Sheila melajukan mobilnya menuju pulang ke rumah kontrakannya. Hatinya masih kesal dengan pernyataan kakak iparnya yang selalu mengingatkan tentang perjodohan dirinya dengan Nathan. Baru sebentar Sheila merasa lega saat dirinya tidak mengingat tentang hal itu, kini dirinya mulai ingat jika statusnya memang bukan seorang jomblo.
"Argh!" teriak Sheila kesal dengan memukul kemudi. Jika saja kemudi bisa bicara, dia pasti akan bilang, apa salahku? Kenapa orang-orang suka sekali memukulku ketika kesal?
Tak terasa Sheila telah tiba di depan rumah kontrakannya. Ia turun dari mobil dan melihat jika rumah Tarjo masih gelap. Itu berarti si empunya rumah belum pulang.
"Haaahh!" Sheila kembali mendesah kasar.
Entah apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini. Padahal baru sebentar ia mengenal Tarjo. Namun ada sesuatu dalam hatinya yang begitu bergemuruh ketika bersama dengan pemuda culun itu.
Sheila membersihkan diri dan mengganti bajunya dengan piyama tidur miliknya. Ia merebahkan tubuhnya dengan terus menatap pesan dari Tarjo.
Hingga akhirnya Sheila terlelap dan melupakan makan malam. Rencana makan malam di tempat Cecilia batal karena kekesalan Sheila terhadap kakak iparnya itu.
Suara deru motor terdengar. Sheila terbangun dan segera keluar dari kamarnya. Entah apa yang terjadi. Sheila begitu bersemangat untuk bertemu dengan Tarjo.
Pria culun itu baru saja turun dan melepas helmnya.
"Tarjo!" panggil Sheila.
Pria itu terkejut melihat Sheila ada di depannya dengan wajah sembab bekas menangis.
Sheila berlari dan langsung memeluk Tarjo. Ia menangis dalam pelukan pria itu.
Tarjo yang bingung hanya bisa diam dan tak bicara apapun.
"Ada apa dengannya?" batin Tarjo.
Tak ingin tangis Sheila bertambah kencang, Tarjo pun mengulurkan tangannya dan mengusap punggung Sheila. Setelah lama berpelukan, Sheila pun mulai melepaskan tangannya.
"Maaf..." Sheila menundukkan wajahnya. Ia menghapus air matanya dengan tangan.
"A-ada a-apa?" tanya Tarjo.
Sheila menggeleng. "Tidak apa-apa."
"Apa dia marah karena aku tidak jadi makan malam dengannya? Tapi, kenapa sampai menangis begini? Haduh, apa yang harus kulakukan?" batin Tarjo terus bertanya-tanya.
"Ka-kau ma-mau ma-masuk?"
Sheila mengangguk. Ia duduk di kursi di ruang tamu rumah kontrakan Tarjo. Dalam kesunyian tiba-tiba terdengar bunyi dari perut Sheila.
"Aku lapar!" lirih Sheila.
Hampir saja Tarjo tertawa keras. Namun ia harus bisa bersikap di depan Sheila.
"Ka-kau be-lum ma-makan?"
Sheila menggeleng. "Aku ketiduran. Apa kau punya makanan?"
"A-akan ku-kubuatkan mie i-instan."
Sheila meringis. "Terima kasih."
Tak lama Tarjo menyajikan mie instan buatannya. Sheila memakannya dengan lahap. Tarjo tersenyum melihat tingkah Sheila yang menurutnya lucu itu.
"Ka-kau ke-napa me-menangis?" tanya Tarjo setelah Sheila menyelesaikan makannya.
Sheila terdiam kemudian menatap Tarjo dan tersenyum.
"Tidak apa-apa. Aku sudah baik-baik saja. Terima kasih ya. Kalau begitu aku pulang dulu. Ini sudah malam. Maaf ya aku mengganggu waktumu."
Sheila beranjak dari duduknya kemudian keluar dari rumah Tarjo tanpa bicara apapun lagi.
Sementara Tarjo hanya menatap Sheila heran.
"Aku yakin terjadi sesuatu dengannya. Tapi apa?" batin Tarjo bertanya-tanya.
#
#
#
Sheila mengerjakan pekerjaannya seperti biasa. Hari ini ia memutuskan untuk bicara dengan Nathan. Ia tak bisa menunda lagi. Sudah terlalu sesak jika ia harus terus melanjutkan perjodohan ini.
Sheila melirik Nathan yang masih fokus dengan pekerjaannya. Sheila ingin mengirim pesan. Namun rasanya kurang pas jika melalui pesan.
Waktu telah menunjukkan saatnya jam makan siang. Sheila memberanikan diri untuk menemui Nathan karena ini bukan lagi jam kerja.
Sheila mengetuk pintu ruangan Nathan.
"Masuk!" Terdengar sahutan dari dalam.
Sheila melangkah maju dan berdiri didepan meja Nathan.
"Permisi, Pak!" ucap Sheila yang membuat Nathan menghentikan pekerjaannya dan menatap Sheila.
