Raisya menatap dua gundukan di depanya dengan kosong. Taburan bunga memenuhi tanah yang menggunduk itu hingga menutup warna tanah yang sebenarnya. Netra hijau itu menatap dua nisan dengan nama yang sama dengan marganya, perlahan cairan bening meluruh dari netra itu membuat setiap orang yang menatap perihatin dengan keadaanya.
“Nona, mari kita pulang.” Ajeng menyentuh bahu ringkih Raisya.
Raisya menatap Ajeng yang tersenyum, ia gigit bibirnya dan mengangguk untuk meninggalkan tempat peristirahatan orang tuanya itu.
“Semoga kalian tenang di sana.” Raisya melangkah tanpa menengok kembali.
Keheningan memenuhi mobil mewah itu. Ajeng dan sang supir saling melirik, seakan berbicara lewat tatapn itu.
“Nona_”
Ajeng terdiam melihat Raisya yang terdiam dengan air mata yang berjatuhan. Ia lirik kembali sang supir yang menatapnya, kemudian ia mengangguk seakan mengerti keadaan saat ini. Raisya butuh waktu sendiri.
Setengah jam berlalu, kecanggungan melanda suasana dalam mobil itu. Sang supir menghentikan laju mobil, kemudian memberikn kode pada Ajeng untuk mengkonfirmasi Raisya.
“Nona, kita sudah sampai.” Ajeng menyentuh bahu Raisya yang di balas dengan tatapan datar.
Raisya mengangguk dan membuka pintu mobil mengabaiakan tatapan perihatin dari para pengawal dan pelayan yang berjajar di mansionnya.
“Raisya.”
Langkah Raisya terhenti ketika mendengar suara itu, ia balikkan badanya dan menatap sang pemilik suara, Hanry Poter.
“Iya paman?”
Raisya berjalan menuju tempat Hanry duduk, tanpa pikir panjang ia mendudukan dirinya tepat di depan Hanry.
“Ada yang perlu paman berikan.”
Raisya terdiam, ia faham apa yang akan Hanry katakan.
“Hmm.”
“Ini.” Hanry menyerahkan map berwarna merah tepat di depan Raisya.
Raisya menatap map itu dengan pandangan rumit. Tangannya gemetar, namun ia tetap berisaha untuk tegar membaca semua yang ada di dalam map itu.
“Semua sudah selesai.” Raisya berucap tepat setelah ia menutup kembali map merah itu.
Hanry menundukkan kepala, ia merasa tidak berguna.
“Maafka paman.”
“Tidak, ini bukan salah Paman.” Raisya berucap tegas.
“Andaikan paman lebih mampu dan teliti, semua tidak akan seperti ini.”
Raisya mengernyit mendengr penuturan Henry, apa maksudnya?
“Maksud paman?”
Hanry tersentak, ia sadar mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya ia katakan.
“Tidak bukan apa-apa.”
Raisya menatap Henry dengan curiga namun, Hanry tetap bungkam seakan menutup rapat kebenarana.
“Apakah semua ini disengaja?”
Hanry menegang, tapi ia segera menormalkan wajahnya dan menatap Raisya sendu.
“Maafkan paman, paman tidak bisa mengatakanya. Tapi paman berpesan, jangan percaya siapapun kecuali dirimu sendiri.”
Raisya semakin menatap hanry dengan dahi mengernyit. Ia menghela nafas kasar, mencoba menenangkan fikiranya.
“Baik paman, terimakasih. Bagaiaman dengan Mansion ini?”
“Mansion ini harus kau kosongkan satu minggu lagi.”
Raisya terdiam, Mansion yang penuh kenangan ini harus ia relakan.
“Baik.”
“Raisya, dimana kau akan tinggal?” Hanry menatap Raisya khawatir.
Raisya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Hanry. Hanry menghela nafas kasar dan mengeluarkan kunci yang sudah ia simpan di saku jasnya dari tadi.
“Tinggalah di salah satu rumah paman ini.”
Raisya menatap kunci tergeletak di depanya itu.
“Tidak paman, jangan hawatir. Raisya bisa menyewa apartemen.”
“Tidak, jangan tolak pemberian paman ini. Simpan uangmu untuk kebutuhanmu nanti. Tinggalah di rumah ini, paman akan merasa senang dan lega jika kau menerimanya.”
“Maaf paman__”
“Raisya, paman mohon. Jika kau tidak ingin menempati rumah ini, paling tidak kau menerimanya. Di sini tempat paling aman jika kau menginginkan tempat menyendiri. Simpanlah, paman mohon.”
Raisya terdiam kemudian mengangguk membuat Hanry bernafas lega.
“Hubungi paman apa pun yang terjadi.”
“Terimakasih paman.”
“Paman pamit.”
Raisya menata Hanry yang menjauh, ia menghela nafas. Ia bersyukur masih memiliki orang yang perhatian dengannya. Setidaknya ia tidak sendiri di dunia yang kejam ini.
******
Raisya mengumpulakan seluruh pelayan dan pengawal di mansion ini. ia menatap satu persatu dengan tatapn rumit, kemudian senyum kecil ia sunggingkan.
“Maaf dan terimakaih.”
Mereka semua menatap Raisya dengan mengernyit.
“Mulai sekarang kalian tidak lagi bekerja di kediaman Atmaja, dan ini uang pesangon kalian.”
Para pelayan terkejut dengan ucapan Raisya, mereka tidak mengetahui masalah keuangan yang sedang terjadi pada keluarga atasanya itu. namun melihat semua ini mereka menyimpulkan keadaan atasanya sedang tidak baik-baik saja. Sungguh malang nasib nonanya.
“Apapun yang terjadi saya akan ikut nona kemana saja.” Ajeng mendekati Raisya mengabaikan pelayan lain yang mengambil pesangon di meja dan meninggalkan raisya sendirian itu.
Raisya menatap Ajeng dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia senang, tapi ia tidak bisa menerima Ajeng di sisinya.
“Maafkan saya bi.”
“Tidak Nona, bawa saya. Kemanapun Nona pergi, saya akan mengikuti Nona dan mengabdikan diri saya.”
Raisya terdiam seulas senyuman ia berikan.
“Tinggalah di sini bi.” Raisya menyerahkan kunci rumah yang Hanry berikan tadi.
“Nona akan tinggl di sini?”
“Tidak, tapi entah kapan saya akan ke sini. Jadi saya mohon tinggalah di sini, agar saya memliki tempat untuk pulang dan seseorang yang menunggu kepulangan saya.”
“Tapi__”
“Saya harus menjaga Jhonatan bi.”
Ajeng terdiam, ia mengetahui keadaan tunangan Raisya yang tidak baik-baik saja sekarang. Anggukan kepala ia berikan ke Raisya, berharap Raisya bisa lega.
“Terimakasih Bi.”
“Bibi sudah menganggap Nona seperti anak Bibi sendiri.”
“Kalau begitu, panggil aku Raisya.” Raisya mentap Ajeng dengan sungguh-sungguh.
“Iya, Raisya anakku.” Ajeng tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜
🥺🥺🥺🥺🥺
2023-01-26
0
Riyamah Riyamah
yatim piatu
2022-12-26
0
Lafiza
Nangis boleh, nggak?
2022-03-30
1