Sheila tiba di gedung Avicenna Grup dan memarkirkan mobilnya di parkiran. Ia turun lalu menuju lobi untuk bertanya pada resepsionis.
Sheila memandang takjub gedung yang berarsitektur mewah itu. Tidak diragukan lagi jika Avicenna Grup memang perusahaan besar. Dan Sheila bangga jika dia berhasil menjadi bagian dari perusahaan ini.
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan lobi. Seorang pria muda turun dari mobil dan langsung di serbu oleh para pencari berita.
Sheila yang berada tak jauh dari sana terkejut karena banyaknya orang yang berkerumun. Tubuhnya terhuyung karena bertabrakan dengan orang-orang itu.
"Tuan Nathan, apa benar rumor yang beredar tentang Anda?"
"Tolong berikan statement Anda, Tuan Nathan."
"Tuan Nathan, tolong dijawab! Apakah rumor itu benar?"
Orang-orang itu memberondong si pria muda bernama Nathan dengan pertanyaan beruntun. Namun tak satupun ia menjawab pertanyaan dari para pencari berita.
Nathan menerobos kerumunan dengan meninggalkan sejuta spekulasi yang akhirnya membuat pencari berita membuat kesimpulan sendiri. Para petugas keamanan segera menggiring para wartawan untuk keluar dari gedung Avicenna Grup.
Sheila terduduk lemas di lantai. Tubuhnya terhuyung hingga terjatuh. Seorang penjaga keamanan menghampiri Sheila.
"Nona, kau baik-baik saja?"
Sheila mengangguk. Lalu ia berdiri dengan dibantu security.
"Nona ingin mengikuti wawancara kerja?" tanya security itu.
Sheila kembali mengangguk. Sheila membawa sebuah map yang bisa dipastikan itu adalah berkas lamaran kerja.
"Terima kasih, Pak," ucap Sheila kemudian.
"Sama-sama, Nona."
"Oh ya, Pak. Toilet dimana ya? Saya harus merapikan penampilan saya."
"Di sebelah sana, Nona."
"Baik, Pak. Terima kasih." Sheila sedikit menundukkan kepala kemudian berlalu.
Dalam hati ia menggerutu. "Siapa sih tadi? Kenapa sampai di kejar-kejar wartawan gitu?"
...#...
...#...
...#...
Nathaniel Putra Avicenna, putra ke dua dari dinasti Avicenna yang dikenal merajai dunia bisnis. Setelah ayahnya, Roy Avicenna pensiun sebagai dokter dan CEO, kini Nathan lah yang menggantikan posisinya. Sedangkan kakaknya, Boy, masih menjadi direktur utama rumah sakit Avicenna.
Nathan masuk ke ruangannya yang bertuliskan CEO itu. Ia langsung duduk di kursi kebesarannya dengan mendesah kasar.
"Kenapa bisa ada banyak wartawan di depan, Harvey?" ucap Nathan dengan marah pada Harvey, tangan kanan Nathan.
"Maaf, Tuan. Saya juga tidak tahu jika mereka akan datang sepagi ini." Harvey menundukkan kepala. Nathan memang memiliki mood yang berbeda-beda tiap waktu. Dia sudah terbiasa dengan sikap Nathan yang seperti itu.
Nathan terlihat memijat pelipisnya pelan.
"Lalu sekarang aku harus bagaimana, Harvey?" Hanya Harvey saja yang dipercaya Nathan untuk memberikan solusi.
"Tenang, Tuan. Saya sudah mendapat solusi yang tepat untuk meredam berita tentang Tuan."
"Apa itu?"
"Tuan akan memiliki seorang sekretaris baru."
"Hah?! Apa? Apa dia perempuan?"
Harvey tersenyum kecut. "Tentu saja perempuan, Tuan. Bukankah Tuan ingin rumor tentang Tuan yang dikira penyuka sesama jenis itu mereda? Tuan harus lebih banyak berinteraksi dengan perempuan." Harvey nampak manggut-manggut dengan idenya sendiri.
"Akh! Kau ini!"
"Percaya saja pada saya, Tuan. Saat ini sedang ada wawancara untuk posisi sekretaris. Saya sudah meminta pihak HRD agar mencarikan sekretaris sesuai dengan keinginan Tuan."
Nathan nampak gelisah. "Kau tahu, aku tidak pernah berhubungan dengan wanita selain mama, nenek, Shelo, dan satu wanita bar-bar bernama Ivanna. Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap dengan wanita."
