Seorang pria berperawakan pendek namun bertubuh tambun maju ke depan dengan langkah yang sangat lunglai. Matanya berkunang-kunang mengetahui fakta bahwa sebentar lagi ajal akan menjemputnya. Keringat dingin mengucur deras dari tubuhnya. Namun seketika dia menghentikan langkahnya dia tiba-tiba teringat sesuatu, pria itu Nondo namanya berteriak sejadi-jadinya sambil menggebu-gebu menunjuk nenek Sabeni.
"Kau...kau, ya!!, aku ingat bukankah kau selama beberapa tahun terakhir ini selalu menerima tamu di rumahmu? Bukan kah kau mengatakan dia putri semata wayangmu bersama suami dan anak-anaknya?..ya, itu pasti mereka. Itu pasti mereka" Nondo masih saja berteriak lantang sambil mengarahkan telunjuknya ke arah nenek Sabeni.
Semua mata tertuju pada nenek Sabeni, sorot mata yang menghakimi. Hal tersebut sontak menarik semua perhatian Rombongan prajurit Bulan darah. Sementara nenek Sabeni serasa tidak kuat berdiri, seolah seluruh tubuhnya lemas seketika . Namun dia tetap bertahan mengingat ada cucu kesayangannya yang harus dia jaga. Sadar akan terjadi sesuatu pada dirinya, nenek Sabeni mendorong Hasea ke belakang kerumunan warga. Dia berharap Hasea tidak mendapat imbas dari hal ini.
" Bawa nenek itu kemari" ucap Panglima Angkar dengan tatapan dingin yang dia arahkan kepada nenek tua itu. Para prajurit Bulan darah menyeret Nenek berusia 60 tahun itu ke hadapan Panglima mereka. "Apa benar apa yang diucapkan si gendut ini?" Bentak Panglima Angker dengan penuh amarah. "Itu tidak benar Tuan, itu tuduhan tidak berdasar. Putri saya bersama suaminya hanyalah pedagang biasa. Mereka tidak pernah berurusan dengan kerajaan" tangis Nenek Sabeni tidak dapat dia bendung. "Bukan mereka yang tuan cari, mereka hanya berkunjung sesekali ke tempat ini. Mereka hanya datang ke pusara suamiku sekali setahun setiap tanggal kematian suamiku" tiba-tiba Nenek Sabeni berhenti bicara, karena semua kejadian ini dia sampai lupa bahwa hari ini adalah tepat hari dimana suaminya meninggal.
"Bukankah hari ini adalah hari itu? hari dimana suamimu meninggal beberapa tahun lalu?" Teriak Nondo seperti kesetanan. Memang hari kematian seseorang di desa Hariara cukup mudah diingat orang, mengingat desa tersebut hanya ditinggali warga dengan jumlah sedikit.
Sontak semua orang yang ada di tempat itu kaget, Panglima Angkar memerintahkan prajurit untuk menyebar menyisir setiap sudut desa. Tak luput pintu masuk desa di beri penjagaan.
" Nenek tua, bukankah kematian orang-orang ini menjadi sia-sia?, kenapa kau sebelumnya tidak segera mengaku memiliki Putri dan menantu? Pikiran bebal mu lah yang mengakibatkan kematian warga-warga tak berdosa ini. Walaupun kami menikmati membantai mereka satu persatu, tapi tetap saja waktu kami terbuang sia-sia. Hahahaha" Tawa sangar Panglima Angkar meledak sejadi-jadinya, entah mengapa dia seolah melihat titik terang dari pencarian mereka selama ini.
Tatapan dendam warga kepada nenek Sabeni semakin menjadi-jadi. Entah karena tidak bisa meluapkan emosinya kepada perajurit Bulan Darah atau memang karena mereka mengangap Nenek Sabeni yang seharusnya tanggung jawab atas kejadian ini. Nenek Sabeni tetap saja merasa bahwa Putri dan menantunya bukanlah boronan. Yang nenek Sabeni ketahui, putrinya telah dibawa oleh saudagar yang dulu pernah singgah ke desa Hariara saat putrinya masih berumur 15 Tahun. Saudagar tersebut tertarik dengan kepintaran putri nenek Sabeni untuk ukuran perempuan se usianya. Saudagar tersebut berjanji akan mendidik putri nenek Sabeni tersebut dan akan menjadikan dia sebagai Pegawai. Lagi pula Putri nenek Sabeni bernama Larasati bukan Listi seperti yang Prajurit Bulan Darah cari, menantunya juga bernama Impola bukan Marlu. Mereka juga tidak pernah terkait dengan kerajaan karena mereka hanyalah pedagang.
***
Sepasang Suami Istri nampak berjalan dari kejauhan menuju pintu masuk desa Hariara. Bersama mereka seorang anak laki-laki berumur 3 Tahun dan seorang bayi perempuan berumur 1,5 Tahun. Impola dan Larasati nama pasangan Suami istri itu. Dari kejauhan mereka dapat beberapa Prajurit kerajaan sedang berjaga di pintu masuk desa, seketika itu Impola menggengam perhelangan tangan Larasati. Mata mereka saling beradu seakan saling mengerti apa yang mereka khawatirkan.
"Ada apa ini, kenapa para prajurit itu berjaga di pintu masuk" Impola mulai gusar. "Apakah kita harus berbalik arah Kang?" tanya Larasati pelan. Tanpa pikir panjang lagi Impola segera menarik tali pelana kuda yang dia tumpangi, Larasati melakukan hal yang sama.
"Hei mau kemana kalian? berhenti disitu... Seorang prajurit yang ketepatan melihat kedua orang yang hendak berbalik arah tersebut berteriak lantang. Sementara di kejauhan Impola dan Larasati tidak menggubris seruan Prajurit tersebut, Mereka semakin memacu kudanya masing-masing. Bayi yang digendong Larasati menangis keras. Larasati tidak berusaha menghentikan tangis anak bungsunya tersebut, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah pergi menjauh semampu mereka.
Sementara itu Prajurit berkuda bergegas mengejar mereka, tidak kurang dari 10 prajurit jumlahnya. "Tangkap mereka atau nyawa kalian gantinya" Prajurit kepala mengancam anak buahnya sambil tetap memacu kuda tungganannya. Dia sendiri yang memimpin pengejaran ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Iman Budianto
kejar-kejaran berlangsung......
2021-05-12
1
shinichi
kayanya pernah tau ceritanya....
2021-05-09
0
Samsul Samsul
lanjut thor
2021-05-06
0