"Siapa di sana!" suara Pak Sugito tiba-tiba mengejutkan mereka berdua.
Tubuh Dara membeku dengan sendirinya, ia mati langkah. Keringat panas dingin mulai bermunculan secara bersamaan. Dara memang pemberani, tapi dalam situasi seperti ini Dara pun keok juga. Karena yang ia hadapi Pak Sugito, orang tuanya di sekolah. Ia tak mungkin melawan. Apalagi penyebabnya adalah murni karena kenakalannya.
Lain hal dengan Abhay. Ia memang sempat terkejut, namun tak lama ia bisa mengendalikan diri untuk tetap tenang. Karena ini bukan kali pertama dia berada di posisi ini. Jadi hal ini sudah biasa bagi Abhay.
"Sedang apa kalian?" tanya Pak Sugito setelah berhadapan dengan mereka.
"Ee... Ki-ki-kita lagi... " Dara mendadak menjadi orang gagu. Lidahnya menjadi kelu saat membuka suara.
"Kita lagi pacaran Pak," serobot Abhay tak sabar.
Dara sontak membulatkan matanya sempurna. Ia heran, mengapa Abhay beralasan seperti itu di depan Pak Sugito? Abhay benar-benar tak punya otak. Pikirnya.
"Pacaran bawa-bawa tas? Kamu mau bohongi Bapak?!" tukas Pak Sugito. "Lagi pula kalau kalian memang sedang berpacaran, apa kalian bisa terbebas dari hukuman?! Memang boleh pacaran di sekolah?"
"Enggak Pak," jawab Abhay tak gentar.
Pak Sugito menggelengkan kepalanya pelan. "Sudah. Sekarang kalian berdiri di lapangan, hormat ke bendera sampai jam pertama selesai!" perintah Pak Sugito.
Dara dan Abhay pun menurut. Dengan didampingi Pak Sugito, mereka digiring menuju lapangan upacara untuk menjalankan hukuman mereka.
...****************...
Sinar matahari mulai menyengat di seluruh kulit tubuh Dara. Wajahnya kini sudah dipenuhi oleh butiran peluh yang berbondong-bondong keluar dari asalnya. Dengan tangan yang terus hormat ke bendera, ia membiarkan peluhnya menetes melewati pelipis matanya.
Hal yang sama dilakukan oleh Abhay. Ia pun dengan setia hormat pada bendera yang sama, walau sesekali ia melirik orang yang ada di sampingnya.
"Lo marah?" tanya Abhay tanpa menurunkan tangannya.
"Enggak. Gue bahagia. Akhirnya gue bisa mengabdi pada negara dengan hormat kaya gini," jawab Dara dengan posisi yang sama dan wajah yang datar.
Abhay terkekeh kecil mendengar jawaban Dara. Dia kira Dara akan marah. Namun cewek ini kembali mengeluarkan keunikannya.
"Kata gue juga apa. Mending tadi bolos aja," ujar Abhay lagi.
"Mending kaya gini. Sekalian berjemur. Sehat."
Sekali lagi Abhay terkekeh.
"Kalo aja tadi gak kepencet. Mungkin kita gak kaya gini."
Wajah datar Dara kini berubah serius. "Maksudnya?"
"Motor gue baik-baik aja. Gue akting aja tadi," ungkap Abhay sangat enteng.
Untuk beberapa saat, Dara sempat loading. Mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh Abhay. Hingga lewat 5 detik, otak Dara berhenti berproses dan ia pun tersenyum sycho.
"Wah.... Hahaha." Senyuman itu berubah menjadi sebuah tawa.
Abhay sedikit tersentak saat tiba-tiba ia mendengar suara tawa. Ia menoleh pada Dara, dan mendapati Dara yang sedang tertawa terbahak-bahak seperti sedang kerasukan jin sekolah. Ia pun menatap ngeri Dara. "Kenapa lo? Stress lo?"
Dara masih tertawa.
"Memang udah gila nih anak," ucap Abhay. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya dan kembali memandang bendera di tengah Dara yang masih tertawa.
Kemudian Dara kehabisan tenaga untuk tertawa, ia pun berhenti. Lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara kasar. Ia pun berkata, "bisa-bisanya gue dibodohi sama Kakak untuk ketiga kalinya," ucapnya pasrah dengan wajah yang kembali datar.
Kali ini giliran Abhay yang tersenyum sycho. Ada kepuasan di dalam dirinya karena untuk ketiga kalinya ia berhasil mengelabuhi Dara, walaupun ia kena getahnya. Tapi itu tak masalah bagi Abhay. Selagi ia dapat melihat Dara yang kesal, disitulah kebahagian Abhay datang.
