Manusia hanya bisa berharap Tuhan yang menentukan...
***
Tiga bulan kemudian
Rena tampak termenung di balik jendela rumahnya. Ia menikmati kegelapan yang kini mulai menyelimuti bumi sembari menatap dua buah hati kecilnya yang sekarang sedang tertidur pulas. Menanti hujan yang turun dari langit bersama dengan belaian angin yang berasal kipas elektrik yang menyala di samping ranjangnya.
Haikal, putra bungsu Rena, kini usianya telah menginjak 6 tahun. Ramadhan kali ini adalah Ramadhan pertama bagi dirinya tanpa ayah setelah tiga bulan Rena resmi menyandang status janda. Ramadhan kali ini juga untuk pertama kalinya bagi Haikal melaksanakan ibadah puasa secara penuh, dari Subuh sampai petang.
Alhamdulillah, di puasa pertamanya Haikal dapat melaksanakan ibadah ini dengan baik. Bahkan, hingga menginjak 25 Ramadhan, Haikal kecil hanya bocor satu kali. Hal itu tentu menjadi kebahagiaan yang luar biasa bagi seorang ibu seperti Rena. Namun, kebahagiaan tersebut, harus ternoda oleh rasa sedih dan kecewa.
Betapa tidak, di saat anak-anak lain seusia Haikal mendapatkan perlakuan yang teramat istimewa sebagai hadiah menjalankan puasa pertamanya dengan baik, ibu yang menjalankan peran sebagai orang tua tunggal ini hanya memiliki kemampuan yang teramat terbatas. Bahkan, hingga saat ini baju baru buat Haikal dan Kakaknya, Hana, sebagai mana yang dipamerkan teman-temannya belum bisa ia belikan.
Kedua buah hati Rena itu memang tak meminta. Mereka seakan mengerti kondisi ibunya yang hingga saat ini belum memiliki pekerjaan baru. Namun, tetap saja hal ini justru memicu rasa sedih, sakit, marah, kesal, dan kecewa di hati Rena Betapa tidak, mereka saat ini masih memiliki orang yang bertanggung jawab atas diri mereka. Akan tetapi, hingga detik ini, jangankan ingat membelikan baju untuk mereka, mengingat mereka makan sahur dan buka puasa dengan apa pun tidak.
Entah terbuat dari apa hati ayah mereka, ternyata laki-laki itu memegang teguh kesepakatan yang telah dibuatnya bersama Rena. Rena terpaksa membuat kesepakatan itu, saat dirinya berkeras ingin mengambil kedua buah hatinya.
Kesepakatan bahwa Rena tidak akan menuntut apa-apa kecuali biaya renovasi rumah yang biayanya dari tabungan pribadi Rena sebesar 50 juta. Itupun tidak tahu kapan akan mulai dibayarkan. Atau mungkin juga karena faktor lain, bisa jadi pernikahan keduanya telah benar-benar mampu mencuci otaknya, membuatnya lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah.
Kadang Rena berpikir bahwa keinginannya yang bersih keras waktu itu untuk mengasuh kedua buah hatinya adalah sebuah kesalahan. Karena itu berarti ia telah membuat kedua buah hati yang dicintainya itu berada pada kondisi sengsara seperti dirinya.
Apakah dia memang ibu yang egois? Keras kepala? Mungkin, kalau mereka tinggal bersama ayahnya di rumah besar yang ia bangun bersama mantan suaminya itu mereka tidak akan sengsara seperti ini. Mereka bisa menghabiskan malam mereka dengan menikmati film kesayangan mereka dan memilih sajian buka puasa sebagaimana hari hari sebelum perceraian itu terjadi.
Kesedihan dan kekecewaan itu kini hanya mampu Rena ungkapkan dalam sebuah tulisan. Menulis merupakan kegemarannya sedari dulu. Ia menumpahkan kesedihan dan kekecewaan yang dirasakannya itu dalam bentuk tulisan di salah satu akun media sosialnya sebagai bentuk luapan emosi untuk mantan suaminya itu.
