Farel menatap Salsha yang sedang mengemas pakaianya di dalam koper, entah sejak ia mengetahui bahwa Salsha telah melakukan hubungan terlarang itu ia tidak bisa memandang Salsha seperti dulu lagi. Rasa kecewa itu masih terlalu jelas dan nyata baginya Namun, ia enggan untuk melepaskan.
“Sayang.” Salsha menatap Farel dengan alis mengkerut.
“Sayang.” Salsha memanggil Farel lagi yang hanya terdiam, kali ini dengan menggoncang bahunya.
Farel kaget mendapati Salsha yang sudah di depanya itu, alisnya mengkerut melihat wajah Salsha yang cemberut.
“Kenapa?” Farel menatap Salsha datar membuat Salsha merasakan perasaan yang menyesakkan.
“Harusnya aku yang bertanya seperti itu, kau kenapa? Kenapa dari tadi aku panggil diam terus?” Salsha berkacak pinggang mencoba mengenyahkan rasa sesak tadi.
“Tidak apa-apa, aku hanya merasa lelah, akhir-akhir ini pekerjaan kantor semakin banyak.” Farel mencoba menghindari tatapan Salsha.
Salsha terdiam mendengarkan alasan Farel, bahkan ia membiarkan Farel meninggalkanya sendiri di kamar mereka. Salsha mendongak, menghalau cairan bening yang dengan kurang ajarnya keluar dari bola mata hitamnya.
Rasa sesak mulai merambat. Pelan tapi pasti.
“Aku harus kuat, Farel hanya kecewa, dia akan kembali seperti dulu lagi. Semangat Salasha.” Salsha menyemangati dirinya sendiri dan menghapus air mata di pipi mulusnya itu.
Drt Drt Drt
Salsha memandang lelah nama dari si penelfon itu, Maxim Alexis, laki-laki yang mencintainya dan yang mengambil kesucianya waktu di Paris dulu. Tanpa membuang waktu segera ia tekan tombol merah itu dan memasukan gawai berwarna putih di dalam tas gantungnya.
Salsha berjalan menggeret koper kecilnya, kali ini ia harus pergi ke Sumbawa untuk melakukan sesi pemotretan. Ia harap setelah ia pulang dari sana semua akan kembali seperti semula.
“Farel.” Salsha memanggil sosok yang terdiam di depan ruang keluarga itu. Dengan langkah pasti ia berjalan mendekat untuk mencari perhatian Farel.
Farel terdiam menatap Salsha yang sudah berdiri di depanya dengan koper berwarna hijau tua itu. Helaan nafas kecil ia keluarkan, kemudian senyum kecil tersungging dari bibir seksinya, membuat siapa pun kaum hawa terpesona.
“Kau sudah siap?” Farel bertanya melihat penampilan Salsha.
“Ya, aku sudah siap.” Salsha tersenyum menjawab pertanyaan Farel.
“Maaf aku tidak bisa mengantar ke bandara.” Farel berucap dengan wajah sedih membuat Salsha tersenyum memahami kondisinya saat ini.
“Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Makan yang teratur ya.” Salsha mengelus kepala Farel. Namun, semua tidak bertahan lama, Farel segera menghindari dari sentuhan tangan Salsha, membuat Salsha menggengam erat tanganya kembali.
Senyum sedih terlihat jelas di wajah Salsha, namun ia segera mengubah senyum itu menjadi senyum seperti biasanya. Ia sadar, Farel seperti ini karena kesalahanya, dan ia harus bisa menerima semuanya dengan lapang dada. Ia yakin Farel sangat mencintainya seperti dia yang mencintai Farel.
“Maafkan aku, sepertinya aku harus pergi terlebih dahulu.”
Salsha menatap punggung tegap Farel yang menjauh, pergi tanpa menengok kembali ke arahnya, atau bahkan memberikan kecupan hangat di keningnya seperti rutinitas mereka sebelum masalah itu terjadi dalam rumah tangga mereka. Tanpa sadar Salsha menahan nafas dan sesak di dadanya, matanya berkaca-kaca dan ia mengehembuskan nafas berat dari mulutnya.
Kepalanya mendongak, tanganya bertenggar manis menutup mulut. cairan bening mulai merembas keluar lagi. Namun, ia dengan cepat menghapusnya kasar dan mencoba untuk tersenyum.
“Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.”
