Farel terdiam memandang kamar bernuansa putih. Matanya menelisik setiap sudut kamar itu. Berbagai pemikiran muncul di dasar otak dan hatinya. Entah ia merasa sebuah gejolak yang tidak pernah ia rasakan. Hembusan kasar memenuhi ruangan sunyi itu. Farel bangkit, pergi menuju kamar mandi sekedar untuk menjernihkan hati dan fikiranya.
Hening, hanya itu yang dapat Farel rasakan. Guyuran air dari shower membasahi seluruh tubuhnya, membuat ia merasa lebih segar. Matanya terpejam seakan menyerap habis kesegaran dari air itu. Air dingin mengguyur habis, membawa amarah yang sempat terpatri di dadanya tadi.
Tangan besar itu meraup kasar air yang bergeliya manja di wajahnya. Farel mendongak dengan mata tertutup. Sekelebat bayangan Raisya yang tersenyum membuat hatinya menghangat. Namun, kehangatan itu tidak bisa bertahan lama ketika mengingat senyuman lebar Raisya bersama laki-laki lain.
Farel menggeram marah, bahkan wajahnya menunduk dengan gigi saling bergemeletuk. Wajahnya memerah meskipun terguyur air dingin. Amarah yang reda seakan tersulut dengan gampangnya mengingingat senyum Raisya dengan laki-laki lain.
“Kurang ajar!”
Farel meninju tembok, membuat tanganya memerah. Rasa sakit akibat tinjuan itu tidak membuat amarahnya berkurang, bahkan ia seakan mati rasa. Dengan cepat ia menyelesaikan mandinya dan menyambar handuk yang bertenggar manis di pojok kamar mandi.
Farel mengambil asal pakaian. Dengan langkah terburu-buru ia menuruni tangga. Bahkan ia mengabaiakan rambutnya yang asih basah, kali ini ia tidak bisa mengabaiakan perasaan marahnya. Ia harus segera menemui Raisya dan memberikan hukuman untuk wanita itu.
“Farel.”
Langkah Farel terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing lagi untuknya. Dengan pelan ia membalikkan badan dan menatap sosok yang memanggilnya itu dengan senyum kecil.
“Keanapa kau sangat berantakan?” tanya sosok itu.
Farel kikuk mendengar pertanyaan dari sosok itu. Entah megapa ia bingung untu menjawab pertanyaan yang angat mudah itu, ia gugup.
Sosok itu memicingkan mata dengan curiga, dengan langkah pelan sosok itu mendekat dan meraih tangan Farel, membawanya ke sofa yang tisak jauh dari mereka.
Farel terdiam menerima segala perilaku dari sosok itu. sampai di sofa pun Farel tetap diam. Matanya terpejam ketika merasakan sosok itu mengeringkan rambutnya dengan handuk yang entah sejak kapan di pegang sosok itu. Ia merasa nyaman.
Sosok itu menatap Farel dengan ceberut, menurutnya Farel tetap sama. Sosok yang ceroboh dan sembrono. Meskipun Farel termasuk hebat dalam berbisnis, tapu Farel termasuk orang yang bodoh dalam beberapa aspek. Terutama dirinya sendiri.
Farel tetap diam menikmati elusan dirambutnya, sampai akhirnya ia merasakan tangan itu berhenti untuk mengeringkan rambutnya. Matanya terbuka menatap tepat di manik mata hitam kelam itu.
“Kau kenapa?”
Sosok itu kembali bertanya melihat keterdiaman Farel, entah mengapa sosok itu merasa ada yang tidak beres dengan Farel.
Farel terdiam, bingung untuk mengatakan segalanya. Apakah ia harus jujur? Ahh tapi tidak perlu.
“Aku tudak apa-apa Nek.”
Sosok iru yang tak lain Maria atau nenek Farel mencebik mendengar penuturan cucunya. Ia yakin seratus persen ada sesuatu yang mengganggu fikiran cucunya. Tapi sang cucu tidak mau menceritakanya.
Farel menunduk, mengalihkan tatapannya. Ia takut neneknya akan mengetahi kebohongan yang sedang ia tutupi.
Hening, Farel terdiam dengan menundukkan kepalanya dan Maria yang menghela nafas. Baru saja mulut Maria terbuka ia dikagetkan dengan gerakan Farel yang tiba-tiba.
Farel seketika berdiri ketika mengingat tujuannya. Ia harus menemui Raisya.
“Kau mau kemana?”
