Sesuai tawarannya, Abhay mengantarkan Dara pulang. Dan kini mereka sudah sampai di depan rumah Dara. Abhay memberhentikan motornya, lalu Dara segera turun.
"Ini mau langsung dibalikin apa gimana?" tanya Dara perihal jaket yang ia pakai.
"Iya cuci dulu lah. Bekas bau badan lo," jawab Abhay tak berperasaan.
Dara melotot tak terima. "Enak aja. Gue gak bau badan yah, orang setiap hari gue pake rexena!" timpalnya ngegas.
"Tapi kok masih bau?" tanya Abhay lagi yang membuat Dara mendengus kesal.
Dara malas untuk menjawabnya, ia lebih memilih pergi meninggalkan Abhay tanpa sepatah kata pun.
"WOY GAK MAU BILANG MAKASIH?!" teriak Abhay pada Dara yang akan masuk.
Dara menutup pintu gerbang dengan kasar dan menimbulkan suara keras. Abhay pun terkekeh. Padahal ia berbohong mengatakan hal tadi. Dara justru masih harum walau sudah sore. Sekali lagi, Abhay hanya ingin menggoda Dara. Karena di saat Dara sudah kesal, di situlah kebahagiaan Abhay terbentuk.
...****************...
"Rambut lo lepek banget kaya kerupuk seblak," ledek Andra sambil cengengesan.
"Yang gak jemput gue diem aja. Gak usah ngebacot!" kesal Dara.
"Ngapain juga jemput lo. Kalo punya pacar, haram hukumnya masih dianter sama kakaknya." Andra bersabda.
"Elo lebih haram lagi," timpal Dara tak mau kalah. Ia pun segera pergi, tak mau menghiraukan ocehan kakaknya lagi.
Dara menaiki anak tangga menuju kamarnya. Setelah masuk ke kamarnya, Dara melepaskan jaket yang sedari tadi ia pakai dan digantungkan di pintu lemari. Lalu bergegas membuka bajunya yang setengah kering dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sekitar 20 menit Dara menghabiskan waktunya di kamar mandi, lalu ia keluar dengan rambut yang dibalut handuk. Saat ia sedang mengeringkan rambutnya yang basah, ia tiba-tiba menatap lekat jaket yang menggantung di pintu lemari.
"Lo aneh banget sih, Kak. Kalo lo jahat, jahat aja sekalian gak usah ngelakuin kaya tadi. Mana sering banget nganterin gue pulang." Dara bergumam pada jaket yang menggantung itu.
"Jangan malah bikin gue jadi penjahat, yang gak tau terima kasih."
"Dan jangan bikin gue bingung," lanjutnya.
...****************...
Di malam hari, seperti biasa Vano dan Gilang memutuskan untuk menghabiskan malamnya di rumah Abhay. Tapi kali ini mereka tak lagi main PS, namun mereka ingin melakukan hal lain. Dan billiards lah pilihannya. Yaps rumah Abhay memiliki mini bar. Jadi sudah terbayang kan rumah Abhay besarnya seperti apa.
"Masuk! Ya bagus! Lagi!" seru Gilang gregetan.
Dan ternyata bola merah yang ia sodok tidak masuk ke lubang, tepatnya malah berhenti di dekat lubang. Hal itu tentu menjadi rezeki bagi lawannya.
"Anjim! Malah berenti di situ lagi! Ini mah ngasih sedekah buat si Jomblo," kesal Gilang. Si Jomblo yang dia maksud adalah Vano.
"Terimakasih sedekahnya," ucap Vano sambil menyodokkan bola sedekah itu lalu ia pun tersenyum penuh kemenangan.
Sudah tiga kali mereka bertanding, namun hasilnya selalu Vano yang menang. Jelas hal itu membuat Vano sangat leluasa untuk meledek Gilang.
"Gak di Ps gak di biliar. Lo lemah dalam semua permainan," ejeknya.
"Pahlawan mah kalah dulu." Gilang beralasan.
Mendengarnya, Vano terkekeh. "Kalo kalah mulu bukan pahlawan. Tapi emang lo nya aja yang bego," timpalnya diiringi tawa ledek.
"Anjim loh!" Gilang geram.
Tak lama Abhay masuk dengan membawa apel di tangannya.
"Mas, koktail nya satu yah," ledek Gilang. Bergaya ala-ala pengunjung di sebuah bar dan Abhay adalah pelayannya. Jahanam memang.
Abhay menatap Gilang dingin. "Minta diusir nih anak."
Abhay telah mengeluarkan senjata andalannya. Sontak membuat Gilang tak bisa tinggal diam. Ia pun bersiap mengeluarkan senjata andalannya juga.
"Eh jangan dong sayang, aku kan-" ucap Gilang terpotong, karena kini mulutnya disumpal oleh apel yang Abhay bawa.
Abhay tak mau mendengarkan ocehan Gilang yang akan membuatnya mual. Jadi ia lebih baik merelakan apelnya untuk menyumpal mulut Gilang.
"Terimakasih apelnya," ucap Gilang malah kegirangan. Dan tanpa aba-aba langsung melahap apel itu
"Abhay gak suka tuh lo manggil dia sayang. Yang boleh panggil sayang cuma Dara," ucap Vano tiba-tiba dan membuat Abhay mengerutkan alisnya.
