Mungkinkah Kembali?
Mengenalmu dan memberimu kesempatan
adalah kesalahan terbesar dalam hidupku.
Mungkinkah waktu dapat terulang kembali???
...****...
^^^ Januari 2019^^^
Dengan langkah gundah dan wajah muram, aku melangkah ke salah satu gedung, yang berada di salah satu wilayah tempat kakiku kini berpijak. Jantungku mulai kembali berdetak kencang. Keringat dingin pun mulai bercucuran di beberapa bagian tubuhku. Langkah kakiku makin lemas ketika aku mulai menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai 2 gedung tersebut.
Ini kedua kalinya aku memasuki gedung itu, meski aku sudah bekerja di tempat itu selama hampir 11 tahun lamanya. Namun, aku tak berminat sekali pun juga untuk melangkah ke ruangan itu. Ruangan tempat di mana para petinggi di sekolah, para pemilik yayasan, berada.
Apalagi kedatanganku kali ini untuk bertemu dengan sosok yang paling berkuasa dan paling ditakuti di tempat kami, Bambang Hartawan, pembina yayasan sekaligus pemilik saham terbesar tempatku mengajar. Sosok yang dikenal otoriter dalam kepemimpinannya.
Mungkin ini juga kedua kalinya aku berurusan dengannya, setelah sebelumnya aku pernah dipanggil kepala sekolah karena sebuah kesalahpahaman yang membawa nama besarnya dan dianggap menyepelekan kemampuannya. Namun, kali ini pemanggilan ku tak ada kaitannya dengan masalah tersebut.
Aku dipanggil karena masalah pribadiku. Masalah yang selama ini aku tutupi dengan rapat, bahkan di depan teman-teman terdekatku karena ini aib bagiku.
Ketika sebuah pintu bercat coklat terpampang jelas di mataku. Pikiranku melayang, kembali pada ingatan beberapa bulan lalu saat aku dipanggil pertama kalinya ke tempat itu karena laporan dari Rayhan, suamiku atau lebih tepat jika aku katakan mantan suamiku. Laki-laki pengecut, licik, dan tak punya malu yang melaporkan masalah rumah tangga kami ke pihak yayasan.
Kecemasan semakin melucuti ku, aku benar-benar tak berani mengetuk pintu itu, apalagi untuk membuka dan masuk ke dalamnya. Namun, aku juga tak bisa menghindar lagi dari situasi ini. Aku menghela nafas panjang, saat aku mencoba memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. Pintu yang berada tepat di depan anak tangga saat pertama kali memasuki lantai dua gedung tersebut.
Tok tok tok
"Masuk," sahut seseorang yang berada di dalam ruangan itu.
"Eh, Ibu Rena, silakan masuk Bu," ucap Pak Ali saat membuka pintu ruangan untukku.
Pak Ali merupakan Kepala Sekolah SD yang berada di bawah naungan yayasan yang sama dengan SMP tempatku mengajar. Pak Ali juga merupakan pimpinan langsung dari Rayhan, mantan suamiku. Dia adalah kepala sekolah SD. Kulitnya hitam dengan rambut cepak, membuatnya tampak terlihat sangar.
"Silakan duduk, Bu," sahut Pak Bambang, laki-laki dengan jenggot yang lebat dan panjang, serta perawakan yang tinggi besar, membuat siapa pun lawan bicaranya bisa menciut nyalinya jika berhadapan langsung dengannya.
Iya, dialah sosok Bambang Hartawan. Laki-laki yang memiliki kedudukan penting di tempat ini, sebagai pembina yayasan sekaligus pemilik saham terbesar di yayasan ini, membuat bawahannya tak berani sedikit pun membantah perkataannya. Meskipun terkadang banyak pemikirannya yang menyimpang di atas logika perasaan.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak," pamit Pak Ali.
"Tunggu, kamu di sini saja karena masalah ini juga kan masih berkaitan dengan laporan dari anak buah mu!" perintah Pak Bambang. Pak Ali pun mengikuti keinginan atasannya itu. Ia pun kembali duduk di samping Pak Bambang.
"Bagaimana Bu Rena? Pak Rama sudah menyampaikan semuanya kepada Bu Rena?" tanya Pak Bambang tanpa basa-basi.
"Sudah, Pak. Jujur saya terkejut dengan berita yang Pak Rama sampaikan kepada saya dan saya pikir bahwa saya harus mengklarifikasi ini kepada Bapak," jawabku dengan nada sedikit tinggi karena menahan emosi dan sesak di dada.
