Suasana kelas 12 IPS 2 terlihat serius di pagi hari ini. Karena pagi-pagi mereka langsung diberi sarapan materi oleh salah satu guru killer yang cukup ditakuti oleh anak-anak. Guru itu bernama Pak Dadang, beliau mengajar geografi yang dikhususkan untuk mengajar seluruh kelas 12 IPS.
Dan Abhay sendiri, ia kini duduk di bangku paling pojok belakang. Dengan tangan yang melipat di depan dada dan pandangan lurus ke depan, ia mencoba menyimak apa yang sedang dijelaskan oleh Pak Dadang. Mengerti atau tidak itu urusan belakangan. Yang terpenting ia harus terlihat serius dulu agar tidak kena semprot oleh Pak Dadang.
Namun di tengah Abhay yang sedang fokus, suara Vano memecahkan keseriusannya.
"Kali ini lo mau ngapain lagi?" tanya Vano dengan volume suara yang tak terlalu besar. Karena ia duduk di samping Abhay, tentu suaranya dapat didengar oleh Abhay.
"Ngapain gimana?" Abhay balik bertanya tanpa memutuskan pandangannya ke depan.
"Cewek lo," kata Vano. "Lo udah punya rencana lagi?"
Abhay tak langsung menimpali. Cukup lama hingga akhirnya ia menjawab, "gak tau. Gue lagi gak ada ide."
Vano tersenyum tipis. Ia sudah menduga bahwa Abhay akan berada di fase ini.
"Bilang aja lo nyerah. Ternyata cewek lo susah ditaklukin," ucap Vano meremehkan.
Abhay menarik salah satu sudut bibirnya.
"Nyerah. Ada juga tuh anak yang harus nyerah sama gue," ucap Abhay dengan angkuhnya
"Tapi buktinya sampe sekarang dia gak nyerah-nyerah juga." Vano mengskakmat Abhay. Terbukti dengan Abhay yang langsung bungkam.
"Saran gue, udah putusin aja. Daripada bikin capek lo doang." Vano tiba-tiba memberi saran, namun bukan sembarang saran, karena ia sebenarnya memiliki niat terselubung di balik saran itu.
Mendengarnya, Abhay kembali tersenyum tipis. "Gak lah. Gue belum puas," ungkapnya.
"Tuh, kan," timpal Vano cepat."Lo ngerasa nggak sih kalo lo itu aneh?" tanyanya.
Abhay hanya mengangkat bahunya acuh.
"Apa lo tau, sekarang lo lagi diposisi apa?"
Abhay diam, pertanyaan Vano ia anggap sebagai angin berlalu saja. Karena ia sangat malas untuk menimpali omongan Vano yang hanya membuatnya berpikir.
Karena Abhay yang tak kunjung menjawab, Vano memutuskan untuk menjawab pertanyaannya sendiri. "Nyaman."
Barulah setelah Vano mengucapkan satu kata itu, Abhay langsung bereaksi. Kini dua sudut bibirnya yang terangkat.
"Ngaco lu," ucap Abhay.
"Yeah gak percaya. Nih gue kasih tau. Tadi lo bilang, gak tau mau ngapain lagi, tapi lo juga gak mau ngelepasin dia. Itu artinya lo udah nyaman," jelas Vano.
"Udah gak usah ngelantur. Mending lo perhatiin aja Pak Dadang, supaya pinter. Biar gak ngelantur lagi," ungkap Abhay mengalihkan pembicaraan karena ia semakin malas untuk meladeni omongan Vano.
Vano tersenyum kecut, "Oke. Liat aja nanti. Pasti omongan gue bakal bener."
Di saat Vano dan Abhay yang sedang sibuk berdebat, Gilang yang duduk di depan mereka jelas telinganya ikut menguping. Karena tak terima dirinya tak diajak omong, Gilang memutar badannya ke belakang untuk menatap mereka.
"Lagi ngomongin apa sih kawan. Kok gue gak diajak-ajak," ucap Gilang.
"Anak kecil jangan mau tau," balas Vano.
Gilang sedikit memanyunkan bibirnya "Enak aja. Gue orang dewasa tulen yah. Yang ada lo kali!" seru Gilang tak terima.
Karena Vano baru saja menyinggung soal kemartabatan dirinya, seketika momen kemarin terlintas di kepala Gilang.
"Eh, Bhay! Kemaren aja nih yah, si Vano pake ngeledek gue segala. Dia bilang kalo gue gak akan ada yang mau. Lah gak ngaca, sendirinya sampe sekarang gak ada yang doyan. Gue mah mending pernah ada yang punya. Lawak bener si jomblo ini!" ungkap Gilang menggebu-gebu diiringi gelak tawa yang sangat puas hingga kedua matanya pun turut menghilang.
"Si jomblo itu siapa?"
"Ya elo la-" ucapan Gilang menggantung dan ia pun memberhentikan tawanya, karena ia baru saja mendengar suara berat yang sangat aneh. Ini bukan suara Vano. Pikirnya.
"Bentar. Van! Kok suara lo kaya bapak-bapak?" tanya Gilang polos.
Gilang pun melihat wajah Vano, dan ia dibuat berpikir karena Vano terus saja menggerakkan matanya seperti sedang memberi kode. Dan Gilang dengan bodohnya tak langsung paham. "Apaan sih?!" tanyanya geram.
Karena Vano terus menggerakkan matanya ke arah depan. Gilang pun otomatis mengikuti arah pandang Vano, lalu saat ia berbalik. Duar.
"Eh Bapak. Kok ada di sini?" tanya Gilang dengan senyum paksaan terbentuk di bibirnya berusaha untuk bersikap tenang.
