-Rumah Sakit Avicenna-
Boy sedang berjalan memeriksa keadaan poli yang masih ramai dengan banyaknya pasien. Ia terbiasa mengontrol sendiri bagaimana pelayanan para dokter dan karyawannya. Itu juga ia lakukan agar jika ada komplain dari pasien, ia bisa langsung menyelesaikannya.
Dari kejauhan Boy melihat sepasang suami istri paruh baya yang sepertinya ia kenali. Boy menghampiri mereka yang ternyata sedang antri di poli milik Dion, dokter bedah jantung.
"Om Adi, Tante Sandra," sapa Boy.
Suami istri itu menoleh dan tersenyum melihat Boy.
"Nak Boy," balas Sandra.
"Bagaimana kabar kalian? Om Adi akan melakukan general checkup?" tanya Boy.
"Kami baik, Nak. Iya, seperti biasa, Papa harus diperiksa karena kondisinya agak menurun."
"Tuan Adi Jaya Santosa," panggil seorang perawat.
Dengan cepat Boy mengambil alih kursi roda yang dipegang Sandra dan mendorongnya masuk ke dalam bilik periksa Dion.
"Biar saya saja, Tante."
"Terima kasih, Nak Boy."
Boy meminta Dion untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk Adi Jaya.
Sementara Adi Jaya diperiksa, boy dan Sandra menunggu diluar.
"Bukankah kondisi Om Adi sudah lebih baik, Tante? Kenapa bisa menurun lagi?" tanya Boy prihatin.
"Itulah Nak Boy. Sejak putri kami memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup mandiri, kondisi Papa mulai menurun. Pastinya dia memikirkan Sheila yang jauh darinya," cerita Sandra.
Boy mengangguk paham. "Kalau boleh tahu, memangnya kenapa Sheila sampai pergi dari rumah?"
"Dia hanya ingin membuktikan jika dirinya bukanlah anak manja dan bisa mandiri tanpa bantuan Papa dan kakaknya."
Boy turut sedih dengan kondisi keluarga Adi Jaya.
Saat sedang menunggu suaminya selesai diperiksa, tiba-tiba ponsel Sandra berbunyi.
"Sebentar ya, Nak Boy. Tante angkat telepon dulu!"
"Iya, Tante."
Sandra sedikit bergeser dan menjawab panggilan yang ternyata dari Cecilia.
"Apa?! Benarkah? Syukurlah kalau begitu. Ini kabar yang cukup bagus. Terima kasih ya Cecil." Sandra menutup panggilan bersama Cecilia.
Sandra segera kembali menemui Boy.
"Nak Boy!" panggil Sandra.
"Iya, ada apa Tante?"
"Tante baru saja dapat kabar dari menantu tante, Cecilia. Katanya sekarang Sheila bekerja di Avicenna Grup," ucap Sandra berbinar.
"Eh? Oh ya? Dibagian apa, Tante?"
"Tante mau minta tolong pada Nak Boy agar bisa menjaga Sheila. Dia baru pertama kali bekerja. Kadang dia juga masih manja. Cecilia bilang dia jadi sekretarisnya CEO. Itu berarti bukankah jadi sekretarisnya adiknya Nak Boy?"
"Hah?! Sekretaris Nathan? Sejak kapan Nathan memiliki sekretaris?" batin Boy.
"Iya, Tante. Jangan khawatir. Saya akan sampaikan pada Nathan."
"Terima kasih, Nak Boy."
Tak lama Adi Jaya keluar dibantu oleh perawat yang mendorong kursi rodanya.
"Kondisi Om Adi sudah banyak kemajuan, sebaiknya jangan terlalu banyak pikiran," ucap Dion.
"Terima kasih, Dokter Dion," balas Sandra.
"Nak Boy, kalau begitu Tante pamit dulu ya. Sampaikan salam untuk papa dan mama Nak Boy," lanjutnya.
"Iya, Tante, Om. Hati-hati di jalan ya!"
Boy menatap kepergian pasangan suami istri itu dengan penuh tanya.
"Kenapa putri dari AJ Grup malah bekerja di Avicenna Grup? Hmm, aku harus memastikannya apa benar putri Om Adi jadi sekretaris Nathan. Aku akan bertanya pada Harvey," batin Boy kemudian mengambil ponselnya.