Nathan terlihat frustasi.
"Nah justru itu. Dengan adanya sekretaris wanita di sisi Tuan, maka Tuan bisa menggeser rumor tentang Tuan. Ya kecuali kalau memang rumor itu benar."
Nathan mendelik kearah Harvey.
"Jangan sembarangan! Aku masih normal!"
"Kita tinggal menunggu kabar dari pihak HRD. Saya yakin semua akan baik-baik saja, Tuan."
"Ya ya, terserah kau saja. Kuharap idemu ini benar-benar bagus. Sekarang keluarlah!"
"Baik, Tuan."
...#...
...#...
...#...
Sementara itu, Sheila berkumpul dengan para pelamar lain untuk menunggu giliran wawancara.
"Ternyata banyak juga yang melamar posisi ini. Apa aku bakalan diterima ya?" batin Sheila mulai cemas.
"Ah, sudahlah Sheila. Jangan berpikiran negatif. Kamu harus optimis! Kamu pasti bisa!" Sheila menyemangati dirinya sendiri.
"Saudari Sheila Adi Putri." Seorang wanita memanggil nama Sheila.
Sheila segera masuk ke dalam ruangan yang sudah berisi satu orang wanita berusia sekitar 40 tahunan.
"Selamat pagi, Bu," sapa Sheila ramah.
"Selamat pagi, silakan duduk."
Sheila sedikit membungkukkan badan kemudian duduk.
Wanita bernama Widya itu memperhatikan Sheila dari ujung kepala hingga ujung kaki sejak Sheila masuk ke dalam ruangan. Kemudian ia memeriksa berkas yang dibawa oleh Sheila.
"Lulusan luar negeri dan S2? Apa benar dia ingin melamar menjadi posisi sekretaris?" batin Widya.
"Maaf, Nona Sheila. Anda yakin jika Anda ingin bekerja sebagai sekretaris CEO?"
Sheila mengangguk mantap. "Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, Bu," ungkap Sheila jujur.
"Dilihat dari penampilannya, dia memang cantik dan semua barang yang dipakainya adalah barang mahal. Sepertinya dia sangat cocok untuk jadi sekretaris bos," batin Widya lagi.
"Ibu ini kenapa sih? Kenapa menatapku begitu? Apa ada yang salah denganku?" batin Sheila yang merasa risih dengan tatapan Widya.
"Baiklah, Nona Sheila. Mulai besok Anda sudah bisa bekerja sebagai sekretaris CEO."
"Hah?! Benarkah, Bu? Saya diterima?"
Mata Sheila berbinar bahagia. Ia keluar dari ruang wawancara dengan hati berbunga.
Sheila menari-nari ala-ala girlband korea yang sedang digandrungi. Ia akan menuju lift dan turun ke parkiran. Rasanya ia ingin memberitahu seluruh dunia jika dirinya bisa diterima kerja di perusahaan besar seperti Avicenna Grup.
Dari kejauhan mata Nathan memicing ketika melihat seorang gadis menari-nari tak jelas. Ia menggeleng pelan.
"Siapa dia? Apa dia pegawai disini? Apa mereka sesenang itu bisa bekerja disini?" batin Nathan dengan tersenyum tipis.
"Silakan, Tuan." Harvey mempersilakan Nathan masuk ke dalam lift khusus CEO karena ia akan rapat bersama Ivanna.
Tiba di private room resto Royale Hotel, Nathan masuk kedalam dan sudah ada Ivanna yang duduk disana.
"Kau terlambat, Tuan," ucap Ivanna.
"Hanya lima menit. Terjebak macet. Kau tahu kan kota besar ini semakin padat saja," bela Nathan.
"Baiklah. Kita langsung saja. Ini proposal dari Dirgantara Corp. Kau periksa dulu saja."
Nathan duduk berhadapan dengan Ivanna dan membuka berkas yang di bawa Ivanna.
"Hmm, sudah benar. Kau selalu hebat, Na."
Ivanna tersenyum. Lalu memukulkan sendok ke kepala Nathan.
"Periksa yang benar, Nate. Aku tidak ingin ada revisi."
Nathan memegangi kepalanya yang terasa berdenyut setelah dipukul Ivanna.
"Kau selalu saja bar-bar," sungut Nathan.
Nathan memeriksa kembali dengan seksama.
