Setelah kami puas bermain, aku mengajak Hana dan Haikal untuk membeli berbagai macam camilan dan eskrim yang tersedia di tempat itu. Setelah itu, kami pun menikmati eskrim dan camilan itu bersama. Mereka terlihat sangat senang dan itu membuatku ikut merasa bahagia.
Di saat kami tengah menikmati camilan bersama tiba-tiba...
"Hana, Haikal," terdengar suara lembut seorang wanita dari kejauhan memanggil nama kedua anak itu. Kami pun menoleh secara bersamaan ke arah asal suara tadi.
Deg
Seketika jantungku berdetak lebih cepat, saat
melihat sosok wanita yang tak asing bagiku.
“Mama,” teriak Hana dan Haikal hampir bersamaan seraya melambaikan tangan mereka pada wanita itu.
“Rena,” sahutku lirih.
Aku benar-benar tak menyangka bahwa Hana dan Haikal adalah anak dari Rena, wanita yang pernah aku sayangi dan pernah menjadi bagian penting dalam hidupku. Pantas saja, saat bertemu dengan mereka, aku merasa tidak asing dengan wajah keduanya. Rupanya mereka memiliki paras yang tidak jauh berbeda dengan ibunya.
Sesaat, aku terpaku memandang kedatangannya. Wajahnya tak banyak yang berubah. Ia masih terlihat manis seperti dulu, hanya penampilannya saja yang kini tampak sedikit berubah. Kini, ia tampak terlihat lebih dewasa. Balutan hijab biru tua kini menutupi rambutnya yang hitam dan bergelombang.
Kemudian, ia berjalan mendekat ke arah kami, membuat denyut jantung yang sudah cepat ini seakan berdetak lebih cepat lagi.
Astaga, kenapa dengan jantung ini? Apakah aku masih merasakan perasaan yang sama seperti dulu terhadapnya? Bahkan, setelah 12 tahun? Ya, Tuhan, ini tidak boleh terjadi karena sekarang dia pasti sudah berkeluarga. Hidupnya pasti telah bahagia bersama suami dan kedua anaknya yang manis dan lucu ini.
“Kak Alan,” sapa Rena membuatku tersadar dari lamunanku.
“Rena,” sapaku kembali.
“Sedang apa Kakak bersama Hana dan Haikal di sini?” tanya Rena yang tampak gugup melihatku.
“Oh, aku baru saja mengajak mereka bermain dan menikmati camilan bersama,” jawabku.
“Iya, Mah. Om Tampan ini sangat baik,” sahut Hana yang kemudian mendekat ke arahku dan tiba-tiba..
Cup
Gadis kecil itu mencium pipi kananku, membuatku terkejut dengan tingkah polosnya.
Astaga, kenapa anak ini mirip sekali dengan ibunya? Sering membuatku kaget dengan serangannya yang mendadak. (batinku teringat kenangan antara aku dan Mama mereka)
“Mama, kenal sama Om Alan?” tanya Haikal.
“Iya, Mama kenal. Kebetulan Om Alan ini temannya Mama waktu kuliah dulu. Terus kenapa kalian bisa bersama Om Alan? Lalu bagaimana kalian bisa bermain dan menikmati camilan bersama? Memang kalian kenal Om Alan di mana?” tanya Rena menatap Haikal dan Hana secara bergantian.
Gadis kecil itu tampak bingung menjawab pertanyaan ibunya. Pandangan matanya mengarah kepadaku seolah memohon bantuan kepadaku untuk menjawab pertanyaan dari ibunya itu. Sedangkan, Haikal hanya bisa menundukkan kepala menunjukkan ketakutannya.
“Begini Rena, putra kecilmu itu tadi tidak sengaja menghilangkan uang pemberian darimu yang ingin mereka pakai untuk bermain di sini. Karena aku merasa kasihan dan kebetulan aku juga bosan bermain sendiri di sini. Jadi ya, aku ajak saja mereka bermain bersamaku. Setelah itu, kami bertiga merasa lapar, jadi sekalian saja aku juga ajak mereka makan bersama menikmati camilan ini,” sahutku.
“Oh, begitu. Hana kenapa kamu enggak cerita sama Mama kalau uang adikmu hilang?” tanya Rena memandang putri sulungnya itu yang tampak bingung menjawab pertanyaan ibunya.
“Sudahlah, mungkin mereka merasa takut kalau kamu marah, Rena. Lupakan saja. Toh, aku juga senang bisa mengenal dan bermain bersama mereka,” ucapku.