...*...
...*...
...*...
-Avicenna Grup-
Pagi ini, Sheila berangkat ke kantor lebih awal dari biasanya. Ia ingin lebih bersemangat dalam bekerja meski nanti banyak hal tak terduga terjadi.
Sheila menuju pantry yang ada di ruangan Nathan.
"Hmm, akan kubuatkan dia kopi dulu. Jadi, nanti dia tidak perlu menyuruhku lagi."
Sheila membuat secangkir kopi untuk Nathan. Menurut waktu yang sudah dijadwalkan jika Nathan akan datang sebentar lagi.
Sheila meletakkan secangkir kopi di meja Nathan. Kemudian ia kembali ke meja kerjanya dan membuat jadwal untuk bosnya itu.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Sheila melirik sebentar. Matanya membola melihat nama yang tertera di layar.
"Gumpalan Es!" batin Sheila.
Buru-buru ia menjawab panggilan dari Nathan.
"Halo, Pak."
"Kamu dimana?"
"Di kantor, Pak."
"Cepat turun! Kita akan rapat diluar!"
"Hah?! Ba-baik, Pak."
Sambungan telepon berakhir. Sheila segera mengambil buku catatannya dan meraih tas slempangnya. Ia berlari menuju lift dan segera menuju lobi.
Sebuah mobil mewah berwarna putih sudah menunggu di depan lobi.
Nathan membuka kaca mobilnya.
"Cepat masuk!" titahnya.
"I-iya, Pak." Sheila membuka pintu mobil dan duduk di depan bersama pak supir.
"Dasar, Gumpalan Es! Main ubah jadwal seenak jidat! Dan kenapa juga Harvey tidak ikut dengannya?" batin Sheila menggerutu.
Sheila melirik Nathan yang duduk di belakang. Pria itu sedang sibuk dengan tablet dan ponselnya.
Sheila mengirim pesan pada Harvey.
Sheila : "Kenapa kamu tidak ikut rapat diluar?"
Harvey : "Tidak. Aku mengurus pekerjaan yang disini."
Sheila mendesah pelan. Sepertinya seharian ini dia akan bersama dengan Nathan.
Sheila mengikuti kemanapun langkah Nathan. Ia bertemu dengan beberapa klien dalam sehari itu.
"Gila! Apa dia itu manusia Terminator? Bagaimana bisa melakukan semuanya sendiri," batin Sheila.
Terakhir, Nathan bertemu dengan Ivanna. Ibu muda itu terlihat memperhatikan Sheila.
"Cantik juga sekretarismu," bisik Ivanna.
"Biasa saja!" jawab Nathan datar.
"Ish, kau! Untuk ukuran seorang gadis, dia bisa dikatakan sempurna, Nathan. Wajah cantik, tinggi semampai, kulit bersih, dan rambut hitam panjang. Kurasa pesonanya bisa meredam rumor tentangmu." Ivanna terkekeh.
"Sudah! Kenapa jadi membahas soal aku sih? Katakan ada apa? Kenapa menyuruhku kemari?"
"Ini ... Bang Aji sudah menyetujui proyek bersama kita. Jadi, kita bisa langsung memulai pengerjaannya."
Nathan dan Ivanna berbincang serous dengan sesekali melempar candaan. Sheila yang melihat hal itu menjadi jengah.
"Sebenarnya hubungan apa yang mereka jalin? Mereka terlihat sangat akrab dan dekat," batin Sheila dengan mengerucutkan bibirnya.
...*...
...*...
...*...
Pukul lima sore, Sheila keluar dari gedung Avicenna Grup setelah seharian keluar bersama Nathan. Sheila menuju ke mobilnya dan segera tancap gas dari parkiran. Tubuh lelahnya ingin segera ia istirahatkan.
Tanpa disengaja Nathan melihat mobil merah yang ia lihat di parkiran kantornya.
"Jadi mobil merah adalah milik gadis itu? Siapa dia sebenarnya? Apa dia bukan dari keluarga sembarangan?" batin Nathan.
Hingga akhirnya mobil Nathan juga ikut pergi dari area gedung Avicenna Grup.
...***...