Laki-laki yang sejak kesepakatan itu terjadi sudah tidak bisa dihubungi lagi. Laki-laki yang bahkan ketika dia masih berstatus sebagai suami pun kerap memblokir nomor ponselnya. Laki-laki yang hanya lebih peduli pada teman-teman perempuan, wali murid, reputasi, dan sanak familinya saja. Laki-laki yang sebelumnya pernah menduduki posisi tertinggi di hatinya bahkan melampaui posisi kedua orang tuanya. Laki-laki yang ia serahkan seluruh jiwa raga bahkan masa depannya.
Selama ini ia memendam semua rasa sakitnya, berharap suatu hari nanti perangai laki-laki itu bisa berubah. Namun, harapan tinggal harapan. Harapan yang tak pernah tercapai. Jangankan untuk berubah menjadi suami yang lebih baik. Bahkan, menjadi teman yang baik pun sepertinya sudah tidak mungkin lagi. Laki-laki itu malah kini sudah seperti musuh baginya, yang ingin ia hindari, jauhi, dan tak ingin lagi ia temui sampai kapan pun.
Tak lama seusai ia mengetik pesan itu tanpa disangka beberapa respon muncul dari sahabat dan murid-muridnya terdahulu. Respon tersebut memberi energi positif pada Rena untuk bangkit dari keterpurukan. Namun, seolah tersadar akan tindakannya yang telah mengekspose masalah pribadinya, ia pun segera memutuskan untuk menghapus tulisan tersebut dari akun sosmednya.
****
Selesai membersihkan sisa-sisa makanan bekas sahur, seseorang mengetuk pintu rumah Rena.
Tok tok tok..
Rena segera membuka pintu depan rumahnya itu.
"Eh, Mba Nita, masuk Mba," sahut Rena pada wanita berparas ayu yang tadi mengetuk pintu rumahnya.
Wanita itu tak lain adalah Nita. Nita adalah istri dari Bang Reno, Kakaknya Rena. Meski, ia kakak ipar Rena, namun usianya hampir seumuran dengan Rena. Ia juga adik ipar dari Lala, teman kuliah Rena karena Lala menikah dengan Diki, kakak sulung Nita.
"Ada apa Mba? Tumben pagi-pagi udah ke sini?" tanya Rena.
"Mba cuma mau kasih ini. Ini titipan uang dari Bang Reno untuk Haikal dan Hana," ucap Nita sambil menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan pada Rena.
"Uang apa Mba?" tanya Rena saat Nita menyodorkan uang itu kepadanya.
"Ini uang THR mereka, sekaligus hadiah yang dijanjikan Bang Reno pada mereka kalau mereka mampu menyelesaikan puasanya dengan baik. Tadinya uang itu akan diberikan Bang Reno saat lebaran nanti, tapi Bang Reno berubah pikiran. Ia ingin memberikan uang itu sekarang untuk membeli baju lebaran buat Hana dan Haikal," sahut Nita.
Astaga, apa Bang Reno dan Mba Nita membaca postinganku, ya? Ya ampun, aku sungguh malu, padahal aku sama sekali tak ada maksud seperti itu. Aku hanya ingin menghilangkan beban di hatiku, yang dipenuhi rasa sedih dan kecewa. Tak ada sedikit pun keinginanku untuk dikasihani oleh orang lain. (Pikir Rena)
"Gak usah Mba, nanti aja," ucap Rena berusaha mengembalikan uang itu pada Nita.
"Sudah, ambil aja, enggak perlu malu atau pun sungkan. Haikal dan Hana pasti senang," sahut Nita menolak uang yang ingin dikembalikan oleh Rena.
Tak lama Hana dan Haikal datang menghampiri Rena dan Nita yang kini tengah berada di ruang tamu.
"Tante Nita, Tante ada apa pagi-pagi udah ke sini?" tanya Hana, putri sulung Rena.
"Tante mau ngasih titipan uang THR kalian dari Om Reno. Katanya supaya kalian bisa beli baju lebaran dengan uang ini," sahut Nita.
"Baju lebaran," sahut Hana memandang adiknya.
"Yeaay, kita bisa beli baju lebaran!" sorak Haikal dan Hana hampir bersamaan.
"Makasih, Tante," Ucap Hana senang.
Terlihat sekali keduanya tampak begitu bahagia mendengar kabar tersebut. Kebahagiaan mereka menular pada Rena dan Nita yang menyaksikan tingkah kedua anak yang masih polos itu.