“Tapi tidak boleh seperti itu juga Kak Alan. Harusnya mereka menceritakan semua itu pada ibunya,” sahut Rena memandang Hana dan Haikal dengan wajah penuh kekecewaan.
“Iya, maaf, Ma,” sahut Hana menunduk.
“Ikal juga Mah, maaf,” sahut Haikal mengikuti gaya kakak perempuannya.
“Hana janji kalau ini terjadi lagi Hana pasti akan cerita sama Mamah," lanjut Hana.
“Iya, Ikal juga Ma, suer!” sahut Haikal sambil menunjukkan dua jarinya.
Kepolosan mereka mengundang senyum di hatiku. Entah, mengapa melihat mereka aku jadi ingin memiliki anak. Mungkin benar kata Mama, aku tidak bisa hidup seperti ini terus. Aku harus mulai memikirkan masa depanku, memiliki rumah tangga yang baru. Meskipun itu artinya aku harus siap menerima wanita yang dipilihkan Mama untukku.
“Kak, anak dan istri Kakak di mana? Apa tidak ikut dengan Kakak?" tanya Rena.
Pertanyaan Rena kali ini membuatku terkejut setengah mati. Sungguh, aku bingung harus menjawab apa karena sebenarnya aku enggan menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan yang jawabannya pasti akan membuat orang menaruh rasa kasihan kepadaku saat mereka mendengarnya. Beruntung saat itu ponselku tiba-tiba bergetar.
Drrt...drrtt...
Mama, kau menyelamatkan hidupku (ucapku dalam hati begitu melihat nama 'Mama' yang tertera di layar ponselku)
“Maaf, Rena, aku mau mengangkat telepon ini dulu,” sahutku.
Aku pun menekan tombol penerima panggilan.
“Halo, Alan,” sahut Mama.
“Iya, Ma," jawabku.
“Kamu ke sini, ya? Mama sudah selesai belanja nih. Sekarang, Mama sedang mengantri di kasir 4,” pinta Mama.
“Iya, aku segera meluncur ke sana, Ma,” jawabku.
Setelah aku menjawab telepon itu dan menutup panggilan dari Mama, dengan segera aku berpamitan pada Rena dan kedua buah hatinya.
“Rena, maaf ya, aku harus pergi dulu,” ucapku sebelum beranjak pergi meninggalkan mereka bertiga.
“Iya, Kak, silakan! Sekali lagi, terima kasih ya, sudah mengajak anak-anakku makan dan bermain bersama. Tentu itu pasti sangat merepotkan,” sahut Rena.
“Tak masalah, aku senang melakukannya.” jawabku.
“Hana, Haikal, Om pergi dulu, ya,” ucapku.
“Iya, Om,” jawab Haikal.
“Om tunggu, sini dulu!" sahut Hana memintaku mendekatinya.
Kemudian, aku pun melangkah mendekati gadis kecil itu dan duduk di dekatnya.
Cup
Lagi-lagi gadis itu tiba-tiba mencium pipi kananku.
“Ih, Kakak genit! Dari tadi nyiumin Om Alan terus,” protes Haikal.
“Iya, Hana, kamu enggak boleh bersikap seperti itu pada Om Alan. Nanti, kalau ada yang cemburu gimana?” sahut Rena memberi pelototan kepada putrinya.
“Enggak apa-apa, Rena, ibunya juga kalau mau melakukan hal yang sama tak masalah bagiku. Ups!” ucapku tanpa sadar dan benar-benar sangat kusesali.
Astaga, Alan apa yang kamu bicarakan dia itu istri orang lain. Jaga bicaramu! (batinku)
“Maaf, tadi aku benar-benar bercanda, Rena,” sahutku yang saat itu sudah mendapat sorotan tajam dari Rena. Ia masih saja jutek seperti dulu. Dan itu malah membuatnya terlihat semakin menggemaskan.
“Bercandanya Kakak benar-benar enggak lucu,” ucap Rena ketus.
“Maaf,” sahutku lirih penuh penyesalan.
“Ya sudah, cepat sana pergi! Istrimu sekarang pasti sudah menunggu,” ucap Rena masih dengan nada ketus.
Astaga, istri? Jadi, Rena pikir kalau yang menelepon tadi istriku. Tapi, biarlah daripada dia harus tahu yang sebenarnya.
Selesai berpamitan aku berlalu meninggalkan Rena dan kedua buah hatinya. Entah, mengapa aku merasa sangat bahagia bisa kembali melihatnya, meskipun aku sadar bahwa ini adalah perasaan terlarang yang harus ku buang jauh-jauh.
