Bab 2 Kecewa

Apakah ini takdir seorang wanita? Ketika dia tidak lagi dicintai, ia pantas dibuang layaknya sampah.

****

Setelah aku sampaikan semua yang telah terjadi padaku di sekolah, wajah ayah tampak menegang.

"Jadi kamu yang keluar dari tempat kerjamu?" tanya Ayah.

"Iya, Yah." Jawabku.

"Harusnya kamu bisa minta waktu kepada mereka untuk tetap mempertahankan kamu di sana. Setidaknya sampai kamu mendapatkan pekerjaan yang baru," sahut Ayah.

"Tidak, Rena tidak mau, Yah. Rena sudah terlanjur kecewa pada lembaga itu, bagaimana bisa mereka membiarkan ketidak-adilan ini terjadi? Jelas-jelas Kak Ray yang salah, ia bertindak semaunya. Dia sudah selingkuh tapi perbuatannya dianggap sesuatu yang wajar. Menurut mereka kalau laki-laki memiliki wanita yang lebih dari satu apalagi di masa puber keduanya itu adalah hal yang wajar, "

"Belum lagi tuduhan mereka atas Rena yang menganggap perbuatan Rena itu salah. Rena terlalu lancang karena telah berani membuka ponsel suami Rena. Padahal semua itu Rena lakukan tanpa sengaja. Rena saja tak mengizinkan anak-anak menyentuh ponsel ayahnya. Lalu untuk apa Rena bermain dengan ponselnya Kak Ray?"

"Saat itu Rena membuka pesan karena Rena merasa khawatir ada pesan penting yang masuk untuk Kak Ray. Mengingat nama siswanya tertera di ponsel itu. Apalagi pesan itu berbunyi berkali-kali. Di tengah malam pula. Selain itu, sebelumnya Kak Ray sendiri cerita kalau ada siswanya yang masuk rumah sakit. Jadi, Rena takut apa yang pernah dialami murid Rena yang meninggal secara tiba-tiba juga terjadi pada muridnya Kak Ray. Itulah sebabnya Rena memberanikan diri membuka ponsel itu. Namun siapa yang menyangka isi pesannya di luar dugaan Rena," ucapku menahan segala sesak di dada saat mengingat kejadian hari itu.

"Semuanya bagi mereka adalah salah Rena. Rena juga dianggap sebagai istri yang tidak taat, padahal mereka tidak tahu sama sekali berapa banyak kesedihan yang sudah Rena tahan untuk menjaga ketaatan Rena pada suami Rena," menghela nafas berat.

"Bahkan ayah tahu sendiri waktu Mama sakit, Rena sampai tidak menjenguk Mama selama sebulan karena Kak Ray tidak memperbolehkan Rena keluar tanpa seizinnya. Rena ikuti. Lalu ketika Rega harus menjalani dua kali operasi dan lagi-lagi Rena tidak diizinkan oleh Kak Ray, Rena ikuti,"

" Dan entah sudah berapa banyak lagi yang mungkin Mama dan Ayah sendiri juga tahu permintaan Kak Ray yang bertentangan dengan nurani Rena yang harus Rena ikuti. Bahkan, Rega dan Reni sampai menganggap kalau Rena hanya mementingkan keluarga kecil Rena dengan Kak Ray dan tidak peduli dengan keluarga ini, hiks, hiks, "

"Kalian juga tahu betapa otoriternya Kak Ray dalam kepemimpinannya. Tapi apakah Rena membangkang? Rena hanya mengeluh dengan harapan agar Kak Ray berubah, tapi dia sama sekali tak pernah sama sekali mau berubah, "