"Ada apa?" tanya Nathan tegas dan dingin.
"Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Bukan sebagai bos dan bawahan. Ini masalah pribadi kita," ucap Sheila.
Nathan melirik jam dinding di ruangannya. Waktunya jam makan siang.
"Baiklah. Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Nathan.
"Temui aku di kafe Chocolatte Lover setelah pulang kerja."
Nathan menghela napas. "Baiklah."
Sheila membungkukkan sedikit badannya kemudian berlalu dari hadapan Nathan.
Nathan menatap Sheila dengan banyaknya pertanyaan dalam benaknya.
"Sebenarnya ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan tangisan dia semalam?" gumam Nathan dalam hati.
#
#
#
Pukul enam petang, Sheila keluar dari gedung Avicenna Grup dan langsung tancap gas menuju kafe Chocolatte Lover. Sebenarnya ia ingin memilih kafe milik Cecilia. Namun ia tak ingin kakak iparnya itu kembali ikut campur dalam masalahnya.
Nathan yang melihat mobil Sheila telah keluar dari parkiran gedung, hanya bisa terdiam dan menerka-nerka apa yang akan dikatakan gadis itu. Ia meminta Agus untuk pulang dengan taksi. Ia akan mengendarai sendiri mobilnya.
Tiba di kafe Chocolatte Lover, Nathan segera turun dari mobil dan mencari keberadaan Sheila. Ia melihat gadis itu tengah terduduk dengan menatap meja.
Nathan menghampiri meja Sheila dan berdiri di depannya. Sheila mendongak melihat Nathan telah tiba.
"Kau sudah datang? Duduklah!" ucap Sheila.
Nathan memesan secangkir coklat hangat kepada pelayan.
"Katakan sebenarnya ada apa?" tanya Nathan.
"Tolong batalkan perjodohan kita!" ucap Sheila dengan mata berkaca-kaca.
"Apa?! Kau menyuruhku datang kemari hanya untuk mengatakan itu? Kau sendiri tahu jika itu sudah tidak mungkin dilakukan!" ucap Nathan tegas.
"Iya, aku tahu. Tapi..." Sheila terlihat menitikkan air matanya. Sungguh ia tidak ingin terikat dengan orang yang tidak dicintainya.
"Kau ingin papaku dan papamu celaka?" tanya Nathan.
Sheila menatap Nathan jengah. "Kau bilang kau punya kekasih. Kenapa tidak katakan itu saja pada kedua orang tua kita? Kita sama-sama memiliki kekasih. Makanya kita tidak ingin perjodohan ini dilanjutkan!" seru Sheila dengan suara bergetar.
"Apa kau memiliki kekasih?" tanya Nathan.
Sheila terdiam. Ia menyeka air matanya.
"Tidak!" jawabnya.
"Tapi aku menyukai seseorang!" lanjut Sheila.
Nathan terdiam. Hatinya bergemuruh mempertanyakan banyak hal.
"Apa kau ingin hidup bersama dengan orang yang tidak kau cintai? Kakak-kakak kita menikah dengan orang mereka cintai. Kenapa kita tidak?" tanya Sheila.
Nathan menghela napas. "Baiklah. Jika itu maumu. Aku akan bicara dengan kedua orang tuaku."
Nathan berlalu dari tempat itu tanpa meminum secangkir coklat hangat yang sudah dipesannya. Ia masuk kedalam mobilnya dan memukul kemudi.
Nathan mengusap wajahnya kasar. Ia menatap Sheila yang juga ikut keluar dari kafe itu. Ia melihat Sheila mengetikkan sesuatu di ponselnya. Mungkin sebuah pesan.
Tak lama ponsel Nathan bergetar. Lebih tepatnya ponsel Tarjo. Nathan segera membuka sebuah pesan yang ternyata dari Sheila.
Sheila: "Kamu dimana? Bisa temani aku?"
Nathan menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Ia menatap Sheila yang masih berdiri di depan kafe. Gadis itu terus memandangi ponselnya. Ia seakan menunggu balasan pesan dari seseorang.
Tarjo: "Aku sedang menuju jalan pulang. Aku akan beli martabak untuk kita makan."
Sheila terlihat tersenyum menerima pesan balasan dari Tarjo. Kemudian gadis itu berjalan menuju mobilnya dan segera pergi dari area kafe.
Nathan masih bergeming didalam mobil. Semua perlengkapan menjadi Tarjo telah ia siapkan didalam mobilnya.
"Apakah ini memang yang terbaik? Apa harus dengan jalan seperti ini kita menemukan cinta?" gumam Nathan sambil memakai kacamata dan gigi palsunya.
Tak lama Nathan segera tancap gas untuk menuju ke rumah kontrakannya dan berubah menjadi Tarjo.
#bersambung
*Hmmm, galau deh jadinya 😑😑😑
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Lisa Hoi Fung
.lo
2022-05-21
1
Nur Hayati
semangat author..💪💪
2022-04-12
1
🎤🎶 Erick Erlangga 🎶🎧
galaukan jadinya bang😔😔
2022-03-22
1