Farel terdiam menatap langit-langit kantornya. Senyum kecil tercetak jelas di bibir seksinya. Mengingat masa kecilnya ia menjadi senang dan sedih sekaligus. Ia merasa senang mendapatkan kasih sayang nenek dan kakeknya, dan merasa sedih karena kehilangan adik laki-lakinya serta kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Mengingat adik kecilnya membuat sudut matanya terasa basah. Hatinya terasa terbakar mengingat kejadian mengenaskan itu, lebih terbakar lagi mengingat semua kesalahan dilimpahkan ke dirinya.
Drt... drt.... drt....
Farel mengerjap dan mengusap sudut matanya kasar. Segera tangan kekar itu meraih gawai yang ada di mejanya. Dahinya mengernyit mendapati nomer pengawal bayangan yang ditugaskan untuk mengawasi Raisya.
“Apa?”
“Maaf tuan, nona tidak ada di tempat.”
Farel menggeram marah mendengar penuturan pengawalnya itu.
“Cari dia, jangan biarkan dia kabur.”
“Baik tuan.”
“Laporkan perkembangan kegiatanya, semuanya tanpa terkecuali.”
Tit
Farel mematikan panggilan tanpa menunggu jawaban dari pihak sana, kekahwatiran tercetak jelas dari wajahnya namun, ke khawatiran itu tertutup oleh kemarahan.
“Mau kemana jal*** itu?” Farel mendesis tajam.
Berkas-berkas yang berserakan di atas meja ia abaiakan, bahkan ia seakan lupa dengan tugasnya sebagai CEO. Fikiranya hanya tertuju kepada Raisya saja, bahkan tanpa sadar nama Salsha Dawal dalam hatinya mulai terkikis.
Drt... Dr... Drt...
“Bagaimana?”
“Nona sedang ada di taman tuan.”
“Hmm, awasi dia, jangan sampai dia kabur!”
Tut!
Farel menghela nafas lega, entah mengapa ia merasa tenang ketika mengetahui keberadaan Raisya.
“Kau membuatku gila.”
****
Di tempat lain, pengawal yang ditugaskan untuk mengawasi Raisya menyalakan fideo untuk merekam segala gerak-gerik nonaya. Pengawal yang bernama Andres Hutomo merasa prihatin.
“Semoga nona baik-baik saja.”
Andres bergumam sambil menatap Raisya yang bercanda dengan dua laki-laki yang berbeda usia itu.
Andres menatap mereka bertiga dengan tatapan teduh. Andres bukanlah orang jahat, ia hanya seorang pegawal yang harus mematuhi apa pun perintah tuanya tanpa bisa membantah. Hatinya masih berfungsi, bahkan berfungsi sangat baik.
Waktu menjelang sore, Andres ragu untuk memberikan video yang telah ia rekam itu. Berbagai spekulasi muncul di otaknya. Bagaiamn jika Raisya akan terkena imbas jika tuanya mengetahui video ini.
Mengingat intraksi mereka bertiga yang masih dalam tahap wajar, mungki tuanya tidak akan mengatakan hal buruk kepada Raisya. Dengan cepat ia mengirimkan video tersebut.
Andres seakan lupa satu hal, Farel bukanlah orang yang dapat membagi sesuatu yang sudah ia klaim menjadi miliknya.
“Pasti tuan tidak akan marah, mengingat Nyonya salsha yang bahkan biasa berintraksi lebih intim dengan lawan jenis dan tuanya baik-baik saja. Pasti kali ini tuanya juga baik-baik saja.”
*****
Brak!
Farel membanting fas ang ada di atas mejanya. Matanya memerah melihat video yang sedang ia putar. Otot lehernya menegang, bahkan wajahnya memerah.
“Ohh, mencoba menggoda laki-laki lain,” desis Farel.
Mungkin manusia normal tidak akan bertindak seperti itu. Jika di telisik lebih lagi di video tersebut tidak ada hal-hal yang menunjukan Raisya menggoda laki-laki ataupun Raisya di goda laki-laki.
“Breng**k!” Farel mengumpat merasa dadanya yang semakin panas.
Di dalam video itu Raiya tersenyum, bahkan tertawa. Farel merasa harga dirinya hancur, bahkan Raisya tidak pernah tersenyum ataupun tertawa di depanya. Bagaimana bisa perempuan itu tersenyum dengan orang asing?