"Lalu apakah Rena yang meminta talak kepadanya? Tidak, Ma, bahkan Rena pernah sampai bersumpah demi anak-anak bagaimana pun Kak Ray menyakiti Rena, Rena tidak akan pernah meminta cerai kepadanya. Akan tetapi kenyataan sekarang, semua tuduhan ditunjukkan kepada Rena. Rena dianggap sebagai istri pembangkang sehingga membuat Kak Ray berpaling kepada wanita lain. Wanita yang sebenarnya saat itu telah bersuami. Sungguh menjijikan. Dia mengagung-agungkan istri yang telah mengkhianati suaminya sendiri. Sementara istri yang menemani dia di saat susah dan sulit sama sekali tidak dianggap,"

"Apakah mereka tidak punya nurani Ma? Istri mana yang mengharapkan suaminya memberi talak apalagi sampai talak tiga? Istri mana yang rela dicerai lalu dipisahkan dengan kedua buah hatinya?" ucapku penuh sesak dengan air mata mulaiengalir di pipiku.

"Ma, Rena sudah tidak tahan menerima tuduhan mereka. Itu sebabnya Rena putuskan untuk keluar saja dari tempat itu. Mereka tidak layak mendapatkan pengabdian Rena, tidak layak, hiks hiks," ucapku melihat ke arah Mama yang sedari tadi ikut menangis bersamaku.

Mama yang memahami perasaanku, tak kuasa menahan air matanya.

"Benar, Yah. Tindakan Rena sudah benar. Keluar dari tempat itu lebih baik daripada masih bertahan dengan menahan sesak, " ucap Mama memberi dukungan kepada keputusanku dan ayah hanya bisa menghela nafas panjang.

"Lalu, apa rencana kamu setelah keluar dari sana Rena. Apa kamu masih ingin mengambil

hak asuh anak-anakmu dari Rayhan?" tanya Ayah.

"Rena akan tetap melakukan itu, Yah. Rena bisa kehilangan semua harta atau pun pekerjaan Rena, tapi Rena enggak mau kehilangan mereka." Jawabku.

"Tapi sekarang kamu tidak sedang bekerja! Lalu bagaimana kamu bisa menafkahi dan memberi uang jajan pada mereka," ucap Ayah yang seolah ingin menyadarkan agar aku menyerah dalam memperjuangkan nasib anak-anakku.

"Rena masih memiliki sedikit tabungan, Yah. Selain itu, Rena juga akan berusaha keras mencari pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bila perlu Rena akan berhenti jadi guru dan menjadi buruh kontrak saja untuk bisa membiayai mereka, yang penting Rena bis bersama mereka," ucapku penuh penekanan, berusaha meyakinkan Mama dan Ayah agar mau membantuku mendapatkan anak-anakku.

"Maaf, Rena, tapi kali ini Mamah setuju dengan ayahmu. Ikhlaskan mereka dan biarkan mereka bersama ayahnya saja," sahut Mama.

"Mah, please, hiks hiks hiks! Tolong ngertiin Rena, Ma! Mama juga seorang ibu kan? Apa Mama rela

kehilangan anak-anak Mama? Kehilangan Rena?"

"Apa Mama tahu? Sejak perceraian itu Rena merasa seperti manusia yang tidak punya arti apa-apa. Orang yang Rena percaya untuk menjaga Rena, malah memperlakukan Rena tak ubahnya seperti sampah yang tidak ada harganya, dibuang begitu saja, tanpa apa pun yang tersisa,"

"Ma, Rena rela kehilangan apa yang sebenarnya menjadi hak Rena sebagai istri seperti rumah, harta benda, tapi tidak untuk anak-anak," ucapku menekan kata terakhir.

"Tapi Rena.. Pikirkan sekali lagi," pinta Mama.

"Ma, Rena ini sudah memikirkannya. Rena seorang guru yang separuh hidupnya dipakai untuk mendidik anak-anak dan akan sangat ironis ketika Rena mampu mendidik anak orang lain, sedang buah hati Rena sendiri tak mampu Rena didik.