Di kediaman keluarga Avicenna, malam ini, Boy sengaja berkunjung untuk bicara dengan Roy dan Lian tanpa diketahui oleh Nathan pastinya. Adiknya itu memang tidak pernah melewatkan makan malam bersama keluarganya, karena menurut Nathan saat berkumpul di meja makan, itulah waktu yang hangat untuk bercengkerama dengan orang-orang terkasih.
Alhasil Boy datang sebelum Nathan pulang ke rumah. Ia membicarakan hal serius mengenai masa depan Nathan.
"Kamu serius, Boy? Jadi, Nathan sekarang punya sekretaris? Dan gadis itu adalah putri dari pendiri AJ Grup?" Roy tercengang mendengar cerita Boy.
"Iya, Pa. Gimana kalau kita jodohkan saja Nathan dengan Sheila? Kurasa dia gadis yang baik. Ya meski Tante Sandra bilang jika Sheila adalah anak yang manja."
Lian nampak terdiam. Pastinya melepas putra bungsunya adalah hal sulit meski itu akan terjadi jika waktunya sudah tiba.
"Ma, apa mama setuju?" tanya Boy.
"Keluarga Adi Jaya adalah keluarga baik-baik dan terpandang. Papa sih oke-oke saja. Sayang, kita harus melakukan ini. Mau sampai kapan Nathan terus sendiri tanpa ada kejelasan yang pasti. Kita juga bertambah tua. Aku ingin melihat Nathan menikah ketika aku masih sehat," bujuk Roy.
"Mas, jangan bicara begitu. Jika menurut Boy dan Mas ini adalah rencana yang baik, Mama sih setuju saja. Apalagi jika gadis itu dari keluarga yang baik juga."
Boy tersenyum mendengar persetujuan kedua orang tuanya. "Kita akan atur waktu untuk bisa menemui keluarga Om Adi. Aku yakin mereka setuju untuk berbesanan dengan kita."
Usai bicara dengan kedua orang tuanya, Boy pamit undur diri. Saat tiba di depan rumah, Boy bertemu dengan Nathan yang baru tiba di rumah.
"Kak Boy! Kakak disini?"
"Hai, buddy. Kau baru pulang?"
Nathan mengangguk. "Apa terjadi sesuatu dengan mama dan papa?" tanya Nathan panik.
"Tidak! Tidak ada apa-apa. Kau masuklah! Ada yang ingin papa dan mama bicarakan denganmu." Boy menepuk bahu Nathan kemudian berlalu.
Nathan masuk ke dalam rumah dengan mengerutkan dahinya. "Ada apa sih?" gumamnya.
Setelah membersihkan diri, Nathan turun ke lantai bawah untuk makan malam bersama Lian dan Roy. Nathan merasa ada yang janggal dengan sikap kedua orang tuanya.
Karena tak ingin menerka-nerka, Nathan akhirnya memberanikan diri bertanya.
"Ma, Pa, kak Boy bilang ada yang ingin Mama dan Papa bicarakan. Soal apa?"
Lian tersedak saat sedang mengunyah makanannya. Roy segera menyodorkan segelas air untuk istrinya.
"Benar, Nak. Ada yang ingin Papa bicarakan denganmu." Roy mengelap bibirnya.
Nathan mendengarkan dengan seksama.
"Papa dan Mama berniat ingin menjodohkanmu," ucap Roy.
Mata Nathan membulat sempurna mendengar penuturan ayahnya.
"A-apa?! Dijodohkan?"
#bersambung
*Untuk kisah Ivanna ada di nopel karya dek bucin fii sabilillah, Ivanna, Putri Sultan Milik CEO.
*Hayooo, babang Nathan pasti kepo dia dijodohin sama siapa 😬😬😬
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Putri Minwa
maraton nya bikin penasaran ya, apa lagi kalau mereka tahu bakal dijodohin
2023-11-25
0
dila
eh makane kok ada ivana ada kak aji masih nyambung ya tyt , oke oke faham thor semangat 🥰
2022-09-16
2
❤️⃟Wᵃf🍁Ꮮιͣҽᷠαͥnᷝαͣ❣️🌻͜͡ᴀs
ga nyesel marathon keren ihh gimana ya reaksi mereka ber2 kalo tau mau dijodohin😅😅
2022-07-29
1