Perlahan Dara membuka kedua netranya yang sebelumnya tertutup. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah langit-langit bercat putih polos. Ia linglung, dari raut wajahnya seolah bertanya kenapa dia ada di sana. Lalu ia menengok ke arah kanannya dan betapa terkejutnya dia saat mendapati Abhay yang tengah duduk di sampingnya.
"KAK ABHAY!" Dara terlonjak. Ia pun tergesa-gesa langsung duduk, tak peduli dengan kondisinya yang masih lemas.
Abhay yang sedari tadi sedang anteng dengan gadget nya, langsung mendongak setelah mendengar suara Dara.
"Untuk orang yang abis pingsan, tenaga lo masih kuat juga," ucap Abhay yang sudah memposisikan tubuhnya menjadi lebih tegak.
"Kenapa Kakak ada di sini?!"
"Gue lagi ngadem,"
"Kenapa ngademnya pas gue lagi di sini?"
Setelah Dara bertanya seperti itu, ia dibuat bingung oleh pertanyaannya sendiri. Ia pun mengerutkan kedua alisnya.
"Bentar. Tadi kan gue pingsan di tengah lapang. Kok gue bisa ada di sini?!" tanya Dara panik.
"Menurut lo?" Abhay balik bertanya.
Dara tersenyum remeh. "Gak mungkin Kakak yang bawa gue, kan?" tanya Dara sambil terkekeh kecil.
Abhay tak menanggapi. Ia malah memasang wajah serius.
Dara yang belum mendapat jawaban, ia kembali bertanya. "Gak mungkin, kan?" ulangnya.
Abhay masih tak menjawab. Ia masih konsisten memasang wajah seriusnya. Hal itu membuat Dara semakin ragu dengan pemikirannya. Apa iya Abhay yang membawanya ke UKS? Dara masih belum yakin, karena rasanya aneh jika Abhay benar-benar membawanya ke UKS.
"Seriusan? Lagian gak mungkin juga. Ini kan masih jam belajar, masa iya Kakak keluyuran." Dara masih berpikir positif. Ia harus mematahkan pemikiran mustahil tersebut.
Abhay bernafas kasar. Ia pun berniat menceritakan kejadian sebenarnya.
"Gue tadi lagi dihukum di luar. Trus-" Abhay tak jadi melanjutkan ceritanya.
"Bentar. Kenapa juga gue harus cerita ke elo," ucap Abhay heran. Karena setelah dipikir-pikir untuk apa juga ia repot-repot harus menjelaskan. Seakan-akan ia ingin mengambil perhatian Dara.
"Ya trus kenapa Kakak ngelakuin itu? Alasannya apa?" tanya Dara.
Abhay membeku untuk sepersekian detik setelah Dara menanyakan hal itu. Karena sejujurnya Abhay pun tak tahu alasan ia melakukan itu apa.
Abhay menggaruk hidungnya. "Iy-a kan tadi gue udah bilang mau ngadem. Kebetulan gue liat lo pingsan ya gue manfaatin." Abhay ngeles. Tak mungkin juga ia memberi tahu Dara bahwa tubuhnya yang menggerakkan.
"Seriusan alasannya itu?"
"Ya trus apa? Lo mikirnya gue khawatir? Heh, yang bener aja, gak usah geer!" Abhay sewot.
"Dih biasa aja kali gak usah sewot. Gue juga gak mikir kaya gitu kok," balas Dara tak kalah sewotnya.
Kemudian terdengar suara gesekan pintu yang menandakan ada seseorang yang masuk ke ruangan itu. Ternyata yang masuk adalah Ibu Sekar. Beliau adalah guru bahasa Inggris sekaligus pembina UKS dimana beliau juga mengurus segala urusan kesehatan para anak-anak di SMA Nusa bangsa. Sebagai guru, usianya terbilang muda. Mungkin jika tidak di sekolah beliau lebih cocok dipanggil kakak ketimbang ibu.
"Abhay kenapa kamu masih di sini?" tanya Ibu Sekar. Abhay memang bukanlah murid Bu Sekar, namun Bu Sekar mengenali Abhay. Siapa sih yang tidak tau Abhay, murid yang terkenal bad di sekolah.
"Kan nemenin pacar saya, Bu."
Dengan seenak jidat Abhay beralasan seperti itu. Tentu saja Dara terkejut, Ia pun melotot ke arah Abhay seolah mempertanyakan apa maksud sebenarnya.
"Pacar pacar," ujar Bu Sekar. Lalu ia beralih menatap Dara. "Kok kamu mau sih pacaran sama dia?"
Dara sedikit syok setelah Bu Sekar menanyakan hal itu. "Eu... Hehehe. Gak tau, Bu," jawab Dara canggung.
"Udah Abhay, kamu kembali ke kelas. Jangan cari kesempatan biar gak belajar yah!" perintah Ibu Sekar.
"Tapi pacar saya, Bu?"
"Yang lebih tau kondisi pacar kamu siapa? Sudah, jangan banyak alasan kamu. Cepat kembali ke kelas!"
Melihat Abhay yang terus didesak pergi, tentu Dara merasa puas. Karena kehadiran Abhay hanya akan menggangu kenyamanannya saja.