"Tapi kalau Mama sama ayah berkeras untuk tidak mau membantu Rena mengambil anak-anak, maka Rena mungkin akan pergi dari sini. Rena ingin menenangkan diri. Rena juga enggak mau merepotkan Mama sama ayah terus. Rena akan pergi jauh dari sini sampai Rena bisa melupakan semuanya," ucapku berjalan masuk ke dalam kamar menutup pintu rapat-rapat dengan derai air mata yang membanjiri wajahku.

Di atas ranjang itu aku hanya bisa menangisi nasibku.

“Ya Allah, kenapa ujian yang harus aku jalani begitu berat? Apakah aku masih bisa hidup tanpa kedua buah hatiku?" (batinku)

****

Dua hari kemudian

Berbagai pikiran dan perasaan menyatu dalam benakku. Rasa marah, kecewa, sedih, dan tidak percaya bahwa dirinya mampu dikhianati oleh orang yang selama ini menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Aku sama sekali tidak menyangka bahwa laki-laki yang bahkan nyawa saja rela aku pertaruhkan agar bisa melahirkan keturunan darinya bisa melakukan perbuatan begitu hina seperti itu. Apakah laki-laki ini tak punya nurani?

Belum cukupkah talak yang telah menginjak harga diriku sebagai wanita. Talak yang menghancurkan mimpiku dan kedua buah hatiku. Mimpi akan kerinduan keluarga yang harmonis. Mengapa? Mengapa lagi-lagi laki-laki yang dipanggil ayah oleh anak-anakku mengkhianatiku. Padahal aku telah berlapang dada untuk memaafkan pengkhianatan nya dengan wanita laknat itu.

Memaafkan semua kesalahan di masa lalu dan bersedia menganggap dirinya sebagai teman, meskipun hati ini telah disakiti olehnya berkali-kali. Tapi kabar apa yang selanjutnya aku dapatkan, hanyalah KECURANGAN.

Saat ini aku dan Bang Reno kini sedang berada di halaman depan pengadilan agama Cibinong. Setelah kami memarkirkan motor yang kami kendarai, kami melangkah masuk ke gedung itu. Keadaan pengadilan saat itu cukup ramai, membuat aku harus mengantri untuk mendapatkan tujuanku.

"Silakan Bu, ada perlu apa?" tanya seorang petugas pengadilan kepadaku saat aku sudah sampai di depan lobi informasi.

"Emm, maaf, pak, saya mau menanyakan perkara sidang perceraian atas nama Muhammad Rayhan," tanyaku.

"Boleh tau nomor pengajuannya, Bu?" tanya petugas itu.

"Maaf, saya tidak tahu karena waktu itu yang mengajukan gugatan perceraian bukan saya, Pak" jawabku.

"Boleh pinjam KTP atau buku nikah Ibu," tanya petugas itu lagi.

"Iya, Pak boleh. Ini KTP dan buku nikah saya," ucapku sambil memberikan kedua barang itu kepada petugas tadi.

"Sebentar ya, Bu," sahut petugas itu sambil mengetik komputer untuk mencari data yang aku butuhkan.

"Sidangnya sudah selesai Ibu dan akta cerainya pun sudah keluar dan sudah bisa Ibu ambil," sahut petugas tadi

"Apa??!! Secepat itu? Kok, bisa Pak? Kenapa sebelumnya saya sama sekali tidak pernah mendapatkan surat panggilan sidang dari pengadilan? Bukankah proses perceraian baru bisa terjadi setelah adanya sidang?" tanyaku terkejut.

"Sidang? Ada, kok Bu, kami selalu mengirimkan surat panggilan pengadilan sebelum sidang dilaksanakan baik itu kepada pihak tergugat maupun penggugat," jelas petugas tadi.

"Tapi saya tidak pernah mendapatkan surat panggilan tersebut sama sekali Pak, dan mantan suami saya pun tidak pernah memberi tahukan itu kepada saya. Padahal, kami bekerja di tempat yang sama dan hampir bertemu setiap hari," keluhku sedikit emosi.

"Memang Ibu tinggal di mana selama ini? Kenapa Ibu sampai tidak mendapatkan surat panggilan tersebut?" tanya petugas tadi.

"Di rumah orang tua saya, Pak. Itu karena mantan suami saya tidak mengizinkan saya untuk tinggal di rumah saya, setelah ia mengantarkan saya ke rumah orang tua dan mengucapkan talak 3 nya kepada saya," ucapku sedih.

"Apa sebelumnya Ibu sama sekali tidak punya firasat tentang hal ini? Biasanya wanita itu sangat kuat firasatnya?" tanya petugas tadi.

"Ada, sih Pak, itu sebabnya saya berkali-kali menghubungi Ketua RT dan Ketua RW setempat agar saya diberi tahu jika ada surat panggilan pengadilan untuk saya. Namun selama ini, setiap kali saya tanyakan, jawaban mereka itu tidak pernah ada, "

"Saya juga pernah meminta izin mantan suami agar saya bisa tinggal di rumah kami untuk sementara waktu sampai dia mengurus perceraian kami secara resmi. Sedangkan, dia untuk sementara tinggal di rumah orang tuanya saja dulu. Tapi ya, dia malah menghina saya dan saya dianggap wanita yang tak tahu malu karena sudah ditalak tapi masih ingin tinggal di sana. Padahal, saya hanya ingin berjaga agar situasi seperti ini tidak terjadi. Karena saya tahu KTP saya masih di sana," ucapku.

"Berarti memang suami Ibu itu jahat. Dia merencanakan ini semua dan dia sepertinya memang sengaja berniat menyembunyikan hal ini dari Ibu," ucap petugas tadi menekan kata 'jahat'.

Kata yang membuatku sadar seperti apa rupa mantan suamiku selama ini. JAHAT itulah kata yang tepat untuk Rayhan.

Aku memang bodoh. Mengapa aku tidak melakukan gugatan lebih dahulu? Mengapa ia masih mengharapkan jalan damai atas pembagian harta gono gini dan hak pengasuhan anak.

Aku memang terlalu naif. Harusnya setelah aku melihat perselingkuhan suamiku itu, merasakan firasat bahwa Rayhan akan berbuat kecurangan seperti itu. Aku seharusnya mengikuti firasatku. Aku seharusnya bertindak lebih dulu. Tapi, mengapa aku masih berpikir bahwa Rayhan pria baik.

Aku seharusnya sadar bahwa Rayhan tidak mungkin mau berlama-lama menduda. Sementara ada wanita yang menyodorkan diri untuk menjadi pasangannya.

Padahal aku dengan berani telah merobek kertas perceraian yang disodorkan Rayhan kepadanya. Hanya demi tujuan agar Rayhan tidak bertindak semaunya dan merampas semua hakku dan anak-anakku secara paksa, tapi sekarang mengapa dia bisa salah jalan?

Mengapa aku bisa salah mengambil langkah? Apa gunanya lagi bukti-bukti perselingkuhan Rayhan yang ia simpan rapat-rapat agar Rayhan tak bisa bertindak semaunya? Sidang sudah selesai, itu akhirnya ia sudah kalah sebelum berperang. Rayhan memang laki-laki licik, sangat licik. Bahkan, sekarang ia harus kehilangan pekerjaan yang begitu dicintainya gara-gara ini.

Aku mengusap air mataku. Aku akan membongkar kebusukan Rayhan di depan Bambang Hartawan.

"Pak, boleh saya tahu tanggal berapa saja sidang perceraian kami dilaksanakan," tanyaku.

"Sebentar ya, Bu," ucap petugas itu kembali menatap layar komputernya.

"Sidang pertama tanggal 18 Februari, sidang kedua tanggal 15 Maret, dan terakhir putusan perkara tanggal 24 Juni kemarin," sahut petugas tadi.

"Baik, Pak, terima kasih infonya. Oh ya, Pak, tapi kok bisa sidang tetap dilaksanakan padahal istrinya tidak pernah ada selama persidangan?" tanyaku masih penasaran.

"Bisa, Bu, itu disebut putusan verstek, putusan sidang tanpa dihadiri pihak termohon. Dalam hal ini Ibu sebagai pihak termohon dianggap tidak diketahui keberadaannya dan termohon dianggap lalai karena tidak mengindahkan panggilan pengadilan, " jawab petugas tadi.

Apa? Sungguh konyol. Tidak dihadirkan karena dianggap tidak diketahui keberadaannya, padahal jelas-jelas kami hampir bertemu setiap hari (Pikir Rena).

"Tapi teman saya pernah bilang, katanya biasanya surat panggilan pengadilan itu dikirim langsung oleh kurir yang memang ditugaskan oleh pengadilan ini dan harus dipastikan bahwa surat itu diterima oleh yang berhak menerimanya," sahut Rena.

"Iya, biasanya memang seperti itu, Bu " sahut petugas tadi.

"Berarti ada indikasi tanda tangan saya dipalsukan, Pak?" tanyaku.

"Bisa jadi, dan kalau memang Ibu ingin lebih jelas, Ibu bisa saja mengusut masalah ini dengan datang ke kantor polisi, dan melaporkan perkara pidana ini untuk menyelidiki apakah benar ada pemalsuan tanda tangan atau tidak," jawab petugas itu.

Aku terdiam mendengar penjelasan dari petugas tadi. Lalu aku menatap sekilas ke arah Reno, abangku, aku ingin bertanya padanya apakah pendapatnya tentang masalah ini? Apakah aku harus melanjutkan kasus ini sampai ke tangan polisi atau tidak?

"Terima kasih atas penjelasannya, Pak, dan bisakah saya meminta salinan persidangan dari kasus perceraian saya?" tanyaku.

"Bisa, Bu, silakan Ibu ke loket sana dan isi formulir serta beberapa persyaratan yang diminta," sahut petugas itu menunjuk ke arah loket yang ada di ujung sebelah kanannya.

Aku dan Bang Reno mengikuti arah yang ditunjuk petugas tadi. Aku berjalan menuju loket tersebut dan mengantri kembali seperti tadi. Setelah cukup lama mengantri, aku pun mendapatkan apa yang diinginkannya, akta cerai dan salinan persidangan perceraiannya.

"Rena, apakah kamu serius akan melaporkan mantan itu suamimu ke kantor polisi?" tanya Reno, mengeluarkan pertanyaan yang sedari tadi ingin ia tanyakan pada adiknya itu.

Sebelum menjawab aku menghela nafas panjang.

"Entahlah, Rena masih bingung dengan itu, Bang. Di satu sisi Rena tidak terima dengan perlakuan Rayhan, namun di sisi lain sejahat apa pun dia, dia tetaplah ayah anak-anak Rena. Rena tidak mungkin tega melihat ayah dari anak-anak Rena harus tersangkut masalah dengan kepolisian gara-gara tuntutan Rena tersebut. Bagi Rena sekarang adalah memikirkan cara bagaimana mendapatkan anak-anak Rena kembali" ucapku.

***

Bersambung

Jangan lupa like, vote, dan komen terbaiknya ya...

Terpopuler

Comments

Opung Boru Caroline

Opung Boru Caroline

wanita sekalu salah

2022-01-28

3

Siapa aku?

Siapa aku?