****
Rena dan kedua buah hatinya, Hana dan Haikal tampak bersiap untuk membeli baju baru yang begitu diinginkan oleh keduanya. Namun, sebelum berangkat Rena mendapat notifikasi pesan whatsapp dari nomor yang tak ia kenali.
Assalamualaikum..Bu Rena, apa kabar? (Nomor tak dikenal)
Wa 'alaikum salam.. Alhamdulillah sehat. Tapi, maaf ini nomor siapa ya? (Rena)
Ini nomor Riska, Bu. Ibu masih ingatkan murid ibu angkatan pertama yang kece badai dan cetar membahana ini? Simpan ya, Bu, (Nomor tak dikenal)
"Riska?" Rena mulai mengingat nama Riska. Riska adalah murid angkatan pertama Rena dulu saat dirinya mengajar di SMP Pelita Jiwa. Ia pun menyimpan nomor Riska.
Oh, Riska. Sekarang Ibu ingat. Riska Syahrini kan? Baik, sekarang Ibu sudah simpan nomor kamu. (Rena)
Terima kasih Ibu Rena cantik..., telah menyimpan nomor Riska yang cetar membahana ini. (Riska)
Bu, apa boleh Riska dan teman-teman main ke rumah Ibu? Kami udah kangen banget sama Ibu (Riska)
Tentu saja boleh, pintu rumah Ibu selalu terbuka untuk kalian. (Rena)
Terima kasih, Ibu. Sekarang, Ibu tinggal di mana? (Riska)
Sekarang ibu tinggal di rumah almarhumah Nenek Ibu. (Rena)
Di daerah mana itu Bu? (Riska)
Kamu masih ingat tempat Ibu dan Pak Rayhan menikah dulu? Rumah Ibu sekarang dekat dengan rumah orang tua ibu, tempat waktu ibu melaksanakan acara resepsi pernikahan Ibu dulu (Rena)
Aduh, maaf Riska udah lupa, Bu. Maklum pernikahan Ibu kan udah 11 tahun yang lalu. Ibu kirim alamat Ibu aja, ya (Riska)
Iya, nanti Ibu kirim alamat Ibu. Memang rencananya kapan kalian mau main ke sini? (Rena)
Insyaallah, nanti sore, kalau tidak ada halangan, Bu. Ibu enggak ke mana-mana kan? (Riska)
Sebenarnya Ibu mau pergi sama anak-anal Ibu, tapi insyaallah kalau sore sepertinya Ibu sudah sampai di rumah. Uhuk.. uhuk.. (Rena)
Bu, Ibu Rena lagi batuk? (Riska)
Enggak, Ibu lagi nyanyi (Rena)
Ah, Ibu bisa aja. Bu, kalau boleh tau anak Ibu yang paling kecil umurnya berapa tahun ya? (Riska)
Umurnya sekarang sudah 6 tahun. Kenapa? (Rena)
Kebetulan aku lagi belanja dan ingin beliin baju buat anak Ibu (Riska)
Kamu baca postingan Ibu ya? (Rena)
Rena langsung menerka alasan Riska menanyakan umur putranya. Ia kembali memikirkan postingan yang sempat ia kirimkan beberapa hari lalu yang sebenarnya ia tujukan pada Rayhan dan keluarga mantan suaminya. Meskipun postingan itu telah dihapus. Namun, postingan itu sudah terlanjur mendapat banyak respon dari teman dan murid-
muridnya.
Rena sungguh merasa tak enak hati. Sebenarnya ia tak ingin, kalau murid-muridnya mengetahui sisi kelam dalam hidupnya. Ini semua kesalahannya. Harusnya ia mampu menahan diri untuk tidak menumpahkan semua rasa sedih, kecewa, dan marahnya kepada ayah dari anak-anaknya itu ke akun medsos. Namun, apa hendak dikata semua itu sudah terlanjur terjadi.
Iya (Riska)
Kalau begitu terima kasih atas niat baiknya. Kamu tidak perlu sampai melakukan itu dan Alhamdulillah Ibu sudah ada uang untuk membelikan mereka baju. Jadi, kamu tidak perlu repot-repot membelikan mereka lagi ya, (Reni)
Oh, Alhamdulillah. Tapi, maaf Bu, Riska cuma ingin kasih hadiah aja buat anak-anak Ibu yang udah melaksanakan puasa mereka dengan baik. Gak apa-apa kan? Ibu jangan tersinggung ya (Riska)
Rena menghela nafas panjang, sebelum akhirnya ia mengetik pesannya kembali.
Ya sudah, tidak apa-apa. Terima kasih atas niat baik nya. Tapi, jangan dipaksakan ya. (Rena)
Enggak kok, Bu. Kalau begitu udah dulu y, Bu. Riska mau lanjutin pekerjaan Riska dulu. Nanti kalau sudah mau sampai rumah Ibu, Riska hubungi kembali. Assalamualaikum.. (Riska)
Wa'alaikum salam warahmatullah (Rena)
Setelah keduanya mengakhiri percakapan mereka, mereka pun dan kembali pada aktifitas mereka masing-masing.
****
Sore setelah Rena kembali dari pasar untuk membelikan baju untuk kedua anaknya. Ia kembali mendapat pesan dari Riska yang menyampaikan bahwa ia dan teman-temanya sore ini jadi berkunjung ke rumah Rena.
Rena pun mempersiapkan segalanya. Mulai dari mempersiapkan jamuan kecil-kecilan yang bisa dihidangkannya, membersihkan rumah dan lain sebagainya.
Setelah semua selesai, Rena bersiap untuk mandi dan menunaikan ibadah shalat Ashar. Namun, sebelum langkah kakinya menggapai kamar mandi sebuah pesan whatsapp masuk melalui ponselnya.
Assalamualaikum.. Bu hari ini Riska dan teman-teman jadi berkunjung ke rumah Ibu, ya.. kami berangkat dari sini bada Ashar. (Riska)
Wa'alaikum salam.. Iya, Ibu tunggu dan Ibu sudah kirimkan alamat Ibu.
(Rena)
****
Sebagaimana yang telah dijanjikan Riska dan keempat teman-temannya yang lain datang berkunjung ke rumah Rena. Mereka membawa banyak barang untuk Rena, sang guru tercinta.
"Assalamualaikum.., " sahut mereka bersamaan saat sampai di halaman rumah Rena
"Wa'alaikum salam.. Mari masuk," jawab Rena
Riska dan teman-temannya itu pun masuk ke rumah Rena tanpa lupa mencium punggung tangan Rena. Mereka pun memberikan barang bawaan mereka yang berupa kebutuhan pokok sehari-hari kepada Rena, termasuk obat batuk yang sengaja dibeli Riska untuk Rena. Hal itu sungguh membuat Rena merasa terharu.
Riska dan keempat temannya memasuki rumah Rena yang sangat sederhana itu. Mereka duduk di lantai yang beralaskan karpet. Senyum mengembang terpancar dari wajah mereka.
"Akhirnya kita ketemu lagi, sudah lama ya kita tidak jumpa," ucap Rena begitu ia duduk bergabung bersama mereka.
"Iya, habis Ibu sih enggak pernah ikut acara reuni," jawab seorang gadis berkerudung merah yang bernama Laela.
"Iya, mau gimana lagi Ibu enggak pernah dapat izin dari Pak Rayhan," sahut Rena sedih mengingat otoritas mantan suaminya yang memang tak pernah memberikannya izin untuk mengikuti acara-acara semacam itu.
"Hemm, Pak Rayhan benar-benar enggak asyik, ya, Bu? Mending dulu Ibu sama Pak Dewa aja," sahut Bae, gadis berkerudung biru yang duduk dekat Laela.
"Hus, cukup lagi puasa! Jangan dengerin Bae, Bu!" potong Laela.
"Kamu Laela, kan? Dan ini Bae, Riska, Mili, dan Sarah?" tanya Rena menyebut nama tiap gadis yang ada di depannya.
"Iya, Bu, benar banget. Ibu Rena paling top deh selalu ingat sama nama kita," sahut Riska.
"Oh iya, gimana kabar kalian? Di antara kalian apa sudah ada yang menikah?" tanya Rena.
