Sheila masuk ke dalam kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. Hatinya masih kesal dengan sikap kakaknya ditambah dengan Nathan.
"Aaarrgghhh! Sebal sebal sebal sebal!" teriak Sheila dengan menghentakkan kaki diatas ranjang.
Dering di ponselnya membuat Sheila makin kesal. Ia melihat layar ponsel dan tertera nama Rangga disana.
"Halo," jawab Sheila malas.
"Kamu dimana, Shei?"
"Dirumah kontrakan, kenapa?"
"Loh, kok pulang ke kontrakan? Mobil kamu ada di rumah papa, harusnya kamu pulang kesini dong!"
"Nggak mau! Siapa suruh kakak ngerjain aku! Besok suruh supir antarkan mobilku ke rumah kontrakan!"
"Hmm, ya sudah. Jangan marah lagi dong! Nanti cantiknya hilang loh!"
"Bodo amat!" Sheila menutup panggilan secara sepihak.
Hatinya benar-benar kesal saat ini. Namun tiba-tiba ia memikirkan tentang ucapannya pada Nathan tadi.
"Mungkin kalo aku punya pacar, aku bisa menolak perjodohan ini," gumamnya.
"Tapi siapa yang mau jadi pacarku? Aku juga nggak punya temen cowok. Ah, sialnya!" Sheila uring-uringan.
Tiba-tiba ia teringat akan Naina. "Naina kan punya pacar, apa aku minta dikenalin sama temennya pacar Naina aja?"
Dengan percaya diri, Sheila mengetikkan pesan kepada Naina. Namun sedetik kemudian...
"Tidak, tidak! Memalukan sekali minta dikenalin sama cowok!" Sheila menghapus kembali pesan yang akan dia kirim.
"Untuk sementara aku harus bertahan dengan semua ini. Siapa tahu dengan jadi sekretarisnya si gumpalan es, aku bisa ketemu sama klien yang tampan dan masih single." Sheila terkikik sendiri dengan semua pemikiran di otaknya.
*
*
*
Di sisi Nathan, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Pembicaraannya dengan Sheila masih belum selesai karena berakhir dengan pertengkaran.
"Gadis itu berani sekali berkata begitu padaku! Awas saja besok!"
Tak ingin otaknya bertambah panas, Nathan menuju ke sebuah kedai eskrim langganannya dan Shelo dulu. Karena bergaul dengan Shelo dan Ivanna yang penyuka eskrim, lama-lama Nathan pun juga ikut terbawa dengan kesukaan kedua wanita itu.
Nathan turun dari mobilnya. Ia berjalan ke kasir dan memesan satu eskrim vanilla. Telinganya mendengar celotehan seorang anak kecil yang sedang bersama dengan ibunya.
Mata Nathan berbinar melihat ada Ivanna disana.
"Na!" panggil Nathan.
"Hai, Nate. Kau disini juga?" tanya Ivanna.
Nathan menghampiri Ivanna beserta dua anaknya yang sedang menikmati eskrim.
"Kamu sendirian? Dimana suamimu?" tanya Nathan.
"Dia sedang menuju kemari. Kamu sendiri?"
"Aku sendiri saja. Aku sedang kesal. Makanya aku butuh pendingin," tutur Nathan.
Ivanna mencebikkan bibirnya. "Ada apa lagi memangnya?"
"Kau tahu, ternyata papa menjodohkan aku dengan sekretarisku sendiri."
"What?! Are you serious?"
"Serius, Na. Sheila itu ternyata putri dari pemilik AJ Grup."
Ivanna membulatkan mata. "Hmm, AJ Grup yang merajai bisnis frozen food ya?"
"Iya." Nathan tampak frustasi.
"Sudah kuduga jika dia bukanlah gadis sembarangan. Kalau begitu kau beruntung, Nate."
"Beruntung apanya? Aku tidak bisa membayangkan jika aku bersama dengannya. Setiap hari pasti kami akan selalu bertengkar."
Ivanna menatap jengah sahabatnya ini. "Kau harus mengubah sikapmu, Nate. Kau terlalu dingin dan cuek pada wanita. Dan kau terlalu menyebalkan!"
Nathan mendelik kearah Ivanna.
"Itu benar!"
"Tapi aku juga tidak bisa menolak perjodohan ini karena aku tidak tega menyakiti hati papa dan mama."
