Game Over

“Ehm, Lidya?” panggil Verisa pelan yang dijawab Lidya dengan mengangkat alisnya. “Aku mau ke toilet dulu, ya?”

Verisa harus bisa keluar dari tempat ini. Ia sudah tidak nyaman melihat ketiga anak itu bermesraan terang-terangan di depannya, bahkan sambil makan seperti itu. Menjijikkan.

“Mau aku temenin?” tawar Lidya.

“Ah, nggak perlu. Aku bisa sen ....”

“Sayang, dia kan, lagi sakit begitu, kenapa nggak pakai kamar mandi di kamar kita aja?” pacar Lidya berkata pada Lidya.

“Benar juga.” Lidya menyetujui dan itu masalah besar untuk Verisa.

Ini hanya alasannya untuk kabur dari situasi memuakkan ini, tapi jika seperti ini, ia justru akan menyulitkannya untuk pergi.

“Nggak usah repot-repot. Biar aku ke toilet di restoran ini aja. Aku nggak mau ngerepotin kalian,” sergah Verisa cepat seraya membawa kursi rodanya keluar dari meja restoran, tapi laki-laki tua yang bersama Nina, yang duduk di sisi meja yang sama dengannya menahan laju kursi roda Verisa.

“Nina yang akan antar kamu ke toilet kamarku. Di sana akan lebih nyaman untuk pengguna kursi roda seperti kamu,” ucap laki-laki itu datar.

Lalu, sebelum ia sempat menolak, Nina sudah berdiri dan mendorong kursi rodanya menuju lift untuk pergi ke kamar yang disebutkan tadi. Bagaimana ini?

“Nin, biar aku sendiri aja,” ucap Verisa pada Nina yang mendorong kursi rodanya masuk ke dalam lift.

“Maaf, Ve, aku nggak bisa nolak dia. Aku nggak mau dia marah sama aku karena nolak permintaannya.” Nina juga sama sekali tidak membantu.

Verisa menghela napas berat. Di saat-saat seperti ini yang ia butuhkan hanya satu, Lucky. Tapi, ia tidak bisa menghubungi Lucky karena ponselnya direbut Lidya. Verisa merasa seperti masuk ke dalam jebakan.

Ia menunduk seraya memejamkan mata. Lucky, di mana dia sekarang? Verisa benar-benar membutuhkannya. Ia tidak tahu harus ....

“Nona Verisa?” sebut seorang pria tinggi yang menghentikan jalannya ketika ia baru saja keluar dari lift itu bersama Nina.

Siapa pria ini? Kenapa dia tahu namanya?

“Kamu kenal dia, Ve?” tanya Nina, yang ia jawab dengan gelengan.

“Saya Putra, asisten pribadi Pak Lucky,” sebut pria itu. Seketika membuat Verisa terkejut, juga lega mendengar nama Lucky disebut.

Tapi, benarkah? Pria ini tidak berbohong hanya dengan menyebut nama Lucky, kan? Ia sama sekali tidak pernah tahu orang-orang dari perusahaan ayahnya. Hanya Lucky yang ia kenal. Dan Reni, sekretaris Lucky. Kini yang harus Verisa lakukan hanya percaya pada pria bernama Putra ini dan meminta membawanya pergi. Tapi, kenapa rasanya seragu ini?

Kak Lucky, di mana kamu? batinnya.

“Kalau gitu, aku permisi mau bawa Verisa ke toilet dulu,” pamit Nina seraya melanjutkan jalannya.

Mendengar suara Nina, seketika membuat Verisa terkejut dan sadar dari pikirannya. Tidak, jangan pergi dulu. Verisa menoleh ke belakang dan mendapati dirinya sudah menjauh dari pria itu. Bagaimana ini? Pria itu tetap diam di sana? Ia juga tidak mungkin berteriak meminta tolong di sini?

Verisa harus bagaimana?

***

“Halo, Putra. Kamu di mana?” tanya Lucky dari telepon.

“Aku ada di lantai tujuh, Ky. Di depan kamar nomor 168. Nona Verisa ada di dalam sama salah satu temannya,” beritahu Putra.

“Oke. Aku naik.”

Setelah memutus teleponnya, Lucky berlari menuju lift dan naik ke lantai yang disebutkan Putra tadi. Tapi, karena lift-nya masih ada di lantai atas, ia harus menunggu sampai lift itu turun. Merasa tidak ada waktu lagi. Akhirnya Lucky mengambil jalan lain, tangga darurat.

Ketika Lucky sudah sampai di lantai tujuh dengan sangat terengah-engah, ia menyapu pandang, mencari di mana Putra berada. Ketika ia sampai di ujung lorong, ia sempat melihat Putra sedang berbincang dengan seseorang.