******
Farel hanya terdiam di dalam mobil, ia menatap sendu taman yang berisi anak-anak dan keluarga kecil yang bahagia. Dalam hati ia mulai bertanya, akankah ia merasakan rasa bahagia seperti mereka? ahh melihat kondisinya yang seperti ini, sepertinya mustahil memiliki keluarga seperti itu.
Farel menatap gantungan foto yang ada di depan kaca mobilnya. Di sana jelas terpampang senyum Salsha yang mampu membuat hatinya merasa tenang. Namun, sekarang ia malah merasa sakit melihat senyum itu.
Mengingat kembali fakta bahwa Salsha telah melakukan hal yang tidak pernah mereka lakukan dengan orang lain, membuat harga dirinya merasa tersentil. Ia akui ia belum mampu atau bisa di bilang tidak akan mampu memenuhi kebutuhan biologis Salsh. Tapi apakah ia akan diam saja dan mencoba menutup mata melihat Salsha bermain api di belakangnya?
Farrel menyugar rambut kasar, mencoba berfikir jernih kembali.
Bruk
Farel berkedip, merasa kaget dengan suara benda jatuh di depanya, ah lebih tepatnya sosok wanita dengan anak kecil.
Tangan yang bertenggar di rambut hitam itu perlahan turun. Matanya melihat sosok yang terjatuh dengan pandangan rumit. Seakan ada magnet yang menariknya ke arah depan.
Mata coklatnya dengan setia mengamati interaksi mereka berdua, sudut hati kecilnya terasa hangat.
Deg
Senyum manis terukir dari bibir wanita itu, membuat sesuatu yang tak pernah bangkit selama ini seketika bangkit dengan sendirinya. Bahkan dahi Farel sudah di penuhi dengan peluh, ia bergairah.
“Siapa wanta itu?”
Farel bertanya entah kepada siapa. Mata coklatnya masih menatap lurus wanita bermata hijau itu yang masih sibuk membersihkan celana anak laki-laki yang terjatuh. Tak lama kemudian, wanita bermata hijau itu melambaikan tanganya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
Farel menahan nafas dan gejolak yang tiba-tiba membumbung tinggi, membuat kepalanya pening. Mata coklatnya menatap intens wanita itu hingga tak terlihat lagi. Ada perasaan kehilangan ketika melihat wanita itu yang perlahan mengecil, kemudian menghilang ditelan banyaknya kerumunan. Namun, sesuatu membuat ia tersadar dari perasaan anehnya.
“Apa tang terjadi?”
Farel menatap ke bawah. Bagian tubuhnya yang tak pernah terbangun meskipun meminum obat perangsang kini bisa terbangun tegak hanya dengan menatap senyuma wanita itu.
Tapi bagian itu terkulai lemas kembali tepat ketika wanita itu pergi meninggalkan keterpakuanya sendiri, di dalam mobil mewah itu. Dengan gemetar Farel memegang asetnya yang sempat terbangun dan mendesah frustasi.
Farel terdiam, berbagai fikiran mulai merasuki otaknya, entah apa yang harus ia lakukan. Ia ingin merasakan bagaimana nikmatnya bercinta, tapi ia tidak bisa menghianati Salsha, istri tercintanya.
Sedangkan, ia sudah berusaha menumbuhkan gairahnya itu, tapi tidak pernah berhasil. Dan sekarang, tanpa usaha apa pun, gairahnya muncul dengan cepat, tanpa perlu rangsangan atau obat-obatan.
Rasa bimbang menyebar di dada. Antara gairahnya atau mempertahankan cintanya. Namun, bayangan tentang Salsha yang sudah bermain api dengan Max, membuat tatapanya menjadi datar dan rahangnya mengeras, tak lama kemudian seringai licik ia sunggingkan di bibir seksi itu.
Tut Tut Tut
“Selediki tentang wanita itu.”
“....”
“Cek CCTV yang terhubung dalam mobil saya, saya minta informasinya paling lambat besok pagi. Kalau bisa nanti malam semua sudah kau kirimkan lewat email.” Tanpa menunggu jawaban Farel mematkan panggilannya.
“Cintaku tetap untuk Salsha, tapi aku juga butuh tempat untuk memuaskan dan menumbuhkan gairahku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Anisa Wihandari
Hanya mlihat senyum mnis raisya bnda pusaka farel bisa bangun,,,senyum mu penuh gairah raisya
2023-08-22
0
zahra ou
gak pp
palingan istri sah jg lg ena ena ma maxim🤭
2023-08-22
0
💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜
wuiihhh.... senyum manis bisa membuat anu Farel on....😁
2023-01-26
0