"Kalau begitu kau harus menerimanya, Nate. Kulihat dia gadis yang baik."
"Kau tidak tahu seperti apa dia! Tadi saja kami bertengkar, dan dia berani berkata keras padaku. Dia anak manja yang menyebalkan!" sungut Nathan.
"Dulu kita juga sering bertengkar. Tapi sayang kita tidak berjodoh, hahaha." Ivanna tergelak mengingat masa lalunya dengan Nathan yang seperti Tom and Jerry.
Nathan menyuap eskrim yang sudah hampir meleleh itu.
"Bagaimana kalau kau menyamar saja," celetuk Ivanna asal.
Nathan mengerutkan dahi. "Menyamar bagaimana?"
"Jika kau ingin tahu kepribadian dia lebih dalam, mungkin dengan menyamar kau akan mengetahui seperti apa dia yang sesungguhnya. Terkadang banyak hal yang ditutupi oleh seorang gadis. Senyum manis yang mengembang bisa saja didalamnya tersembunyi sebuah kesedihan."
Nathan terdiam. Mungkin yang dikatakan Ivanna ada benarnya juga.
"Ah, tidak tidak! Akan sangat merepotkan jika harus melakukan hal seperti itu."
Ivanna mengedikkan bahu. "Ya sudah kalau tidak suka. Aku hanya asal bicara saja." Ivanna melanjutkan memakan eskrimnya dan mengelap mulut anak-anaknya yang penuh dengan noda eskrim.
"Baiklah. Aku harus pergi." Nathan melirik jam tangannya dan beranjak dari duduknya.
Tak lama suami Ivanna datang dan menyapa Nathan sekilas. Nathan langsung tancap gas kembali ke rumahnya.
*
*
*
Liburan telah usai, kini semua orang kembali pada rutinitas harian mereka. Kembali mencari sejumput uang untuk kehidupan sehari-hari.
Sheila tiba di kantor lebih awal dan langsung menuju ke ruangan Nathan. Pria itu belum datang dan Sheila sengaja membuat kopi lebih dulu.
Nathan tiba di parkiran dan melihat mobil Sheila sudah terparkir disana. Untuk pertama kalinya ia tidak turun di lobi depan hanya untuk memastikan apakah Sheila sudah datang atau belum.
"Sudah datang rupanya!" gumam Nathan.
Nathan segera menuju lift dan naik ke lantai ruangannya berada. Ia berjalan tegap dan masuk ke dalam ruangannya tepat setelah Sheila membuatkan kopi untuknya.
"Selamat pagi, Pak. Ini kopinya sudah saya siapkan," ucap Sheila ramah dan mengulas senyum.
Sejenak Nathan mengingat tentang apa yang diucapkan Ivanna.
"Apakah senyumnya itu palsu?" batin Nathan.
"Hari ini saya tidak ingin minum kopi. Bawa lagi kopinya dan buatkan saya teh!" titah Nathan.
Sheila membulatkan mata. "Ba-baik, Pak."
Sheila mengambil cangkir kopi dan membawanya ke pantry. Dengan kesal ia membuatkan teh untuk Nathan.
"Silakan, Pak. Ini tehnya," ucap Sheila.
"Hmm." Nathan hanya berdeham. Ia menyuruh Sheila untuk kembali ke mejanya dengan hanya mengibaskan tangannya.
Sheila berdecak kesal namun sebisa mungkin ia bersikap tenang karena bagaimanapun juga Nathan adalah atasannya. Ia duduk di meja kerjanya dan membuat jadwal Nathan juga laporan yang diminta Harvey.
Hari ini Sheila mengikuti kemanapun agenda Nathan untuk bertemu dengan beberapa klien. Tak ada percakapan yang berarti diantara mereka. Tak ada juga pertengkaran karena mereka bersikap profesional sebagai rekan kerja.
Pukul enam sore, Nathan kembali ke kantor setelah rapat diluar. Mobilnya berhenti didepan lobi. Nathan keluar dari mobil dan berjalan masuk ke gedung Avicenna. Namun Agus, si supir menghentikan langkah Nathan.
"Maaf, Tuan. Bagaimana dengan Nona Sheila? Dia tertidur, Tuan," ucap Agus.
"Hah?! Tidur?" Nathan mengernyitkan dahi.
Ia melirik kearah mobilnya dan kembali kesana.
