Keesokan harinya.
"Bapak kan sudah bilang ke kalian. Jangan tawuran!" Suara Pak Sugito menggema di ruang BK.
Ternyata kejadian kemarin berbuntut hingga hari ini. Pak Sugito mengetahuinya karena salah satu orang tua korban melapor kepadanya secara langsung. Tak butuh waktu lama, Pak Sugito langsung memanggil anak-anak yang ikut serta dalam aksi itu. Tanpa terkecuali.
"Kalian harusnya sudah dewasa. Kalian sudah kelas 12, dimana kelas 12 itu bukan saatnya main-main lagi, tapi sudah fokus belajar untuk kelulusan!"
Semua anak-anak yang ada di sana terdiam. Tertunduk. Hanya bisa memasang telinga untuk mendengarkan nasihat Pak Sugito. Tak ada yang berani berbicara. Melihat raut wajahnya saja sudah sangat ngeri. Karena Pak Sugito benar-benar meluapkan amarahnya.
"Asal kalian tahu saja. Tadi orang tua korban sampe ke sini, laporan langsung ke Bapak bahwa anaknya dibawa ke rumah sakit!"
"Kalian yang melakukan, tapi Bapak yang merasa malu!" lanjut Pak Sugito.
Mendengar omongan itu, Abhay tersenyum kecut seraya berkata,"kenapa Pak? Apa karena orang tua si bajingan itu adalah anggota dewan?"
"Apa?" Pak Sugito terperangah, tidak mengerti maksud perkataan Abhay.
Abhay yang sedari tadi tertunduk kini berani menengadahkan kepalanya. Menatap wajah Pak Sugito dengan dengan lekat.
"Lalu bagaimana dengan murid Bapak? Dimas juga di rumah sakit Pak, dia koma gara-gara bajingan itu! Apa Bapak tidak peduli?"
"DIAM KAMU ABHAY!"
Pak Sugito berbicara sangat lantang hingga membuat semua orang yang ada di sana melonjak kaget. Tapi tidak dengan Abhay, ia masih berani menatap wajah Pak Sugito dengan raut wajah yang memerah.
Pak Sugito berjalan mendekati Abhay. "Bapak tau teman kamu itu sedang koma. Tapi apa dengan melakukan hal yang sama akan menyelesaikan masalah?Hah!"
"Tapi setidaknya nyawa harus dibayar dengan nyawa."
"ABHAY!"
Melihat Abhay yang kembali melawan, wajah Pak Sugito kini sudah sangat merah seperti udang rebus. Beliau beberapa kali mengelus dadanya mencoba mengontrol emosinya agar tidak kembali membludak. Karena hal itu hanya akan berdampak buruk bagi kesehatannya diusianya yang akan menginjak kepala lima.
Dirasa emosinya sudah mereda, Pak Sugito kembali berbicara. "Ini untuk peringatan terakhir. Jika kalian mengulanginya lagi. Bapak tidak bisa mentolerir tindakan kalian lagi. Kalian akan langsung Bapak keluarkan dari sekolah ini. Paham?"
"Paham," jawab anak-anak serentak dengan suara lirih.
"Sudah, kalian semua bubar."
...****************...
Bel istirahat berbunyi.
Dara dan Ruby sudah berada di kantin untuk makan siang. Suasana di kantin cukup ramai, namun masih ada beberapa kursi yang masih kosong. Dara dan Ruby pun kini sudah memilih kursi pilihannya. Setelah duduk, Ruby memanggil ibu kantin untuk memesan.
"Bu pengen baso satu sama es jeruk 1 yah. Tapi es nya yang banyak. Okeh bu."
"Baik Neng. Lalu Neng satu lagi mau pesen apa?" tanya Ibu kantin itu pada Dara.
"Samain aja, Bu."
"Baik Neng. Mohon tunggu sebentar yah," ujar Ibu kantin itu lalu pergi untuk menyiapkan pesanan mereka.
Di saat mereka berdua sedang menunggu pesanan mereka, Ruby tiba-tiba membulatkan matanya. Dari kejauhan ia melihat trio gangster yang sepertinya hendak ke tempat dimana mereka berada.
"Ra Ra Ra. Gawat Ra! Lo dalam bahaya Ra!" ujar Ruby pada Dara dengan raut wajah yang mulai panik.
Dara tak langsung merespon. Ia masih sibuk dengan gadget nya.
"Ra lo dengerin gue gak sih!" ucap Ruby sedikit keras karena temannya ini tak kunjung sadar.
"Ada apa sih By?"
"Itu Kak Abhay sama temennya kayanya mau ke sini deh," ucap Ruby dengan raut wajah yang sudah ketakutan.