Abhay pun mulai melangkahkan kakinya tuk pergi dari ruang UKS. Dengan begitu, mau tak mau ia harus melanjutkan hukumannya yang tadi sempat tertunda.
Setalah Abhay pergi, Bu Sekar tersenyum geli. "Pacar kamu ada-ada saja," ucapnya.
"Hah?" Dara masih belum konek.
"Tapi kamu harus bersyukur loh punya pacar kaya dia. Emang sih Abhay ini nakal, tapi tadi pas dia ngebawa kamu ke sini, dari raut wajahnya keliatan khawatir loh."
Dara mengernyitkan kedua alisnya. Khawatir? Apa ia tidak salah dengar.
"Khawatir, Bu?" tanya Dara memastikan bahwa pendengarnya itu salah.
"Iya."
Dara tertawa kecil. Mustahil sekali Abhay khawatir padanya. Mendengarnya saja terasa mengerikan.
"Ibu salah liat kali," ucap Dara enggan percaya.
"Salah liat gimana. Orang pas dia ngebopong kamu ke sini, Ibu sudah ada. Jadi ibu bisa liat dengan jelas." Ibu Sekar pun kekeh dengan pendiriannya.
Dara tak bisa berkata-kata lagi. Ia sudah hilang akal. Abhay khawatir padanya? Apakah mungkin? Pertanyaan itu selalu berulang-ulang di otaknya.
Melihat Dara yang terus diam seperti orang kebingungan, Bu Sekar seraya bertanya, "kamu kenapa? Kok kaya aneh gitu. Padahal kan wajar, dia kan pacar kamu."
Dara tersenyum miris.
*J*elas gak wajar, Bu. Dia pacar gadungan! Ingin sekali Dara berteriak seperti itu.
...****************...
Sepulang sekolah seperti biasa Dara pergi ke halte tuk menunggu kakaknya menjemput. Dia jamin kakaknya akan datang, karena ia sudah mengancam Andra. Jika Andra tak datang, ia tinggal melapor kepada orang tua mereka. Jadi mau tak mau Andra harus menurut.
Namun saat Dara sedang berjalan, ia tiba-tiba memberhentikan langkahnya, karena saat ia menengok ke arah gang kecil di samping halte, ia tak sengaja melihat dua siswa yang sepertinya sedang membully seseorang. Jika dilihat, lagaknya yang membully adalah siswa kelas 12 terhadap juniornya.
"Makanya jangan cari masalah!" ucap salah satu perundung itu.
"Ampun, Kak," kata anak yang dibully.
"Ampun ampun!! Siapa suruh lo ngelaporin kita ke pak Sugito!!"
Bukannya merasa kasihan, kedua anak itu malah menyiram juniornya dengan air lalu dilanjutkan dengan menaburkan tepung. Mereka tertawa terbahak-bahak sembari melakukan aksinya.
"Masih untung cuma ditepungin doang. Tadinya mau gue geprek lo!"
Saat mereka masih asik dengan aksinya, tanpa sadar ada seseorang yang sedari tadi merekam aksi mereka. Ya. Orang itu adalah Dara.
Dara pun berjalan menghampiri mereka.
"Kalo gue ngasih ini ke pak Sugito, reaksinya apa yah?" tanya Dara sambil menunjukan rekaman itu pada mereka.
Meraka berdua pun spontan menoleh ke arah Dara, lalu melihat gadget Dara yang sedang menampilkan tindakan mereka. Salah satu dari mereka tersenyum picik setelah apa yang Dara lakukan.
"Woy! Lo siapa?! Berani-berani nya ikut campur!" Orang itu berang.
"Nama gue Adara Leona kelas 11 IPA 1," jawab Dara tak gentar.
Mereka berdua serempak tertawa. Tak percaya dengan keberanian cewek di hadapannya.
"Ternyata adek kelas, jing!" seru orang itu masih diiringi gelak tawa.
"Iyah. Mana berani banget ni cewek. Pake nyebutin nama kelas segala lagi," timpal temannya.
Setelah asik tertawa, mereka pun kembali memandang lekat ke arah Dara.
"Dah lah. Sana lo ambil handphone nya. Hancurin aja sekalian," perintah salah satu dari mereka.
"Oke."
Temannya pun mengiyakan. Ia pun perlahan berjalan mendekati Dara lalu menyodorkan sebelah tangannya bermaksud meminta gadget Dara secara baik-baik. "Sini," pintanya.
Dara tak bergeming. Ia masih menggenggam erat gadget di tangannya.
Dara yang tak kunjung memberikan gadget nya, membuat orang itu kehabisan kesabaran. Lelaki itu pun berniat mengambil paksa gadget itu. Namun baru saja ia ingin merebut, Dara malah meninggikan gadget nya.
Merasa dipermainkan, lelaki itu tersenyum sinis, "Wah ngajak main-main ni cewek."
Lelaki itu hendak mencengkram lengan Dara, Namun apa yang terjadi? Dara malah mengunci lengan lelaki itu lalu mendorongnya hingga menabrak tembok pembatas.