"Bapak lagi ngelawak," jawab Pak Dadang masih sabar.
"Eh Bapak malah bercanda," timpal Gilang masih dengan senyuman yang sama.
"Sudah siap?" tanya Pak Dadang tiba-tiba.
"Siap apa, Pak?"
"Siap untuk disetrap!!" Pak Dadang meninggikan suaranya. Hingga membuat beberapa anak-anak di sana terlonjak kaget.
"Sendiri, Pak?"
"Ajak temen kamu."
"Sekarang, Pak?"
"Kemaren! Ya sekarang! Cepat!"
Gilang bergidik ngeri melihat Pak Dadang meluapkan seluruh amarahnya. Dengan gerakan slow motion, Gilang pun perlahan berdiri. Dan Vano, ia pun ikut berdiri dengan tatapan seperti ingin segera menerkam Gilang. Namun Abhay, ia masih stay cool. Karena menurutnya yang terjadi sudah terjadi. Dengan marah pada temannya tidak akan mengubah nasibnya.
Mereka bertiga perlahan berjalan ke depan untuk menjalani hukuman mereka. Namun saat mereka sudah berdiri di samping papan tulis, Pak Dadang kembali memerintah.
"Berdirinya jangan di sana!"
"Trus dimana, Pak?" Gilang bingung.
"Di luar. Biar orang lewat pada ngeliatin."
Gilang mengembangkan senyumannya, seketika pikiran jahil terlintas di otaknya.
Seakan mengerti apa yang Gilang pikirkan. Pak Dadang seraya berkata, "jangan harap bisa kabur. Kalian berdirinya di depan jendela, supaya Bapak bisa lihat."
Tak butuh waktu lama untuk membuat senyuman Gilang kembali memudar. Dengan langkah gontai, ia pun berjalan keluar dan diikuti oleh kedua temannya.
"Pembawa sial lo!" Vano geram setelah mereka keluar.
Sesuai permintaan Pak Dadang, mereka berdiri di depan jendela untuk memudahkan Pak Dadang untuk melihat mereka. Lalu mereka pun perlahan memegangi kedua telinganya dengan satu kaki yang mengangkat ke atas.
Belum semenit mereka menjalankan hukumannya. Beberapa pasang mata yang tak sengaja melintas di depan mereka langsung memberikan tatapan aneh.
"Apa liat-liat? Gue tau gue ganteng," ucap Gilang dengan pedenya.
Lalu Gilang mengedarkan pandangannya dan tiba-tiba ia melihat sosok yang sangat tidak asing.
"Dih Bhay, cewek lo tuh lagi maen basket," seru Gilang.
"Telat lo, Lang. Si Abhay dari pertama keluar udah langsung ngeliatin," ungkap Vano.
Benar kata Abhay, kini Vano sudah seperti intel yang selalu tahu apa yang Abhay lakukan.
"Aduh. Romantis kali abang satu ini," ledek Gilang dengan aksen ala-ala batak.
Abhay tak menghiraukan ocehan kedua temannya. Entah apa yang Abhay pikirkan, yang jelas, ia masih fokus mempertahankan pandangannya.
Tak lama sebuah teriakan terdengar dari tengah lapangan.
"DARA AWAS!"
Abhay dengan refleks membulatkan matanya, ia cukup terkejut melihat situasi yang baru saja terjadi. Entah apa yang menggerakkan dia, Abhay pun tanpa pikir panjang langsung berlari menghampiri kerumunan yang terjadi di tengah lapangan.
Melihat reaksi Abhay, ada seseorang yang kini tengah tersenyum puas.
Kena kan lo, Bhay, ujar batin Vano.
...****************...
Bug.
Sebuah benda bundar dengan mulus mendarat tepat ke kepala Dara.
"DARA!" teriak Ruby reflek setelah melihat bola basket itu mendarat mulus ke tengkorak Dara. Ia pun dengan cepat langsung berlari menghampiri Dara.
"Ra! Lo gak kenapa-kenapa?!" tanya Ruby merasa khawatir.
"Gak, gue gapapa. Tapi kok banyak kunang kunang yah?"
Tak lama Dara merasakan hal aneh terjadi pada tubuhnya. Lalu.
Brug.
"DARA!" teriak Ruby lagi. Ia panik melihat Dara yang tiba-tiba tergeletak di tengah lapang.
"Eh gimana ini! Bantuin angkat dong!" Ruby semakin panik melihat tubuh Dara yang lemah tak berdaya. Dan sialnya ia dibuat kesal dengan tak ada satupun orang yang berniat membantunya.
"Aish. Kok pada di-" ucapan Ruby menggantung karena tiba-tiba saja ada seseorang yang menghampiri Dara, dan sepertinya hendak membopong Dara.
"Awas," pinta orang itu.
Kak Abhay, ujar Ruby dalam hati terperangah.
Dengan sigap, Abhay membopong tubuh Dara lalu membawanya ke UKS.
Apa yang dilakukan Abhay tentu mengundang banyak tanda tanya terhadap banyak pasang mata yang ada di sana. Jelas, tindakan yang baru saja Abhay lakukan sangat tidak wajar. Semua orang tentu tahu bahwa hubungan mereka itu bagaikan Tom and Jerry di kehidupan nyata. Jadi setelah kejadian ini, semua orang pasti akan berpikir, apakah mereka pacaran sungguhan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Anonymous
benci tp rindu y bhay...
2022-04-06
1
zelindra
KK udah q kasih vote please tambah 1 lgii ya.... hari ini gk PP lah hilap dikittt😆😆😆
2022-03-29
4