"Eh iya. Sorry gue lupa Abhay udah punya pawang," timpal Gilang dengan mulut yang masih sibuk mengunyah.
Abhay membuang nafas kasar. "Ngomong apa sih lo pada?" ucapnya tersenyum sinis.
"Lah emang iya. Gue liat lo sering banget nganterin Dara pulang," tambah Vano. "Pacaran beneran lo?" tanyanya.
Gilang yang mendengar perkataan Vano langsung tersentak. "Lah emang selama ini pacaran boongan?" tanya Gilang dengan polosnya.
"Ye elah si Kampret. Selama ini lo tinggal dimana?!"
Vano geram. Ia tak percaya bisa-bisanya ia memiliki teman yang super lemot, bego, dan iq jongkok macam Gilang ini. Padahal orang-orang di sekolah semuanya tahu bahwa Abhay memacari Dara hanya untuk main-main saja. Namun Gilang. Begitu dekat dengan Abhay, tapi ia tak tau fakta sebenarnya. Vano hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Eh seriusan nih?" tanya Gilang masih penasaran.
Tak ada yang merespon, ia pun kesal sendiri. "Woy gue nanya! Kok gak dijawab?" kesalnya.
Masih tak ada yang menjawab. Vano malah kembali bertanya pada Abhay. Bodo amat dengan ke begoan Gilang.
"Pacaran beneran lo?" tanya Vano untuk kedua kalinya.
Abhay tersenyum smrik. "Ngaco aja lo. Mana ada," jawabnya.
"Tapi tadi gue liat cewek lo pake jaket lo. Romantis banget," ungkap Vano sembari tersenyum manis.
Abhay refleks membesarkan matanya. Vano melihatnya?
Namun bukan itu masalah utamanya. Tapi yang membuat ia heran adalah kenapa Vano sering sekali memergoki dirinya jika sedang bersama dengan Dara. Saat kejadian di restoran pun Vano mengetahuinya. Karena gatal, Abhay pun bertanya.
"Lo intel yah? Dari kemaren lo paling tahu apa yang gue lakuin," tanya Abhay penasaran.
"Ya semacam itu," jawab Vano dengan senyum jahilnya.
"Jadi kalo gak, jaket itu maksudnya apa?" tanya Vano lagi untuk kesekian kalinya.
Abhay gusar. Temannya ini sangat keras kepala. Jika tidak dijawab pasti Vano akan terus bertanya. Jadi ia berpikir keras, jawaban seperti apa yang tidak akan menimbulkan salah paham. Karena sejujurnya, perihal jaket yang ia berikan pada Dara, ia pun tak tahu kenapa ia melakukan itu.
Abhay menghembuskan nafas kasar sebelum bersuara. "Intinya apa yang gue lakuin itu bagian dari rencana. Lo gak usah tanya detailnya gimana. Gak ngaruh sama kelangsungan hidup lo juga, kan?"
Vano mengangkat salah satu sudut bibirnya. Abhay paling bisa memberi alasan. Ia pun tak bisa memaksanya lagi. "Oke gua gak akan nanya yang aneh-aneh lagi," ucapnya.
"Lo pada ngomongin apa sih?" tanya Gilang lagi masih sibuk dengan rasa penasarannya.
"Udah berapa lama sih?" tanya Vano tiba-tiba tanpa menghiraukan pertanyaan Gilang.
"Gue sama Dara?" Abhay bertanya balik.
"Yoy."
"Besok pas seminggu," jawab Abhay.
"Masih kuat juga tuh cewek," timpal Vano.
Seketika setelah Vano bertanya seperti itu, tiba-tiba Abhay mendapatkan sebuah rencana baru yang muncul di otaknya.
"Thanks Bro udah ngingetin," ucap Abhay tiba-tiba yang membuat Vano bingung.
"Maksudnya?" tanya Vano, namun tak lama ia pun peka. "Annive seminggu?" tebaknya.
Abhay mengangkat kedua alisnya mengiyakan.
"Mau ngapain lo?"
"Mau ngasih hadiah lah," jawab Abhay bersemangat.
"Bener-bener lo, Bhay." Vano menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gue ingetin sekali lagi. Awas tenggelam," ucap Vano mendadak.
"Gak akan!" tegas Abhay dengan percaya diri.
Semakin lama mendengarkan percakapan antara Abhay dan Vano, semakin membuat Gilang frustasi, karena hanya dia saja yang tidak mengerti. Ia pun mengacak rambut kesal.
"Nih orang-orang pada ngomongin apa sih! Annive! Hadiah! Tenggelem! Maksudnya apa?! Jawab dong! Kalian nganggap gue ada gak sih!"
"Gak!" jawab Abhay dan Vano serentak.
"Kalian bener-bener tega dengan daku," lirih Gilang merasa terzolimi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
chikaa adja
bahasa nyaa..wkwkwkk
2022-04-08
1
Rafa Aqif
Yaaaa ALLAAH... ngkaaaakkk... lucu lucu gemessshh...
2022-04-05
1
Indee
Maafkan Gilang ya guys😁
2022-03-23
5