"Ya biarin sih. Mereka juga mau makan kali," ujar Dara santai.
Ruby kembali dibuat kaget dengan respon Dara. Ia tak peduli keselamatan nya sedang terancam.
"Mampus dia beneran kesini."
Ruby menunduk, berusaha menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya. Namun lain halnya dengan Dara. Ia masih sibuk dengan gadget nya, tanpa mempedulikan situasi sekitar. Sampai Abhay dan temannya berjalan melewati meja mereka.
"Syukur lah. Dia gak sadar," ucap Ruby mengembuskan nafas lega.
"Ra kita pergi aja yuk. Gue juga pasti gak nafsu makan," lanjut Ruby masih ketakutan.
"Lo kenapa sih? Perasaan gue yang punya masalah. Kenapa lo yang takut," ucap Dara enteng.
"Iya tapi kan lo sekarang sama gue. Otomatis gue juga bakal kena."
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Yang membuat Dara semakin yakin untuk tetap di sana.
"Silahkan kalo lo mau pergi. Nanti baso lo buat gue."
Ruby memang ketakutan, namun Ruby pun tak tega jika meninggalkan sahabatnya sendirian. Walaupun ia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi setidaknya dengan menemani sahabatnya itu membuktikan bahwa dia benar-benar sahabat sejati yang tidak akan meninggalkan sahabatnya sendirian.
...****************...
Di lain tempat.
"Dari pada dianggurin, mending makanannya buat gue," pinta Gilang setelah melihat Abhay yang terus terdiam tanpa ada niatan untuk melahap makanannya.
Tak ada respon dari Abhay. Ia masih sibuk dengan penglihatannya.
Sadar akan hal itu, Gilang penasaran apa yang membuat Abhay terus diam. Ia melihat Abhay yang sedang melihat ke satu titik. Gilang pun mengikuti arah pandang Abhay, tak lama ia pun tersenyum jahil.
"Udah jangan diliatin terus. Sikat aja. Cantik kok dia," ucap Gilang menggoda Abhay.
Yups. Abhay sedang menatap Dara yang sedang makan bakso dengan lahap. Ia sedang meyakinkan diri bahwa wajah itulah wajah orang yang sudah membuatnya sial kemarin.
"Udah ayo sik-" Gilang tak menyelesaikan ucapannya karena Abhay sudah berdiri dan beranjak pergi yang sepertinya akan menemui cewek itu.
"Itu baru temen gue, to the point. Gak kaya orang di sebelah gue. Terlalu bertele-tele. Makanya jomblo terus," ledek Gilang sambil melirik kearah Vano.
"Ngatain orang. Lo sendiri emang gak jomblo."
Deg.
Gilang membisu. Ia baru sadar bahwa dirinya pun jomblo juga.
...****************...
"Ehm." Abhay berdehem. Ia kini sudah duduk berhadapan dengan Dara.
Ruby yang tadinya sedang melahap baksonya langsung tersedak karena tiba-tiba Abhay sudah duduk di sampingnya.
"Adara Leona, kelas 11 IPA 1. Benerkan?" tanya Abhay memastikan. "Wah padahal gue mau nyamperin lo ke kelas. Tapi kita udah ketemuan di sini. Alam memang berpihak sama gue," lanjut Abhay.
"Mau ngapain? Ngasih uang jajan?" tanya Dara santai dengan mulut yang masih menggiling pentolan bakso.
Mendengar Dara yang malah menanggapinya dengan candaan, Ruby langsung melotot ke arah Dara. Ia terkejut bukan main, karena ia tidak menduga Dara masih sempat-sempatnya bercanda padahal posisi dia sedang terjepit.
Namun berbeda dengan Abhay. Ia tidak terkejut lagi dengan respon Dara, setelah melihat sikap Dara kemarin.
Kemudian Abhay tersenyum sinis.
"Gue suka nih cewek kaya gini. Biasanya, cewek yang liat gue kalo gak senyum-senyum sok imut ya dia tegang kaya cewek telat datang bulan. Contohnya. Orang yang ada di sebelah gue."
Ruby yang merasa tersindir, ia pun tersedak ludahnya sendiri saking terkejutnya. Ia menggerutu di dalam hati.
Kata gue juga apa Dara. Gue juga kena, batin Ruby kesal.
"Tapi kok lo nggak yah?" Abhay bertanya pada Dara. Namun tak lama, ia teringat akan satu hal. "Oh ya gue baru ingat. Kemaren lo bilang kalo gue itu bukan iblis. Jadi buat apa ditakuti. Iya kan?"
"Yaps."
Dan lagi. Dara masih menyikapinya dengan santai.