" Udah, Bu. Tuh, Mili sekarang lagi hamil muda Bu," jawab Sarah menunjuk perempuan di sebelahnya yang hanya bisa tersenyum malu-malu.
" Iya, Bu, masa ngidamnya aneh banget, katanya pengen ketemu Ibu," sahut Laela.
"Eh, Laela jangan gitu dong, jangan suka buka kartu," sahut Mili.
"Gak apa-apa Mil, justru Ibu seneng dengernya," sahut Rena tersenyum simpul.
"Iya, Bu Rena kan cantik, siapa tahu anak lo nantinya cantik juga kayak Bu Rena, daripada ngidam si Riris yang cetar enggak membahana apalagi," sahut Bae l melirik Riska
"Bae .., apa maksud lo ? Lagi bae-bae aja, kan?" ejek Riska.
"Kampret, lo, Ris," umpat Bae sambil melotot, tak terima nama panggilan kesayangannya dipermainkan.
"Tuh, Bu. Bae ngomong kasar, jewer Bu, jewer!" sahut Laela tersenyum mengenang masa-masa sekolah yang sering mendapat jeweran dari Rena kalau kedengeran bicara kasar.
"Alah, lo Lae, mo jadi provokator? Apa perlu gue ingetin lagi siapa yang dulu sempat bikin heboh satu kelas gara-gara typho-nya yang kelewat batas. Nulis kata 'jemput' huruf 'p' nya malah diganti 'b' udah gitu diperiksa sama anak cowok lagi. Kebayangkan kalimat yang seharusnya 'Dina dijemput temannya gara-gara salah nulis akhirnya jadi Dina di..," ucap Bae dengan melafalkan kata terakhir samar-samar yang membuat semua yang ada di situ tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian itu.
"Alah, lo lupa ya atau amnesia? Lo juga kan sama nyontek kerjaan gue kayak gitu," timpal Laela.
"Iya, saking ngantuknya gue sampe ikut-ikutan error. Udah gitu, yang meriksa tugas gue, gebetan lagi," sahut Bae yang membuat yang lain kembali tertawa.
"Mama," Haikal dan Hana pun menyapa ibu mereka yang sedang asyik berbincang dengan murid- muridnya.
“Eh, sayang,” ucap Rena saat melihat kedua buah hatinya menghampirinya.
"Ini anak-anak Ibu?" tanya Riska
"Iya," jawab Rena.
"Ini Haikal ya, Bu, yang paling kecil?" tanya Mili menunjuk putra bungsu Rena.
"Iya," jawab Rena
"O ya, sini! Kak Mili punya hadiah buat Haikal. Buat Kakak Hana juga ada," sahut Mili menghampiri kedua anak itu. Kemudian, ia mengeluarkan dua buah kado yang ada dalam tasnya dan memberikan kado itu kepada Haikal dan Hana.
"Makasih, Kak. Boleh dibuka?" tanya Hana.
"Boleh, buka aja," jawab Mili sambil tersenyum senang.
Haikal dan Hana pun membuka kado itu secara bersamaan. Betapa senangnya mereka saat membuka kado yang isinya ternyata baju lebaran yang ingin sekali mereka beli tapi karena harganya terlalu mahal, mereka tak jadi membeli itu.
"Yeaay, makasih Kakak," teriak Haikal dan Hana bersamaan.
Pemandangan itu benar-benar membuat Rena terharu. Tanpa sadar air mata menetes di kedua sudut matanya. Ternyata, setelah begitu lama, murid-muridnya yang kini telah memiliki dunianya masing-masing, masih begitu memperhatikan dirinya. Padahal, bagi Rena sendiri mereka masih mengingat dirinya saja itu sudah cukup membuat ia bahagia.
***
Bersambung
Terima kasih yang telah memberikan dukungan berupa like, komen, dan vote nya serta menjadikan karya ini sebagai favorit.. 🤗🤗🤗
💐💐💐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Opung Boru Caroline
Kemana tuan takur reyhan mantan suami.tdk beli baju lebaran
apa sd dicucikh otaknya sama selingkuhan sampai lupa anak
2022-01-28
3
Siapa aku?
Sedih
2021-12-02
3
Airin
Baca lagi ternyata isi bab udah berubah.. revisi ya
2021-07-04
4