***
Author pov
Alan berjalan menghampiri sang Mama yang tengah berdiri mengantri di depan meja kasir nomor 4. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu nampak sedang menunggu kasir menghitung barang belanjaannya. Ia pun memberikan kartu debit yang diberikan Alan tadi kepada kasir itu setelah semua barang belanjaannya selesai dihitung.
“Sepertinya rekor kemarin terpecahkan ya, Ma. Kali ini, Mama belanja lebih lama dari biasanya,” goda Alan pada Mamanya.
“Ah, bisa saja kamu. Enggak tahu aja tadi Mama baru saja mengalami insiden kecil,” sahut Mama Alan.
“Insiden? Insiden apa, Ma?” tanya Alan khawatir.
“Tadi Mamah sempat pingsan di dalam,” sahut Mama.
“Apa? Tapi Mama enggak apa-apa kan?” tanya Alan setengah berteriak karena kaget.
“Alhamdulillah, enggak apa-apa. Untung tadi Mama ditolong oleh seorang perempuan muda yang baik hati. Namanya siapa ya? Aduh, Mama lupa,” ucap Mama Alan sambil berusaha mengingat nama wanita yang telah menolongnya tadi.
“Sudahlah Ma, kalau memang Mama lupa. Sekarang kita pulang, yuk!” ajak Alan.
Mama Alan pun mengangguk. Ia kemudian berjalan mengikuti Alan menuju mobil yang ada di parkiran.
Setelah selesai menyimpan semua barang belanjaannya ke dalam bagasi mobil. Mereka berdua segera masuk ke dalam mobil. Lalu memakai sabuk pengaman yang ada di tiap kursi mobil.
“Lan, ini kartu debitmu,” ucap Mama sambil memberikan kartu yang tadi diberikan Alan kepadanya.
“Tolong, simpan saja di dompet Alan, Ma,” pinta Alan menunjuk pada dompet yang ia letakkan di depan mobilnya.
Mama Alan meraih dompet itu dan perlahan membukanya. Dan saat ia hendak memasukan kartu debit itu ke dalam dompet Alan, matanya terpaku pada sebuah foto yang sepertinya baru saja diambil di dalam dompet Alan.
Mama Alan pun mengeluarkan foto yang di dalam dompet Alan itu. Dipandanginya dengan seksama gambar yang ada dalam foto tersebut dengan jelas.
“Mereka ini siapa, Lan? Kamu tampak dekat sekali dengan mereka seperti ayah dan anak-anaknya saja” tanya Mama Alan sambil menunjukkan foto yang telah diambilnya dari dompet Alan.
“Oh, mereka itu anak temannya Alan, Ma," jawab Alan singkat, saat melihat fotonya bersama Hana dan Haikal yang diambilnya saat foto box bersama mereka tadi.
“Anak teman kamu? Ya ampun, Alan apa kamu tidak iri? Temanmu saja sudah punya anak dua seperti ini. Lucu-lucu dan menggemaskan lagi. Sedang kamu sendiri? Jangankan anak, istri aja belum punya,” sindir Mama Alan.
“Ah, Mama mulai lagi,” sahut Alan.
“Eh, ngomong-ngomong temanmu ini laki-laki atau perempuan, ya?” tanya Mama Alan penasaran.
“Memang kalau perempuan kenapa? Dia sudah punya suami kali, Ma,” jawab Alan.
“Oh, berarti benar perempuan? Wah, sayang sekali ya, sudah punya suami. Kalau dia janda, Mama pasti sudah jodohkan dia dengan kamu,” ucap Mama penuh semangat.
“Hus, Mama bicara apa sih?” sahut Alan.
Dalam hati jiwa Alan meringis mendengar ucapan sang Mama. Mamanya tidak tahu saja kalau wanita itu adalah wanita yang dulu pernah dicintai Alan. Wanita yang mungkin hingga saat ini belum benar-benar ia lupakan dan masih memiliki tempat tersendiri di dalam hatinya.
****
Bersambung
💐💐💐
Setelah menantikan keromantisan kisah ini.. Baca juga kisah author yang tidak kalah seru, romantis, dan lucu dalam "Mengaku Tunangan CEO"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Opung Boru Caroline
sudah janda buk
2022-01-28
2
Yana Picisan
Lanjut thor
2020-08-08
3
Sugianti Bisri
lanjut Thor
2020-07-18
2