“Anda tidak bisa menghalangi saya untuk masuk ke dalam karena ini adalah kamar saya. Jadi, lebih baik Anda pergi saja,” usir orang itu pada Putra.

“Maaf kalau begitu. Saya hanya sedang menunggu Nona Verisa. Setelah dia keluar, saya akan pergi,” balas Putra santai.

Orang itu mengedik cuek. “Terserah. Tapi, saya tidak kenal dengan anak bernama Verisa. Jadi, permisi.”

“Tunggu!” tahan Lucky, ketika orang itu akan masuk ke dalam kamar hotel.

Orang itu manahan langkahnya, menoleh, dan mengernyit menatap Lucky. Lucky tersenyum miring melihat siapa orang yang dimaksudkan itu. Jodi Andito.

Masih dengan napas sedikit terengah, Lucky berjalan mendekati Jodi.

“Bagaimana kabar Anda, Pak Jodi Andito?” tanya Lucky. “Sepertinya Anda masih belum berubah.”

“Sedang apa Anda di sini?” tanya Jodi sedikit panik.

“Yang jelas bukan untuk mengintip Anda dengan ....” Lucky sengaja menggantung kalimatnya.

“Jangan sembarangan bicara!” kesal Jodi.

Lucky mendengus mengejek. “Apakah sesuatu yang sudah terbukti itu adalah sesuatu yang sembarangan?”

“Kurang ajar!”

“Maaf, saya sedang tidak ingin berdebat dengan Anda. Saya ke sini hanya untuk menjemput Verisa, yang saat ini ada di dalam kamar hotel Anda bersama temannya. Jadi, jangan halangi saya untuk membawanya pergi,” tegas Lucky seraya memberi isyarat Putra untuk ke dalam dengan kedikan kepala.

“Oh, jadi anak bernama Verisa itu, simpanan Anda?” Jodi berkata, meremehkan.

“Sialan!” Lucky mencengkram kerah Jodi hendak menghajarnya, tapi ia kembali mendapatkan akal sehatnya dan berkata, “Jika Anda belum tahu siapa Verisa, jangan pernah mengucapkan kata-kata kotor itu untuknya. Mengerti!” Lucky menghempaskan tubuh Jodi hingga membentur tembok di belakangnya.

Melihat Verisa keluar dari kamar itu dengan wajah pucatnya. Lucky mengumpat dalam hati. Lagi-lagi, Lucky kecolongan tentang Verisa. Jika ia terus ceroboh seperti ini, ia tidak akan bisa terus berada di sisi Verisa karena ia selalu gagal menjaga gadis itu. Menjaga janjinya pada orang tua Verisa, juga pada Verisa. Lucky benar-benar bodoh.

Lucky hanya bisa mendesah lega karena akhirnya Verisa bisa lepas dari orang tak bermoral itu. Lalu, ia mengambil alih kursi roda dari Putra dan membawanya pulang. Sesekali, Lucky melirik Verisa yang terlihat menunduk dalam dengan tatapan kosong. Gadis ini pasti sangat syok dengan kejadian ini. Yang ia herankan, untuk apa gadis ini pergi ke sini?

Sial, Lucky benar-benar ceroboh.

***

Tak bisa lebih lega lagi ketika Verisa bisa mendengar suara pria itu di luar sana. Akhirnya, Lucky datang juga.

“Ve, ada apa?” tanya Nina dengan santainya.

Verisa menoleh pada Nina dan menyipit tajam, “Sebenarnya, apa yang kamu lakuin di sini sama laki-laki tua itu, hah?”

Nina melotot terkejut.

“Aku nggak peduli tujuan kamu sama yang lain mau berhubungan sama orang-orang kayak mereka itu apa? Jadi, om-om hidung belang itu yang kalian sebut pacar tampan dan mapan?” Verisa mendengus seraya mengangkat sebelah alisnya.

“Dan di tempat ini, kalian ngelayanin mereka? Aku pasti udah gila karena mau jadi teman kalian. Aku nggak pernah tahu, kalau aku punya teman yang ....” Verisa menatap Nina dengan jijik.

“Asal kamu tahu, Nin. Sejak kalian ngekhianatin aku cuma karena percaya omongan Jesy. Aku sadar kalau kalian bukan teman yang baik. Selama ini, mungkin aku terlalu bodoh karena percaya sama kalian. Aku nggak pernah mikir buruk tentang kalian. Aku bahkan selalu ngajak kalian ke mana aku pergi, belanjain kalian apa pun yang kalian mau, traktir kalian di mana aja. Juga, ngedengerin semua cerita kalian tentang pacar-pacar kalian yang aku bahkan nggak pernah tahu.

"Tapi dengan gampangnya, kalian percaya sama omongan Jesy dan pergi ninggalin aku tanpa tanya kebenarannya. Di saat terberatku. Aku kecewa. