Walau tidak seberapa, tetapi hasil dari upah bekerja di ladang Pak Malawu dipakai oleh Hasea dan Neneknya untuk penyambung hidup. Mentari, wanita cantik yang memberikan bungkusan makanan pada Hasea kemarin adalah putri semata wayang Pak Malawu. Wanita yang memiliki umur dua tahun lebih muda dari Hasea itu jelas memberikan perhatian lebih kepada Hasea. Namun Hasea tidak pernah berani menafsirkan perhatian itu selain dari pada rasa kasihan Mentari kepadanya. Ya, Hasea mengagap Mentari hanyalah iba kepada kondisinya.
Hasea membuka pintu rumah. Bersiap untuk melangkah, semua telah dia persiapkan. Pakaian secukupnya, bekal makanan seadanya dan beberapa keping perak sisa dari upah yang dia kumpulkan hasil bekerja harian di ladang Pak Malawu.
Saat Hasea membuka pintu telah didapatinya Mantari berdiri di sana. Seolah memang sengaja menunggunya. Hati Hasea bergetar, ingin sekali rasanya dia menggenggam tangan Mantari dan menumpahkan segala kesedihannya. Ingin sekali rasanya dia memeluk Mentari untuk pertama dan terakhir kalinya. Namun tentu saja hal itu tidak dilakukannya karena dia sadar posisinya kini.
Hasea kembali teringat kejadian-kejadian yang dia alami selama hidup di desa ini. Tak sekalipun Hasea melangkahkan kaki meninggalkan desa Hariara, semua itu dia lakukan demi menjaga neneknya.
Sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, Hasea dan neneknya selalu mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari warga desa. Mereka dianggap pembawa petaka. Oleh karena itulah mereka diusir warga dan akhirnya mereka mendirikan rumah kecil di pinggiran Desa Hariara. Pak Malawu selaku kepala desa tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sadar bahwa kemarahan warga juga berdasar, yang dapat dia lakukan hanya meminjamkan setapak lahan di pinggiran desa untuk dibangunkan rumah bagi Hasea dan neneknya. Sehari-hari Pak Malawu akan mempekerjakan Hasea dan neneknya di ladangnya dengan Upah yang dianggap pantas. Dengan jalah hidup seperti itulah Hasea dan Nenek nya bertahan hidup.
Saat warga Desa hendak mengusir Hasea dan neneknya agar keluar dari desa Hariara pada waktu dahulu kala, Pak Malawu membendung kemarahan warga dan menjamini bahwa Hasea beserta nenek nya tidak akan bersinggungan langsung atau berbaur dengan warga. Itulah kenapa areal di pinggiran desa yang diberikan oleh Pak Malawu untuk mendirikan rumah bagi Hasea dan Neneknya. Dengan umur yang sudah tidak muda lagi, ditambah Hasea yang masih berumur 4 tahun ketika pengusiran itu terjadi, membuat Pak Malawu iba. Tidak mungkin menurutnya Nenek dan cucu itu untuk berkelana.
" Saat nanti tiba waktunya nenek itu meninggal dunia, maka cucunya harus meninggalkan desa ini". Itulah syarat yang diajukan oleh warga sehingga pengusiran kepada nenek dan cucu itu urung di lakukan. Namun kini Nenek Hasea telah meninggal dan perjanjian itupun harus dilaksanakan.
Hari ini Hasea akan memulai hudup baru. Hasea akan menapaki Jalan kehidupan yang mungkin akan sangat asing baginya. Terkurung selama 15 tahu di desa kecil, kontan keahlian yang dia kuasai adalah bertani. Tak ada beban baginya untuk meninggalkan desa ini. kalau dulu dia bertahan di desa Hariara, kini tidak lagi. Tidak ada hal tersisa baginya di desa ini. Kalau dipikir-pikir, hanya Pak Malawu dan putrinya yang memperlakukan Hasea dan neneknya sebagai manusia.
Hasea begitu membeci desa Hariara, entah kenapa sampai dengan sekarang dia belum mengerti kenapa pertanggung jawaban atas kejadian kelam yang terjadi di desa ini beberapa tahun yang lampau dilkmpahkan kepada dirinya dan neneknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Pena Awal
r
2021-05-09
1
Samsul Samsul
mantap
2021-05-06
0
Pan
bagus kak ceritanya menarik
2021-04-26
0