"Klarifikasi apa lagi?" tanya Pak Bambang seolah tak suka dengan nada bicaraku.
"Pak, apa benar Pak Rayhan sudah mendaftarkan perceraian kami ke pengadilan?" tanyaku dengan nada yang kembali rendah.
"Benar dan Pak Rayhan bilang besok akta cerainya sudah bisa diambil," jawab Pak Bambang yang membuatku sangat terkejut.
"Apa?! Tapi saya tidak tahu menahu tentang hal itu, Pak. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa sebuah perceraian terjadi tanpa ada satu pun pemberitahuan kepada saya?" tanyaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sedangkan, Pak Bambang dan Pak Ali sepertinya juga terkejut, mereka hanya bisa saling menatap satu dengan lainnya.
"Maaf, Bu Rena. Kami tidak tahu tentang hal ini, kami pikir Ibu sudah mengetahui ini sebelumnya," jawab Pak Bambang.
"Pak Rayhan memang pernah menyodorkan surat talak kepada saya, tapi surat itu saya robek karena saya anggap surat itu tidak sah. Di dalam surat itu sudah ada tanda tangan Ketua RT dan RW sebagai saksi. Sementara mereka tidak pernah dihadapkan di depan saya. Bukan kah itu saja sudah tidak benar?"
"Selain itu, Pak Rayhan juga ingin mengambil hak asuh atas kedua anak dari saya dan membuat saya semakin emosi sehingga dengan pikiran pendek saya pun merobek surat itu karena saya tidak ingin kehilangan anak-anak saya. Lagi pula yang menginginkan perceraian ini Rayhan dan itu karena adanya wanita lain Pak," keluhku.
"Kemudian setelah itu saya berpikir dia tidak akan bisa mendaftarkan perceraian kami ke pengadilan sehingga mau tidak mau dia harus mengalah dan menyerahkan kedua anak-anak saya kepada saya. Tapi sekarang, saya mendapat kabar bahwa tanpa persetujuan saya dia telah mengajukan perceraian nya," ucapku dengan menahan segala sesak di dada.
"Meski tanpa surat persetujuan dari pihak istri, seorang suami tetap bisa mengajukan gugatan perceraian terhadap istrinya, Bu. Karena syarat yang terpenting adalah dia memiliki buku nikah sebagai bukti bahwa dia telah menikah, " Ucap Pak Bambang tenang.
"Iya, saya pernah mendengar dan membaca itu Pak, tapi setidaknya seharusnya saya tetap mendapat surat panggilan dari pengadilan kan, Pak? Saya harus tetap diikut sertakan dalam prosesnya kan Pak?"
"Lalu kenapa selama persidangan berlangsung saya sama sekali tidak pernah mendapatkan surat itu dan kenapa Pak Rayhan tidak pernah memberi tahu saya apa pun tentang hal ini. Padahal, hampir setiap hari kami bertemu di lembaga ini karena kami bekerja di bawah atap yang sama, "
"Dan tentunya selama Rayhan menjalani proses persidangan dia pasti minta izin kepada Bapak untuk menghadiri sidang di pengadilan itu kan?" tanyaku memandang Pak Bambang dan Pak Ali secara bergantian.
"Iya, Pak Rayhan selalu meminta izin kepada saya," jawab Pak Ali.
"Lalu kenapa sebelumnya tidak ada satu pun dari kalian yang memberi tahu saya tentang hal tersebut?! Padahal saya juga sudah mengontak Ketua RT dan RW setempat untuk memberitahu saya, kalau-kalau ada surat untuk saya dan segera menghubungi saya. Khawatir Pak Rayhan memang melakukan itu dengan sengaja tanpa sepengetahuan saya,"
"Saya juga sudah pernah membahas masalah itu kepada Pak Rama sebelumnya, tapi Pak Rama sama sekali tidak pernah menyinggung adanya sidang perceraian ini. Kenapa? Kenapa? Kenapa tidak ada satu pun dari pihak sekolah yang memberi tahu saya, " protes ku kecewa.
"Maaf, Bu Rena. Sekali lagi kami sampaikan bahwa kami sama sekali tidak tahu kalau Ibu sama sekali tidak mengetahui masalah ini. Kami pikir Ibu sudah menerima surat panggilan dari pengadilan, hanya Ibu mungkin menolak untuk hadir," ucap Pak Ali.