Farel membeku mendengar pertanaan neneknya. Apakah ia harus berbohng? Dan jawabanya adalah iya.
“Farel ada urusan darurat nek, bisa jadi Farel tidak pulang malam ini.”
Maria semakin mengernyitkan alisnya mendengar penuturan Farel. Apakah Farel terbiasa tidak pulang setelah menikah?
“Ya, selesaikan urusanmu. Nenek akan kembali ke hotel saja.”
“Nenek, tinggalah di sini.” Farel menatap Maria lembut.
“Untuk apa Nenek di sini, yang punya rumah saja tidak ada.” Maria mencibir Farel.
Farel terdiam merasa tidak enak. Apa yang harus ia lakukan sekarang? di satu sisi ia tidak ingin neneknya tinggal di hotel, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan Raisya.
“Nek_”
“Sudahlah, pergi sana. Jangan pikirkan wanita tua ini.”
Farel semakin tidak nyaman dengan wajah neneknya itu, dengan helaan nafas ia mengambil keputusan.
“Farel akan membatalkan janji temu Farel, Farel akan tetap di sini.”
Maria menatap farel tajam, seakan curiga dengan ucapan cucunya. Bagaimana bisa cucunya itu berubah dalam sekejap.
“Huft, pergilah. Nenek akan tetap di sini. Selesaikan urusanmu.” Maria tersenyum.
Farel menatap Maria tidak percaya. Apakah sang nenek sungguh-sungguh?
“Nek?”
“Hush, sana pergi! Nenek akan mengambil seluruh hartamu di mansion ini.”
Farel tersenyum mendengar penuturan neneknya. Dengan cepat ia memeluk sang nenek dan mencium pipi kirinya.
“Memang nenek yang terbaik. Ambilah seluruh harta farel.”
Maria mendengus mendapatkan ciuman dari cucunya. Yah, selalu seperti ini. Farel tidak pernah berubah dari dulu. Farel dengan cepat berlari meninggalkan Mansionnya. Ia membuka pintu mobil dan menjalankan mesinya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Farel menatap jalanan yang lumayan sepi, mendukung dirinya untuk cepat ampai di tujuanya. Tanpa sadar netra coklat itu menatap foto yang tergantung di kaca mobil.
Ckit
Farel menginjak rem dengan tiba-tiba. Hatiya merasa bimbang. Apa yang akan ia lakukan? Bukankah tujuan ia membayar Raisya hanya untuk menunjukan kemampuanya dalam hal ranjang, dan menunjukan bahwa ia tidak impotent.
Bagaimana bisa Farel menghianati pernikahannya sendiri. Hati Farel terasa sakit tiba-tiba, matanya mengerjap dan helaan nafas ia keluarkan dari mulutnya. Farel merasa menjadi bajingan.
Drt.... Drt.... Drt....
Farel terlonjak kaget mendapati nomer wanita yang sangat berarti di hidupnya, Salsha Dawal. Farel menggengam tanganya erat, mencoba mencari kekuatan dari genggaman itu. Merasa sudah cukup, segera ia raih gawainya.
“Hallo.”
“Hallo sayang. Aku akan pulang besok pagi.”
Farel terdiam mendengarkan ucapan Salsha. Bukanya Salsha akan pulang satu minggu lagi.
“Bukanya kau bilang akan pulang satu minggu lagi?”
“Hmm, atasanku bilang pemotretanya di undur. Jadi aku akan langsung pulang saja.”
Farel terdiam mendengar penuturan Salsha. Ada rasa bahagia dan juga was-was.
“Ok. Aku tunggu kepulanganmu. Apa kau butuh jemputan?”
“Tidak usah, aku akan di antar menegerku.”
Hening, Farel terdiam Salsha juga terdiam. Entah mengapa mulut Farel terasa terkunci rapat.
“Aku mencintaimu.”
Farel semakin terdiam mendengar pernyataan Salsha. Pernyataan cinta itu tidak membuat hatiya menghangat seperti dulu. Farel merasa ada yang salah.
Tit... Tit.... Tit...
Farel berjingat kaget mendengar klakson mobil. Ia tersadar, ia masih di tengah jalan. Dengan segera ia menjalankan mobilnya. Namun, tujuanya kini berubah. Ia butuh solusi untuk kegundahanya.
_________
jangan lupa tinggalkan jejak ya 😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Hanifah Ifah
farel msh dlm kebimbangan😐
2022-04-27
0
Lia Tarlia
semoga farel bisa sayang sama raiya
2022-04-08
1