Kini Dara dan Ruby sudah berada di kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah dangdutan. Mereka sudah memesan makanan dan siap untuk disantap. Sembari menikmati makanan yang mereka pesan, Ruby kembali kepo mengenai penyebab Dara berlama-lama di toilet tadi pagi.
"Pantesan tadi lo lama. Ternyata abis dilabrak," ucap Ruby.
Dara hanya mengangkat kedua alisnya sebagai jawaban, karena mulutnya sibuk mengunyah siomay.
"Trus lo diapain sama dia? Dijambak? Tampar? Tendang?" tanya Ruby bertubi-tubi.
"Gak. Malah mereka yang kesakitan."
Mendengar Dara berkata seperti itu, Ruby membulatkan kedua bola matanya dan tidak jadi melahap bakso yang sudah siap landing ke dalam mulutnya.
"Maksud lo, Elo yang nyakitin mereka?!" Ruby bertanya sedikit ngegas.
"Secara nggak langsung sih. Orang dia mau nampar gue, ya gue gak terima lah," ungkap Dara.
"Trus lo bales?"
"Nggak. Gue cuma nahan tangan dia doang. Eh dianya malah kesakitan," lanjut Dara sambil melanjutkan makan.
"Iya iyalah. Tenaga orang yang mau sabuk hitam sama orang yang menye-menye jelas beda," ungkap Ruby.
"Emang gue nya juga agak ngeremes sih, dikit," ucap Dara tak berdosa dengan mulut yang masih penuh dengan siomay.
"Tuh, kan." Ruby berhenti sejenak sebelum akhirnya kembali membuka suara. "Lo sadar gak sih, Ra? Lo sekarang udah punya banyak musuh. Kakak kelas lagi."
Dara hanya mengangkat bahunya acuh. Tak terlalu perduli mengenai hal itu. Selagi itu tak mengancam nyawanya, ia masih bisa menerima kenyataan itu.
"Dari dulu gue pengen nanya ini sama lo. Lo waktu kecil dikasih makan apa sih sama orang tua lo? Sampe gedenya lo sering banget berbuat nekat kaya gini," tanya Ruby lagi.
"Kayanya dikasih makan paku sama beling."
Bukan Dara yang menjawab, namun seorang laki-laki yang tiba-tiba duduk di samping Dara. Siapa lagi kalau bukan Abhay.
Ruby langsung bungkam setelah tahu Abhay yang telah menjawab pertanyaannya. Entah kenapa setiap Abhay muncul di depannya, darah Ruby seperti berhenti mengalir untuk sesaat. Padahal ia tahu, mana mungkin Abhay tiba-tiba menyakitinya sekali pun Abhay adalah tukang berantem.
"Heh!" Abhay memanggil Ruby yang sedang menunduk ketakutan.
Ruby diam. Tak tahu bahwa Abhay sedang memanggil dirinya.
"Heh! Temennya Dara!" panggil Abhay sedikit keras.
Baru merasa terpanggil, Ruby langsung mengangkat kepalanya dengan cepat. "Iya-Kak," ujar Ruby terbata.
"Lo kenapa sih kalo liat gue kaya liat setan? Kata Dara juga apa, gue tuh manusia bukan iblis," ungkap Abhay. Ia kembali mengungkit perkataan Dara tempo hari. Entah kenapa kalimat itu selalu melekat diingatan Abhay.
"I-iy-a kak," ujar Ruby masih terbata. Masih takut walaupun Abhay memintanya agar tidak takut.
Jauh berbeda dengan Dara. Ia masih bisa hidup tenang dengan kenikmatan siomay yang begitu sayang jika ia lewatkan.
"Omong-omong, kita udah pacaran berapa hari yah?" tanya Abhay pada Dara. Kini ia sudah beralih menatap Dara lekat.
"Pacaran," gumam Dara sambil tersenyum miris.
"Seminggu?"
"Seminggu apa. Baru juga 4 hari,"
"Kok tau. Lo ngitung? Gue kira lo gak peduli." timpal Abhay menggebu-gebu.
Dara tak menjawab. Ia jadi menyesal menanggapi omongan Abhay.
"Tau PJ nggak?" tanya Abhay tiba-tiba.
"Kenapa tiba-tiba nanya itu?"
"Tapi lo tau, kan?"
"Trus kalo tau."
"Gue berniat buat ngasih pajak jadian sama orang-orang," ungkap Abhay.
"Ngasih ya ngasih aja, kenapa ijin sama gue?" gumam Dara sewot.
"Lo kan jadiannya sama gue. Jadi sebagai pacar yang baik, gue ijin ke cewek gue. Boleh apa enggak, gitu."
Ruby tertegun setelah mendengar pernyataan Abhay baru saja. Ia sampai membulatkan matanya sempurna dengan tangan yang menutupi mulutnya yang sedikit terbuka. Tak percaya melihat Abhay yang ternyata bisa berbicara manis seperti itu.
Dan Dara. Ia malah berdecak kesal. Perkataan Abhay seakan tidak sinkron dengan perbuatannya pada Dara beberapa hari yang lalu, dimana Dara ditinggal pergi di pinggir jalan.
"Boleh nggak?" tanya Abhay lagi, karena Dara yang tak kunjung menjawab.
"Terserah lo, Kak," jawab Dara malas.
Raut wajah Abhay antusias setelah Dara menyetujui keinginannya. Ia terlihat sangat senang mengetahui Dara yang begitu mudah terperdaya.
Abhay kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia berdiri tegap, menghadap pada para audience yang ada di kantin.
"UNTUK SEMUA YANG ADA DISINI. HARI INI GUE BERNIAT UNTUK MERAYAKAN HUBUNGAN GUE DENGAN DARA. JADI UNTUK KALIAN YANG LAGI MAKAN, ATAU BARU MAU MAKAN. BIARIN GUE YANG BAYAR SEMUANYA!"