Laki-laki egois

2021-12-02

3

Rena

Rena

Ada bawang ya.. 🤧

2021-07-04

4

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Perceraian
2 Bab 2 Kecewa
3 Bab 3 Baju Lebaran
4 Bab 4 Duka di Malam Takbir
5 Bab 5 Celoteh Haikal
6 Bab 6 Pertemuan
7 Bab 7 Pertemuan 2
8 Bab 8 Kisah Lalu
9 Bab 9 Aktor
10 Bab 10 Kena Kamu!
11 Bab 11 Renata Aja!
12 Bab 12 Latihan di DPR
13 Bab 13 Tiga Cahaya Asia
14 Bab 14 Cinlok
15 Bab 15 Teater Cinta
16 Visualisasi pemain
17 Bab 16 Kaos Bola
18 Bab 17 Kenangan Pilu
19 Bab 18 Alan vs Arka
20 Bab 19 Gol!!!
21 Bab 20 Terluka
22 Bab 21 Dia Telah Pergi
23 Bab 22 Dia Telah Pergi 2
24 Bab 23 Berikan Aku Sesuatu
25 Bab 24 Sahabat Baru
26 Bab 25 Patah Hati
27 Bab 27 Perasaan Aneh
28 Bab 28 Sang Penyelamat
29 Bab 29 Sadar
30 Bab 30 Cincin
31 Bab 31 Serangan Dadakan
32 Bab 32 Aku Menyukainya
33 Bab 33 Sesak
34 Bab 34 Menjauh
35 Bab 35 Pertikaian
36 Bab 36 Retak
37 Bab 37 Kepergian
38 Bab 38 Galau
39 Bab 39 Sesal
40 Bab 40 Perjodohan
41 Bab 41 Dewi
42 Bab 42 SMP Cinta Kasih
43 Bab 43 Sebuah Alasan
44 Bab 44 Membuka Hati
45 Bab 45 Lamaran
46 Bab 46 Bimbang
47 Bab 47 Penolakan
48 Bab 48 Kejutan
49 Bab 49 Dunia ini sempit
50 Bab 50 CLBK
51 Bab 51 Rindu
52 Bsb 52 Foto
53 Bab 53 Kisah Baru
54 Bab 54 Mengejar Cinta
55 Bab 55 Strawbery Mint
56 Bab 56 Jodi
57 Bab 57 Reuni
58 Bab 58 Jangan Bersedih
59 Bab 59 Permen Cinta
60 Bab 60 Duren
61 Bab 61 Nasi Goreng Spesial
62 Bab 62 Naya Atmaja
63 Bab 63 Obsesi Naya
64 Bab 64 Kakak Ipar
65 Bab 65 Asisten Dosen
66 Bab 66 Pemilik Hati
67 Bab 67 Perempuan Munafik
68 Bab 68 Perhatian
69 Bab 69 Wanita Penggoda
70 Bab 70 Masalah
71 Bab 71 Meriang
72 Bab 72 Aku Mencintaimu
73 Bab 73 PDKT
74 Bab 74 Nomor Ponsel
75 Bab 75 Ganas
76 Bab 76 Rencana
77 Bab 77 Pesta Penyambutan
78 Bab 78 Marah
79 Bab 79 Khawatir
80 Bab 80 Luluh
81 Bab 81 Siasat
82 Bab 82 Siasat 2
83 Bab 83 Ketahuan
84 Bab 84 Calon Menantu
85 Bab 85 Pulang
86 Bab 86 Mitos
87 Bab 87 Laporan
88 Bab 88 Cemas
89 Bab 89 Tak Disangka
90 Bab 90 Belahan Jiwa
91 Bab 91 Reuni Akbar
92 Bab 92 Izinkan Aku
93 Bab 93 Jawaban
94 Bab 94 Ketakutan
95 Bab 95 Sakit
96 Bab 96 Doa
97 Bab 97 Tantangan
98 Bab 98 Kritis
99 Bab 99 Kembali
100 Bab 100 Pernikahan (Tamat)
101 Ucapan Terima Kasih
102 Ekstra Part -Tamu Spesial
103 Ekstra Part 2-Rahasia Abi