Farel menghembuskan nafas kasar, meraup udara sebanyak-banyaknya, kemudian menegak habis air yang sudah tersedia di mejanya.
Mata coklat itu berpenjar mencari gawai. Tanpa banya menunggu segara tangan kekarnya bermain di layar pipih tersebut.
“Hal_”
“Jangan menjadi ******, cukuo menjadi jalangku saja!”
Farel semakin menahan amarahanya ketika mendengar suara ketakutan Raisya. Bahkan di depan orang asing Raisya bisa tersenyum, dan di depanya Raisya selalu menunjukan wajah datar da ketakutan.
“Ma_”
“Tidak usah banyak omong! Ingat kata-kataku. Kau hanya jalangku, dan jangan berani-berani berdekatan dengan laki-laki lain selain aku. Satu lagi, aku tidak pulang malam ini.”
Farel segera mematikan panggilan itu, matanya terpejam bahkan jantungnya merasa berdetak dengan cepat. Entah mengapa ia merasa perasaan bersalah setelah mengatakan kata-kata kasar tersebut.
Farel menatap figura yang berada di mejanya, foto Salsaha dengan dirinya. Farel meraih foto tersebut dan memandangnya dengan tatapan rumit. Jika dulu Farel selalu merasa nyaman melihat foto itu, entah mengapa sekarang ia merasa biasa saja.
Farel mengusap wajahnya kasar dan menaruh kembali foto itu di atas meja. Perasaan bersalah mulai menggerogoti hatinya. Namun, ia tidak tahu pasti perasaan besalah ini untuk siapa? Apakah untu Salsha istrinya? Atau untuk Raisya jalanga?
Dengan kasar Farel meraih telfon kantor dan memebcet angka 1.
“Ke ruanganku sekarang juga.”
Tut
****
Ricard memandang telfon genggam dengan menghela nafas. Selalu seperti ini, atasanya itu selain arogant juga termasuk manusia pemaksa.
“Sabar, demi gaji besar.” Ricard mengangkat tanganya yang terkepal.
Ricard meletakkan telfon itu kembali ketempatnya. Dengan menata kembali pakaianya ia berjalan menuju ruangan Farel. Ricard berdahem sebentar, seakan menyiapkan hatinya untuk kuat.
To.... Tok.... Tok....
Ricard menarik tanganya dari pintu, menunggu perintah Farel untuk masuk.
“Masuk.”
Teriakan itu membuat Ricard dengan segera memegang gagang pintu dan membukanya dengan perlahan.
Ricard memandang ruangan Farel dengan horor. Dalam hati sibuk bertanya, gerangan apa yang terjadi dengan ruangan atasanya itu?
“Urus semua pekerjaan saya hari ini, saya harus pulang.”
Ricard hanya bisa mengangguk dan menerima segala perintah atasanya itu, asalkan bukan untuk membunuh orang Ricard harus mematuhinya.
“Baik tuan.”
Farel menatap Ricard sekilas, dan berjalan meninggalkan ruanganya itu.
“Maaf tuan, anda akan pulang kemana?”
Farel terdiam mendengar penuturan Ricard, ah ia lupa jika sekarang ia memiliki dua rumah. Rumah pertama untuk istrinya, dan rumah kedua untuk jala\*\*\*ya.
Ricard terdiam menunggu jawaban Farel, bukan apa-apa ia bertnya seperti itu, ia hanya memastikan jika ada sesuatu akan mudah baginya untuk menemui atasanya itu.
Farel berfikir, apa ia harus pulang kerumah pertama, tapi hatinya merasa tak tenang jika belum melihat raisya secara langsung. Ahh ia juga harus menemui neneknya nanti, dan ia juga sudah mengatakan kepada Raisya jika ia tidak pulang. Mungkin rumah pertama pilihan yang tepat.
“Rumah pertama.”
Farel meninggalkan ruangan berantakan itu setelah memberitahu asistenya. Dengan langkah pasti ia langkahkan kakinya untuk menuju ke bastmen.
Ricard menghela nafas lega melihat Farel pergi. Mendengar keputusan Farel entah mengapa Ricard merasa lega.
“Semoga tidak akan ada yang terluka karena permainan api tuanya.”
****
jangan lupa tinggalkan jejak ya,,, vote, komen, dan follow sangat Author harapkan 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Riyamah Riyamah
pasutri saling selingkuh
2022-12-26
0