Semua orang berbondong-bondong bersorak,sangat senang setelah mengetahui Abhay yang akan membayari semua makanan mereka.
Gilang dan Vano yang sedari tadi berada di belakang Abhay pun turut bersorak gembira.
"ITU TEMEN GUE WOY. TEMEN GUE!" seru Gilang kepada semua orang. Abhay yang mentraktir, tapi ia yang malah menyombongkan diri dengan mengaku bahwa ia adalah temannya Abhay.
Tak lama Abhay beranjak pergi meninggalkan Dara dan kedua temannya. Lalu menghampiri para penjual di kantin. Setelah urusannya selesai, ia pun pergi begitu saja meninggalkan kehebohan yang terjadi akibat ulahnya.
"Gue nggak nyangka Kak Abhay akan bertidak semanis ini. Gue kira dia akan ngejailin lo, Ra." ungkap Ruby yang tadi sempat was-was.
Dara merenung merasa aneh. Mana mungkin Kak Abhay berbuat kaya gini tanpa alasan. Pasti ada sesuatu yang akan terjadi.
Perasaan Dara tiba-tiba menjadi tak enak. Ia merasa hal buruk akan terjadi padanya. Firasatnya semakin menguat mengingat perbuatan Abhay sebelumnya. Manis di awal, pahit di akhir. Seperti itulah yang pernah Abhay lakukan padanya.
Tak ingin berlama-lama bergulat dengan pikirannya, Dara pun berniat beranjak pergi sebelum hal buruk benar-benar menimpanya.
"By. Ayo pergi. Perasaan gue gak enak lama-lama di sini," ungkap Dara.
"Gak enak gimana? Bukannya enak? Kan kita lagi ditraktir," sahut Ruby heran.
Dara mendesah kesal. "Yaudah deh. Terserah kalo lo mau tetep di sini. Gue tinggal yah."
Dara hendak melangkahkan kakinya keluar dari kantin, namun diurungkan karena Ruby tiba-tiba berubah pikiran hendak ikut bersamanya. "Ya iya gue ikut."
Dara dan Ruby bersiap untuk kembali ke kelas. Namun tak lama, seseorang menghampiri Dara yang hendak beranjak pergi.
"Neng Neng bentar," panggil orang itu.
Dara menoleh karena merasa ada seseorang yang sepertinya memanggil dirinya. Dan ternyata orang yang telah memanggilnya adalah seorang Ibu kantin.
"Ada apa yah, Bu?" tanya Dara heran.
"Tadi saya di kasih tahu Ujang yang barusan pergi."
Ujang adalah panggilan seorang anak laki-laki dalam bahasa sunda.
"Katanya Eneng yang akan bayar semuanya."
Dara mendadak cengo setelah mendengar pernyataan dari ibu kantin. Apa maksud bayar semuanya? Dan siapa itu Ujang?
"Bentar Bu. Bayar semuanya? Trus Ujang? Maksud nya gimana Bu saya gak paham?" tanya Dara bertubi-tubi karena tidak mengerti. Ruby yang berada di sampingnya pun turut bingung.
"Tadi kan ada anak laki-laki yang katanya mau traktir orang-orang. Lalu tadi si anak tadi bilang ke saya kalo yang bayar semua makannya itu Eneng," jelas ibu kantin yang berhasil membuat Dara serta Ruby serempak tercengang.
"Kak Abhay, Ra," seru Ruby.
Dara benar-benar terpaku setelah mendengar penjelasan Ibu kantin. Ternyata firasatnya benar-benar akurat. Abhay kembali berulah kepadanya.
Tak lama, Dara tiba-tiba tertawa smirk bagai orang kerasukan jin perawan. Ia menertawai diri sendiri karena baru saja ia telah dibodohi oleh Abhay untuk kedua kalinya.
Ruby yang melihat perubahan aneh dari Dara, ia langsung ketakutan. "Ra lo kenapa Ra?! Kenapa lo tiba-tiba ketawa?" tanya Ruby sambil mengguncangkan Dara agar tersadar.
Dara berhenti tertawa. Lalu ia menarik nafasnya dalam-dalam untuk menyadarkan pikirannya agar tetap tenang.
"Jadi berapa total semuanya, Bu?" tanya Dara dengan sisa kesabarannya.
"Kalo saya sih 200 ribu," ujar ibu kantin.
Kemudian, dua orang pedagang lainnya ikut menghampiri Dara yang sedang merogoh uang di saku roknya.
"Saya juga Neng. Totalnya 150 ribu," ucap pedagang itu tiba-tiba.
"Apa!" seru Dara.
"Kalo saya cuman 120 ribu," ujar satu pedagang lainnya.
Dara kembali mematung untuk kedua kalinya. Dia tak bisa menyembunyikan rasa marah dan terkejut setelah mendapatkan triple attack seperti ini.
"Tuh kan, Ra. Lo masih bisa kuat ngehadepin Kak Abhay setelah ia berbuat kaya gini," ucap Ruby merasa iba.
Dara masih membeku. Mencoba mengontrol emosinya yang sudah memuncak hingga ke ubun-ubun. Abhay sudah sangat keterlaluan, karena apa yang ia lakukan padanya bukan hanya sekedar membuang waktu dan tenaga saja seperti saat itu, namun kali ini materinya pun ikut terkuras.
Sambil meremas samping roknya merasa berang, batin Dara berkecamuk.
Kali ini gue gak bisa pasrah. Awas aja, Bhay!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
D'by
ayooo balasss
2022-04-14
3
Maminya Queen
balas... balas... balas....
2022-04-03
1
Maminya Queen
balas... balas... balas....
2022-04-03
1