"Berarti bisa gue bilang kalo lo orang yang pemberani dong?" tanya Abhay lagi.
"Apa perlu gue jawab?" Dara berbalik bertanya.
"Gak perlu. Dengan liat respon lo aja gue udah tau," ucap Abhay masih dengan seringai sinis.
Tak lama, Dara menghabiskan semangkuk baksonya 'tanpa beban'.Ia menyeka mulutnya dari sisa makanan. Lalu ia pun membuka suara."Sekarang, gue boleh balik nanya?"
Abhay mengangkat alisnya untuk mengiyakan.
"Bisa to the point aja?" tanya Dara. Karena tanpa diberi tahu, Dara sudah mengerti maksud kedatangan Abhay.
"Ternyata lo peka juga," ucap Abhay.
"Okeh. Intinya gue mau nagih utang lo aja sih."
"Kejadian kemarin? Kakak mau minta apa dari gue?" tanya Dara. Ia tak mau berbasa-basi karena ia tahu Abhay tidak akan tinggal diam dan pasti akan melakukan sesuatu padanya.
"Hm... apa yah?"
Abhay berhenti sejenak. Dia berpikir keras, kira-kira hal apa yang bisa membuat wanita itu ketakutan.
Lalu apa yang terjadi.
"Gimana kalo lo jadi pacar gue aja?"
Jeger.
Bagai petir di siang bolong. Ruby, Gilang, Vano dan semua orang yang mendengarnya langsung terperangah. Ya semuanya. Orang-orang yang ada di kantin memang sedari tadi sudah memperhatikan pergerakan Abhay sejak Abhay berjalan mendekati salah satu wanita. Karena menurut mereka, hal itu adalah pemandangan yang sangat menarik untuk dilihat.
"What pacar?" Kali ini Dara menunjukan respon yang berbeda. Karena ia tidak menduga Abhay akan meminta hal semacam itu.
Apa yang sebenernya orang ini rencanakan, ujar batin Dara.
"Kenapa? Lo gak mau karna lo takut? Bukannya lo pemberani?" tantang Abhay. Ia pun tersenyum penuh kemenangan setelah melihat ekspresi Dara yang sangat terkejut.
Dara terdiam. Ia masih berpikir keras agar bisa menghadapi situasi itu.
"Gapapa kalo lo gak mau. Itu artinya lo gak seberani yang gue kira," ucap Abhay kembali merasa menang. Ia sangat senang melihat Dara yang sepertinya sudah mati kutu.
Abhay pun berdiri, hendak pergi meninggalkan Dara. Namun sebelum itu, ia tidak lupa untuk mengucapkan kalimat pamungkas.
"Gue cuma mau ngingetin aja ke lo. Hutang dibayar hutang. Karena lo belum bayar utang lo, gue akan terus nagih ke lo sampe lo bayar utang."
Abhay hendak melangkahkan kaki. Namun.
"Oke gue mau."
Langkah Abhay terhenti mendengar ucapan Dara.
"Apa?" tanya Abhay memastikan.
"Iya, gue mau jadi pacar lo," ucap Dara mempertegas.
Dan lagi. Semua orang dibuat terkejut untuk kedua kalinya. Mereka tidak menduga Dara akan menerimanya dengan begitu mudah. Dan Ruby. Jangan ditanya. Ia sudah seperti patung manekin dengan mulut yang menganga lebar.
Sudah gue duga. Cewek ini punya seribu cara untuk bisa buat gue terkejut, ucap batin Abhay.
"OKE GUYS KALIAN SUDAH DENGAR. WANITA DI HADAPAN GUE NERIMA GUE. JADI KALIAN SEMUA JADI SAKSI BAHWA GUE DAN DIA, HARI INI RESMI BERPACARAN!"
Abhay tiba-tiba membuat pengumuman dadakan yang disambut oleh tepuk tangan dari semua orang. Beberapa orang bersorak, namun ada beberapa orang juga yang merasa patah hati.
"HORE. ITU BARU TEMEN GUE!" teriak Gilang cukup keras yang diiringi oleh tepuk tangan yang sangat riuh.
Abhay menatap Dara dengan begitu lekat. Seakan ia ingin segera menerkamnya. Ia pun tersenyum senang, karena ia tidak sabar hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Tentu ia sangat menantikan itu.
Start the game, batin Abhay dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Dinna millinia
awas yaa ntar bucin ke dara
2022-10-31
0
D'by
❤️
2022-04-14
2
Miss HALU💋💖
lo yang mulai duluan Abay...
jangan nyesel klo lo jatuh cinta duluan sama Dara.😊
2022-04-10
3