Nathan membuka mobil dan melihat Sheila yang memang terlelap.
"Astaga! Bagaimana bisa dia tertidur di saat begini." Nathan memijat pelipisnya pelan.
"Hei, bangun!" Nathan menyenggol lengan Sheila.
Gadis itu masih bergeming. Sepertinya ia kelelahan karena seharian mengikuti Nathan bertemu banyak klien.
"Shei! Sheila!" panggil Nathan dengan lebih keras.
"Astaga!" Nathan frustasi. Kemudian ia berpikir sejenak. Nathan mengambil tas Sheila dan meraih kunci mobil gadis itu.
"Pak, tolong bawakan mobil Sheila ke rumahnya. Bapak ikuti mobil saya. Saya akan antarkan Sheila ke rumahnya," titah Nathan.
"Baik, Tuan." Agus menerima kunci mobil Sheila dan berlalu menuju parkiran.
Nathan masuk ke dalam mobil dan menatap Sheila yang masih terpejam.
"Selain manja kau juga merepotkan!" gumam Nathan dingin.
Melihat mobil Sheila keluar dari parkiran, Nathan segera tancap gas untuk mengantarkan Sheila ke rumah kontrakannya.
Empat puluh menit berlalu, mobil Nathan tiba di depan rumah kontrakan Sheila. Ia kembali membangunkan gadis itu.
Tapi sepertinya Sheila memang sangat susah untuk dibangunkan. Mau tak mau akhirnya Nathan memutuskan untuk mengangkat tubuh Sheila. Tak mungkin juga ia meminta Agus untuk mengangkat tubuh Sheila.
Nathan meminta Agus untuk membuka pintu gerbang rumah Sheila. Nathan masuk ke rumah itu lalu mengedarkan pandangan mencari kamar Sheila.
Nathan menuju sebuah kamar dan membuka pintunya.
"Dia lumayan rapi juga," batin Nathan. Ia memperhatikan sekeliling kamar Sheila tanpa melihat langkahnya hingga tersandung dan membuatnya jatuh bersama dengan tubuh Sheila ke atas ranjang.
Sheila yang terkejut merasakan tubuhnya terjengkang ke belakang akhirnya membuka mata. Tubuh Nathan jatuh diatas tubuh Sheila.
Sheila membulatkan mata melihat siapa yang ada diatas tubuhnya. Mata mereka sempat beradu dengan jarak yang begitu dekat. Bahkan Sheila bisa merasakan hembusan napas pria itu.
"Pak Nathan! Apa yang bapak lakukan?" teriak Sheila. Ia segera mendorong tubuh Nathan hingga terpental ke lantai.
Sheila segera bangkit dan membenahi pakaiannya.
"Aw!" Nathan meringis kesakitan.
"Bapak ngapain di kamarku?" tanya Sheila marah.
Nathan bangkit dari lantai dan menatap Sheila.
"Tidak perlu berteriak! Saya tidak tuli!" ucap Nathan dingin.
"Harusnya kamu berterimakasih karena saya sudah mengantar kamu pulang ke rumah kontrakanmu. Kemarin kamu juga tidak berterimakasih pada saya. Dasar tidak tahu diri!" ketus Nathan.
Sheila terdiam. Ia mulai mengingat semua kejadian yang terjadi hari ini. Terakhir kali ia ingat jika dirinya baru pulang menemui klien bersama Nathan. Lalu sekarang dirinya malah sudah tiba di rumah kontrakannya.
"Ma-maaf..." lirih Sheila menundukkan wajahnya. Sungguh ia malu karena sudah berkata kasar pada Nathan.
"Tadi saya tersandung, makanya saya jatuh di atas tubuh kamu. Jadi, jangan berpikir macam-macam. Kalau begitu saya permisi."
Nathan keluar dari kamar Sheila dan meninggalkan gadis itu yang masih tertunduk malu.
#bersambung
*Hayooo loh, Bang Nathan marah tuh Shei. Kamu harus minta maap 😁😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
🎤ImaEdg🎧
sayang sekali hanya sampai saling tatap aja 😒
2023-10-19
1
❤️⃟Wᵃf🍁Ꮮιͣҽᷠαͥnᷝαͣ❣️🌻͜͡ᴀs
udh macam tom and jerry aja mereka
2022-07-29
1
Last Oct
makin mantul Mak ...👍👍👍👍✨
2022-07-27
3