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Bab 1 Perceraian
2
Bab 2 Kecewa
3
Bab 3 Baju Lebaran
4
Bab 4 Duka di Malam Takbir
5
Bab 5 Celoteh Haikal
6
Bab 6 Pertemuan
7
Bab 7 Pertemuan 2
8
Bab 8 Kisah Lalu
9
Bab 9 Aktor
10
Bab 10 Kena Kamu!
11
Bab 11 Renata Aja!
12
Bab 12 Latihan di DPR
13
Bab 13 Tiga Cahaya Asia
14
Bab 14 Cinlok
15
Bab 15 Teater Cinta
16
Visualisasi pemain
17
Bab 16 Kaos Bola
18
Bab 17 Kenangan Pilu
19
Bab 18 Alan vs Arka
20
Bab 19 Gol!!!
21
Bab 20 Terluka
22
Bab 21 Dia Telah Pergi
23
Bab 22 Dia Telah Pergi 2
24
Bab 23 Berikan Aku Sesuatu
25
Bab 24 Sahabat Baru
26
Bab 25 Patah Hati
27
Bab 27 Perasaan Aneh
28
Bab 28 Sang Penyelamat
29
Bab 29 Sadar
30
Bab 30 Cincin
31
Bab 31 Serangan Dadakan
32
Bab 32 Aku Menyukainya
33
Bab 33 Sesak
34
Bab 34 Menjauh
35
Bab 35 Pertikaian
36
Bab 36 Retak
37
Bab 37 Kepergian
38
Bab 38 Galau
39
Bab 39 Sesal
40
Bab 40 Perjodohan
41
Bab 41 Dewi
42
Bab 42 SMP Cinta Kasih
43
Bab 43 Sebuah Alasan
44
Bab 44 Membuka Hati
45
Bab 45 Lamaran
46
Bab 46 Bimbang
47
Bab 47 Penolakan
48
Bab 48 Kejutan
49
Bab 49 Dunia ini sempit
50
Bab 50 CLBK
51
Bab 51 Rindu
52
Bsb 52 Foto
53
Bab 53 Kisah Baru
54
Bab 54 Mengejar Cinta
55
Bab 55 Strawbery Mint
56
Bab 56 Jodi
57
Bab 57 Reuni
58
Bab 58 Jangan Bersedih
59
Bab 59 Permen Cinta
60
Bab 60 Duren
61
Bab 61 Nasi Goreng Spesial
62
Bab 62 Naya Atmaja
63
Bab 63 Obsesi Naya
64
Bab 64 Kakak Ipar
65
Bab 65 Asisten Dosen
66
Bab 66 Pemilik Hati
67
Bab 67 Perempuan Munafik
68
Bab 68 Perhatian
69
Bab 69 Wanita Penggoda
70
Bab 70 Masalah
71
Bab 71 Meriang
72
Bab 72 Aku Mencintaimu
73
Bab 73 PDKT
74
Bab 74 Nomor Ponsel
75
Bab 75 Ganas
76
Bab 76 Rencana
77
Bab 77 Pesta Penyambutan
78
Bab 78 Marah
79
Bab 79 Khawatir
80
Bab 80 Luluh
81
Bab 81 Siasat
82
Bab 82 Siasat 2
83
Bab 83 Ketahuan
84
Bab 84 Calon Menantu
85
Bab 85 Pulang
86
Bab 86 Mitos
87
Bab 87 Laporan
88
Bab 88 Cemas
89
Bab 89 Tak Disangka
90
Bab 90 Belahan Jiwa
91
Bab 91 Reuni Akbar
92
Bab 92 Izinkan Aku
93
Bab 93 Jawaban
94
Bab 94 Ketakutan
95
Bab 95 Sakit
96
Bab 96 Doa
97
Bab 97 Tantangan
98
Bab 98 Kritis
99
Bab 99 Kembali
100
Bab 100 Pernikahan (Tamat)
101
Ucapan Terima Kasih
102
Ekstra Part -Tamu Spesial
103
Ekstra Part 2-Rahasia Abi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!