Tak lama, suara waktu pergantian jam berbunyi. Dara pun segera menurunkan tangannya yang sudah kram dan mengembuskan nafas lega. Hal sama dilakukan oleh Abhay.
Dara hendak langsung melangkah pergi menuju kelasnya. Namun.
"Happy anniversary!" ucap Abhay tiba-tiba.
Dara seraya menoleh dan melihat Abhay yang tengah tersenyum kepadanya.
"Hadiah dari gue bagus, kan?" tanya Abhay tanpa dosa.
Dara membalasnya dengan senyum sinis.
"Kakak yang gila sih. Bukan gue." Lalu Dara melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkan Abhay.
Abhay memandang punggung Dara yang perlahan menjauh. Ia masih menyisakan senyumannya. Satu lagi rencananya sudah selesai dan sukses. Namun hari ini belum usai. Karena hari ini adalah hari yang spesial, jadi satu hadiah saja tidak cukup untuk ia berikan. Ia berniat untuk memberikan satu hadiah lagi.
"Next mission."
...****************...
Dara sudah sampai di kelasnya. Ia mendengus kesal saat mengetahui Ibu Desi sedang mengajar di kelasnya. Padahal ia berharap kelasnya sedang bebas. Namun apa daya, Dara mau tak mau harus masuk dengan keadaan yang masih menggendong tasnya dan bersiap untuk menahan malu di depan wali kelasnya dan teman sekelasnya.
Dara menghembuskan nafas dalam-dalam sebelum masuk. Ia menenangkan diri untuk bisa memantapkan langkahnya. Setelah selesai, ia bersiap untuk mengetuk pintu.
tok tok tok.
"Iya masuk."
Ibu Desi mempersilahkan Dara masuk. Tak lama Dara pun membuka pintu perlahan, dan berjalan mendekati Ibu Desi. Tak lupa ia pun salim kepada Ibu Desi.
"Kamu jam segini masih bawa-bawa tas?" tanya Bu Desi setelah Dara mencium punggung tangannya.
Dara nyengir kuda. "Iya bu."
Bu Desi menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, silahkan duduk," perintah Bu Desi.
Dara mengangguk. Ia berjalan menghampiri bangkunya yang ada di baris kedua. Saat ia berjalan, tak jarang ada beberapa orang yang menatap aneh ke arahnya, namun ia berusaha untuk tidak peduli.
"Lo kemana aja sih, Ra? Gue dari tadi nelpon lo!" Ruby langsung menimpa Dara dengan pertanyaan setelah Dara duduk.
"Hp gue *di*silent," jawab Dara lalu mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas.
"Ada apa lagi kali ini? Kakak lo?" tebak Ruby.
"Enggak. Si Abhay kampret. Di ngejailin gue lagi."
"LAGI!"
Ruby bereaksi dengan suara yang cukup keras, hingga membuat Bu Desi yang tengah menulis soal langsung berhenti menulis dan berbalik menghadap ke murid-muridnya.
"Suara siapa itu?" tanya Bu Desi.
"Ruby!" jawab anak-anak serentak.
Ruby langsung ciut setelah mendengar temen-temennya menyebut namanya. Kini giliran Ruby yang nyengir kuda. Ia merasa malu.
"Ma-af Bu. Saya kaget ngeliat Ibu mau ngasih pertanyaan lagi." Ruby memang paling pintar ngeles. Terbukti dengan Bu Desi yang percaya padanya.
"Ya sudah, lain kali jangan teriak-teriak lagi. Kamu kira ini pasar." Ibu Desi menasehati.
"Maaf, Bu," timpal Ruby dengan sopan.
Bu Desi kembali meneruskan menulis soal yang tadi sempat tertunda. Dan Ruby kembali bertanya pada Dara, karena ia belum mendapat jawaban sebenarnya.
"Kali ini Kak Abhay ngapain?" tanya Ruby lagi. Kali ini dengan suara setengah berbisik.
Dara menghembuskan nafas berat. "Kita bicarain ini nanti aja. Sekarang gue pengen buang jauh-jauh pikiran gue tentang Kak Abhay," ucap Dara malas. Ia begitu suntuk jika terus mendengar nama Abhay.
Dara berusaha mengalihkan pikirannya tentang Abhay dengan fokus memperhatikan materi yang diberikan oleh Bu Desi. Namun tetap, nama Abhay terlalu kuat untuk dihempaskan. Ia merutuki dirinya sendiri.
Awas aja lo, kak! Gue pastiin lo bayar perbuatan lo tadi pagi!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
D'by
balas...balas...
2022-04-14
2
Anonymous
lanjut thor...
2022-04-06
1
Taniarzk
Smngat thorr🔥🔥🔥
2022-03-26
1