“Sungguh, Pak. Saya sama sekali tidak pernah menerima surat panggilan itu, Bapak bisa bertanya kepada teman-teman saya. Bahkan, saya sempat berniat untuk mengajukan kasus ini sendiri ke pengadilan jika Pak Rayhan terus menggantung status saya,” jawabku.
“Mungkin Pak Rayhan sengaja tidak memberi tahu Ibu agar sidang perceraian lebih cepat selesai karena mungkin dia khawatir Ibu kembali tidak setuju dan membuat perceraian berjalan semakin lambat,” ucap Pak Bambang yang seolah-olah membela Rayhan.
"Tapi bukannya Bapak bilang sendiri bahwa Bapak memanggil saya kemari, memaksa saya untuk menceritakan semua hal yang menjadi aib bagi saya dan sebenarnya tidak ingin saya ceritakan hanya karena Bapak ingin rumah tangga saya dan Rayhan rujuk kembali kan? Lalu sekarang kalian berdua mendukung Pak Rayhan agar perceraian tidak berjalan lambat. Sebenarnya apa yang kalian inginkan?" protes ku.
"Tapi Pak Rayhan sudah tidak ingin rujuk kembali, " sahut Pak Ali.
"Kalau Bapak sudah tahu itu lalu apa gunanya sebelum sidang ini Bapak berdua memanggil saya dan menjadikan syarat rujuk sebagai syarat untuk bisa mempertahankan salah satu dari kami berdua masih bisa bertahan di tempat ini? Kalau pada akhirnya Bapak meminta Pak Rayhan untuk mengurus perceraian kami dengan tanpa kehadiran saya. Padahal, Bapak tahu, kalau saya tidak dihadirkan dalam persidangan itu bagaimana bisa terjadi rujuk? Entah apa yang terjadi dan dikatakan Pak Rayhan selama sidang di pengadilan. Entah itu kebenaran atau fitnah belaka saya pun tak tahu,"
"Perkara talak tiga yang sempat Bapak tanyakan kepada saya pun saya masih belum bisa mendapat jawabannya dengan pasti. Mengingat talak 2 nya saja yang tahu hanya Pak Rayhan. Saya yang ditalak pun malah tidak mengetahuinya. Dan menurut saya ini sudah sangat jelas, Pak. Pak Rayhan telah bertindak curang kepada saya,” keluhku geram.
"Maaf, kami sama sekali tidak mengetahui hal ini, Bu Rena. Apa yang dikatakan Pak Rayhan dan mengenai masalah talak tiga ini, Ibu bisa tanyakan sendiri pada Pak Rayhan? Atau jika Ibu tidak puas dan ingin mengetahui semuanya, Ibu bisa datang langsung ke pengadilan dan meminta salinan isi sidang perceraian Ibu ke pengadilan. Sekarang, ada baiknya kita langsung saja kembali ke persoalan awal alasan kenapa Ibu dipanggil lagi kemari, " sahut Pak Bambang.
"Seperti yang pernah saya sampaikan bahwa yang kami inginkan adalah Ibu dengan Pak Rayhan bisa rujuk kembali, dan jika kalian berdua berhasil rujuk, maka kalian berdua masih boleh bertahan di sini. Namun jika tidak dan perceraian tetap terjadi, maka Ibu kami minta untuk mengundurkan diri dari yayasan ini," ucap Pak Bambang.
Aku menarik nafasku dalam.
"Baik, Pak, saya bersedia mundur, tapi saya minta tolong bantu saya untuk mendapatkan anak-anak saya kembali dan minta Pak Rayhan untuk memberikan nafkah yang layak untuk anak-anaknya. Karena tentu Bapak tahu bahwa adanya pengadilan sepihak telah memberikan kerugian yang sangat besar kepada saya. Dan itu seharusnya di bawah pengawasan dan tanggung jawab Bapak yang telah menyarankan adanya persidangan itu,"
"Selain itu, akibat perceraian ini saya pun tidak bisa mempertahankan pekerjaan saya di sini. Kemungkinan besar hak-hak yang seharusnya saya dapatkan sebagai seorang istri pun tidak akan diberikan oleh Rayhan termasuk hak asuh anak-anaknya juga. Bukan kah itu sangat tidak adil bagi saya dan anak-anak, Pak?" ucapku penuh harap agar mereka mau membantu dan Rayhan tidak bertindak semena-semena.
Jika selama ini jika ada yang berhutang kepada mereka, mereka bisa langsung potong gaji karena dianggap itu kewajiban. Maka seharusnya, permintaanku ini tidak ada salahnya kan, mengingat menafkahi anak-anaknya adalah kewajiban seorang ayah.