"Oh ya, dimana asistenmu? Harvey?" tanya Ivanna.
"Aku memintanya menunggu di luar saja. Kau tahu, Na. Rumor tentangku semakin banyak. Mereka bilang aku penyuka sesama jenis. Yang benar saja!" cerita Nathan. Hanya dengan Ivanna ia bisa bercerita dengan bebas. Meski wanita ini dianggap bar-bar oleh Nathan, tapi hanya dia yang bisa memahami perasaan Nathan.
"Iya, aku sudah mendengarnya. Kak Boy akan mengurusnya dengan Bang Aji. Kau jangan khawatir."
"Menurutmu apa dengan memiliki sekretaris aku bisa terbebas dari rumor itu?" tanya Nathan yang kini sudah merembet ke masalah pribadi. Urusan bisnis hanya sebentar saja mereka membahasnya.
"Hmm, boleh juga. Mungkin dengan begitu kau tidak selalu bersama Harvey. Kalian terlalu dekat. Aku juga jadi curiga." Ivanna menaik turunkan alisnya.
"Hei, Na. Aku masih normal! Buktinya aku berteman denganmu. Dan aku juga dekat dengan Shelo."
"No, No. Kau dekat dengan para emak-emak, Nate. Gadis! Seorang gadis! Setidaknya kau harus dekat dengan seorang gadis. Oke?"
"Ya ya, baiklah. Semoga saja ide dari Harvey memang benar-benar membantu."
Nathan menghela napas kemudian mulai memanggil pelayan untuk menyiapkan makan siang mereka berdua.
...#...
...#...
...#...
Di kediaman Avicenna, Roy menggeram kesal melihat headline berita tentang putra bungsunya yang dikabarkan penyuka sesama jenis. Memang selama ini Roy sendiri tidak pernah melihat Nathan berhubungan dengan wanita. Hanya ada Shelo dan Ivanna saja dalam hidupnya.
Dulu, Roy sempat ingin menjodohkan Nathan dengan Ivanna, tapi ternyata gadis itu memilih menikah muda dengan pria lain. Kini setelah lima tahun memimpin Avicenna Grup, Nathan hanya fokus pada bisnis dan tak memikirkan percintaan.
"Apa-apaan ini? Bisa-bisanya mereka membuat berita seperti ini?" kesal Roy.
"Mas, sabar. Jangan marah begitu. Kita tahu jika Nathan tidak mungkin begitu." Lian mengusap lengan Roy.
"Sebaiknya kita harus mencarikan jodoh untuk Nathan, Pa." Boy ikut menimpali.
"Hmm, itu benar juga. Tapi siapa? Apa kau punya ide?"
"Entahlah, Pa. Kita harus mencari gadis yang tepat. Nanti akan kupikirkan. Akan kutanyakan juga pada Aleya. Siapa tahu dia memiliki kandidat untuk jodoh Nathan."
Lian tersenyum. "Tapi, jangan memaksanya, Boy. Kau tahu kan Nathan tidak suka dipaksa."
"Iya, Ma. Kalau begitu aku pamit ya. Aleya dan anak-anak pasti sudah menungguku." Boy yang bertandang sebentar untuk menjenguk orang tuanya kini pamit pulang.
Setelah menikah, Boy memilih untuk memiliki rumah dan keluarga kecilnya sendiri.
"Hati-hati ya, Nak." Lian mengusap bahu putranya. Wajah senja Lian masih terlihat cantik.
"Papa jangan memikirkan soal berita ini. Aku akan mengurusnya." Boy meyakinkan Roy.
"Terima kasih, Nak. Titip salam untuk Aleya dan anak-anakmu ya. Lain kali ajak mereka juga kesini."
"Iya, Pa."
#
#
#bersambung
Mampir juga ke 👇👇👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Putri Minwa
menarik untuk di baca thor
2023-11-20
2
🍭ͪ ͩ☠ᵏᵋᶜᶟ印尼🇮🇩小姐ᗯ𝐢DYᗩ 𝐙⃝🦜
contohnya dengan emak author ini , pasti Nate dekat juga kan 😂😂😂
2022-08-06
3
gigietha
akhirnya, ketemu penulis yang benar dalam pengucapan kata SILAKAN. simple sih, tp pembaca kyk aku, kadang jengah ngeliat kata yg salah tapi terasa normal.
2022-08-05
4