Aryo untuk makan.
"Hatimu bisa sesenang ini sepertinya bukan hanya karena Burhan masuk kuliah," ucap pak Bayan di sela-sela agenda makan mereka.
Pak Basuki terkekeh sembari mengunyah makanannya.
"Apa lagi Yan? hemm, aku juga senang karena bisnisku ada peningkatan."
"Musibahku memberi banyak manfaat untuk kamu ternyata," jawab pak Bayan seraya tertawa.
"Bukan begitu Yan, namanya juga bisnis, kadang di atas kadang juga di bawah. Sudah sangat wajar kalau kita mengalaminya. Kita harus berbesar hati kalau sedang menurun pendapatan!"
"Kamu benar."
"Kamu suka wayang Yan?"
"Wayang? suka, kenapa tiba-tiba tanya soal wayang? apa mau ada pertunjukan?"
"Enggak, maksudku, kamu ini wayangnya, aku dalangnya."
...Deg......
"Apa maksudmu?"
"Bukan apa-apa, maaf belepotan ngomongku! sambil makan soalnya. Gini-gini, aku juga suka wayang, sekedar keinginan dalam hati saja, ingin bikin pertunjukan wayang di kampung kita."
Pak Bayan hanya diam.
"Kamu tidak mau ya? yasudah tidak usah, kita lupakan saja!"
"Kamu ini.. sebenarnya apa yang ingin kamu katakan Bas?"
"Apa?"
"Musibah yang terjadi di keluargaku, apa ada hubungannya denganmu?"
"Ada."
...Deg ......
"Jujur kukatakan ya Yan, mohon maaf! benar katamu, dengan musibah itu, bisnisku meningkat, itu hubungannya. Jangan menganggapku jahat, ini kehendak Tuhan. Jika kita bertukar posisi, kamu juga akan diuntungkan bukan?"
"Kamu tahu jelas apa maksudku Bas. Jujur saja, aku sempat mencurigaimu."
"Mencurigaiku atas apa?"
"Teluh, keluargaku diteluh, itu perbuatanmu kan?"
"Yan, tidak boleh menuduh tanpa bukti!"
"Bukti apa? masalah ghaib seperti ini tidak bisa dibuktikan."
"Kamu benar, karena tidak bisa dibuktikan maka biarkan!"
"Jadi benar kamu pelakunya?"
"Sudah kubilang kalau aku ini dalang."
Pak Bayan langsung menggebrak meja namun pak Basuki tetap makan dengan tenang.
"Apa salahku? apa salah Retno, anakku?"
"Kamu ini manusia paling picik di dunia. Kamu lupa pernah membuat keluargaku berada dalam kemalangan?"
"Kapan aku melakukannya?"
"Tiga tahun yang lalu, dengan seenaknya kamu memberikan harga lebih tinggi dari harga yang telah kusepakati dengan para petani yang akhirnya membuat mereka semua menjual hasil panen padamu. Sementara aku, sudah terlanjur hutang bank untuk membeli gudang. Bisnisku goyah sementara masih harus bayar cicilan dan menyekolahkan dua anak serta menanggung hidup mertuaku yang stroke."
"Kamu..."
"Kamu pasti dengan entengnya berkata kalau itu masalah persaingan bisnis tapi kamu lupa kalau pesaingmu punya keluarga untuk dihidupi. Beruntung sejak dua tahun yang lalu, ditetapkan harga yang sama sehingga penjualan bisa merata. Banyak yang mengeluhkan hal ini tapi mereka memilih diam dan perlahan-lahan gulung tikar. Hanya aku yang berani melawanmu."
"Apa tidak bisa dibicarakan baik-baik?"
"Apa kamu juga memikirkan kami semua saat melakukan hal itu dulu?"
...Deg.....
Pak Bayan menundukkan kepalanya.
"Aku tahu, aku salah. Aku minta maaf padamu. Bisakah kamu hentikan teluh kirimanmu itu?"
"Seperti katamu Yan, masalah ghaib begini tidak bisa dibuktikan. Jadi, apa buktimu kalau akulah yang mengirimimu teluh?"
"Kamu!!"
"Kamu masih mau makan lagi atau sudah selesai? akan segera aku bayar!"
Pak Bayan kembali menggebrak meja lalu melangkah pergi dari rumah makan, Aryo mengekor di belakang. Sementara pak Basuki tetap melanjutkan aktivitas makannya tanpa menoleh ke arah pak Bayan dan anaknya.
"Kamu lupa Yan, anakku yang baru lahir juga mati, tiga tahun lalu karena aku tidak punya uang untuk membiayai perawatan nicu untukknya, semua itu karenamu," gumam pak Basuki di dalam hati.
Tasya terhenyak, dia bingung. Entah siapa yang salah di antara keduanya. Masalah ini benar-benar jauh lebih rumit dari yang terlihat.
...🍂 Bersambung... 🍂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Ali B.U
next
2024-04-13
1
Diankeren
ngsih hrga tggi k ptani bkn'y bgus y? 🤔 kan mnyjahterakan kaum ptani. brrti Pak bayan tgkulak royal. knpe lu g ikutan ngsih hrga tggi juga y.. mnimal klo g mmpu g usah stggi pak bayan. ckup g mmbuat lu rugi. gtu aja kok repot. klo ngsih hrga rndah, merugikan ptani, y wjar lah dtggl kbur. ptani juga sama kyk lu btuh mnghidupi kluarga'y.
knpe jdi dndam? pnykit hti aja bnyk alesan
2024-01-23
1
Diankeren
iya biarkan, kr'na ada blasan lbih pait dripda blasan mnsia pak bas.
2024-01-23
1