"Maaf, Bu, untuk masalah ini kami tidak ingin ikut campur. Ini masalah pribadi Ibu dan Pak Rayhan. Sebaiknya, Ibu bicarakan baik-baik dengan Pak Rayhan sendiri," ucap Pak Bambang.
Apa? lucu sekali, dia mengatakan itu masalah pribadi saya? Apa dia lupa alasan saat meminta saya untuk berhenti dari tempat ini pun karena berhubungan dengan masalah pribadi saya bukan karena masalah profesionalisme kerja? Apalagi selama ini saya ini saya belum pernah terkena SP. Bahkan, sertifikat penghargaan sebagai guru terbaik selama tiga tahun berturut-turut saya dapatkan. Tapi mereka tidak pernah mempertimbangkan hal itu hanya karena masalah pribadi. Hanya karena saya perempuan. Hanya karena laporan seorang Rayhan dan wali murid pengacau rumah tangga orang. Lalu, sekarang ketika saya meminta keadilan kepadanya. Dia menolak dengan mudah, dengan alasan tidak mau ikut campur masalah pribadi saya. Dasar manusia bermuka dua! (umpatku dalam hati)
Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran kalian? Kalau Rayhan dan keluarganya memang bisa diajak bicara baik-baik, tidak mungkin kan saya sampai tidak mengetahui adanya sidang sama sekali. Harapan untuk mendapatkan pihak ketiga yang lebih kompeten dalam memberi nasihat kepada Rayhan pun jelas sudah tidak ada lagi. Perlindungan hukum untuk saya dan anak-anak pun jelas tidak bisa lagi saya dapatkan.
Kenapa? Kenapa waktu itu saya begitu bodoh, begitu naif, harusnya waktu itu saya tidak percaya kata-kata dua orang di depan saya ini. Orang-orang yang hanya melakukan mall praktik, tidak kompeten tapi masih saja sok, harusnya waktu itu saya langsung ke pengadilan saja, tak perlu lagi menghormati mereka yang tak pantas dihormati (Pikirku).
Rasa kecewa, sedih, marah merasuk dalam jiwa. Ternyata aku terlalu menyimpan banyak harapan. Aku pun meninggalkan tempat itu dengan penuh rasa kesedihan dan kecewa.
Kecewa karena bertahun-tahun mengabdikan diri pada tempat yang salah. Kecewa karena ternyata mereka yang paham tentang ilmu agama, ternyata bisa memiliki pemikiran yang sangat dangkal hingga memberikan begitu banyak kerugian bagi pihak wanita.
Apalagi yang aku dengar dari Pak Rama, alasan mereka lebih mempertahankan Rayhan di sana adalah karena Rayhan laki-laki yang memiliki peran memberi nafkah. Lalu, tanpa adanya jaminan apakah mereka yakin Rayhan akan menafkahi kami dengan layak. Sedangkan, ketika masih berstatus suami pun dia menafkahi kami dengan semaunya.
Lalu wanita ini? Yang telah mereka ambil pekerjaan nya. Yang sama sekali tak mendapatkan apa-apa dari 10 tahun pernikahannya karena pengadilan yang dilakukan secara sepihak tanpa tahu apa pun yang terjadi. Hanya bisa kembali kepada laki-laki tua yang sekarang sudah tidak punya pekerjaan dan hanya mengharapkan warung kecil untuk menafkahi istrinya.
Laki-laki tua yang dengan kepercayaannya telah menjabat tangan laki-laki itu di hadapan semua orang. Menyerahkan putri tercintanya untuk disayangi, dilindungi, dan dikasihi. Dan sekarang puteri itu dikembalikan begitu saja. Layaknya sepah yang dibuang setelah hilang manisnya.
Tapi aku Rena, walaupun aku seorang wanita. Aku berjanji aku masih bisa terus berdiri. Aku tidak akan memberi beban berat pada laki-laki tua yang seharusnya memang sudah beristirahat ini. Aku yakin Tuhan ada bersamaku.
****
Bersambung
Jangan lupa berikan like, vote, dan komen terbaikmu untuk karya pertama author terima kasih 🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Novita_Wu
yuk mampir juga d karya baru
Novita_Wu
Masih ada harapan
bantu support karya aq ya☺️
2022-05-03
2
Indah Nihayati
bagus thorr
2022-02-25
2
Siti Dede
kayak kisah aku, berakhir di Januari
2021-09-17
4