"Anjing." Lelaki itu tersenyum picik. Bisa-bisanya ia terhempas hingga menabrak tembok.
Temannya yang melihat adegan itu malah menertawakannya. "Eh lo gimana sih? Masa suruh ambil aja gak bisa!" ledeknya.
"Coba aja lo ambil!" tantang temannya.
Lelaki yang tadi meremehkan temannya itu, kini mengalahkan kakinya lebih dekat dengan Dara.
"Udah siniin aja hpnya. Kalo bukan cewek udah gue hajar lo!" ancam orang itu.
Dara tersenyum sinis. "Hajar yah hajar aja kali, gak usah ngomongin gender," tegas Dara.
Lelaki itu tertawa mendengar jawaban Dara yang seakan-akan meremehkannya. Dia pun menghela nafas kasar, berniat tuk langsung mencengkram lengan Dara. Namun sayang pergerakannya kurang cepat, karena Dara lebih dulu mengunci lengannya lalu mendorongnya ke tembok juga.
"Nah, kan. Gue bilang juga apa," ujar temannya.
Lelaki itu mendengus kesal. Harga dirinya baru saja direndahkan oleh seorang wanita. "Kita serang bareng-bareng aja! Biar tau rasa ni cewek!" kesalnya.
"Ayo!"
Kedua lelaki itu berdiri dengan serempak, bersiap untuk memberi pelajaran kepada cewek dihadapannya.
Salah satu dari mereka mulai mengayunkan lengannya berharap bisa mengenai wajah Dara. Namun sayang, Dara dengan sigap menangkap lengan itu dilanjutkan dengan meraih bahu lelaki itu lalu menyentaknya ke belakang. Alhasil lelaki itu jatuh ke tanah dengan keadaan tersungkur.
Temannya sempat menggidik ngeri setelah melihat adegan itu. Terheran-heran mengapa temannya bisa diperlakukan seperti itu. Penasaran dengan kemampuan Dara, lelaki itu pun mulai mengayunkan lengannya, namun lelaki itu diperlakukan sama seperti temannya. Jadilah mereka berdua sama-sama tersungkur di atas tanah.
"Setan! Ni cewek kenapa sih?!" kesalnya.
"Gimana? Masih mau lagi?" tanya Dara.
"Kita barengan aja." Mereka membuat rencana.
Mereka pun kembali berdiri, dan secara bersamaan melayangkan pukulan ke arah Dara. Dan Dara dengan sigap langsung menangkap lengan-lengan itu dengan kedua tangannya. Mereka sempat memegangi bahu Dara dengan satu lengan lainnya, namun Dara langsung menendang mereka secara bergantian lalu menghempaskannya ke belakang. Mereka pun jatuh untuk ketiga kalinya.
"Kampret!! Kuat bener ni cewek!!"
"Gimana? Mau pergi aja?" tanya lelaki itu dengan temannya.
"Ya udah. Yuk kita pergi!" temannya menyetujuinya.
"Trus rekamannya?" tanya dia lagi pada temannya.
"Tenang aja. Gue gak akan ngasih tau ke pak Sugito asalkan kalian gak gangguin dia lagi," jelas Dara menjawab ke khawatiran mereka.
Mendengarnya, mereka tanpa pikir panjang langsung berlari menjauh dari Dara. Cukup sudah badannya dibuat hancur oleh Dara.
Dara tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil mengalahkan mereka. "Gak sia-sia gue belajar taekwondo," ujarnya.
Lalu anak yang dirundung tadi berjalan mendekati Dara. "Makasih yah, Kak," ujar anak itu.
"Lo kelas 10?" tanya Dara.
"Iya, Kak."
"Kalo lo dirundung sama mereka lagi, bilang aja ke gue. Nanti gue kirim rekamannya ke pak Sugito. Tau kan kelas gue dimana?"
Anak lelaki itu mengangguk, karena ia mendengar saat Dara tadi mengenalkan diri pada perundung itu. "Tau, Kak."
"Ya udah lo sekarang pergi. Dan bersihin dulu diri elo. Nanti orang tua lo khawatir lagi." Dara memberi saran.
Siswa itu kembali mengangguk. "Iya, Kak. Makasih yah, Kak!" Lalu anak itu pergi dari pandangan Dara.
Dara bernafas lega setelah apa yang sudah terjadi. Setidaknya ada sedikit kepuasan dalam hatinya setelah ia berhasil membantu seseorang.
Namun tanpa disadari, ada sepasang mata yang sedari awal terus memperhatikan pergerakan Dara. Orang itu memperhatikan Dara di atas motornya dengan senyuman terbentuk di bibirnya.
Dengan keadaan lo yang lemah. Lo masih bisa ngelakuin ini? ujar batin seseorang yang katanya tidak akan pernah menyukai Dara. Orang itu adalah Abhay.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
zelindra
la.... bisa senyum jg nihh abayy... roman roman nya nihh ya bisa cintaaa❤️❤️❤️
2022-03-30
4
Widianty Rahayu
Suka kan lo akhirnya
2022-03-30
1
Taniarzk
Wah. Abhay kenapa tuh😆
2022-03-30
1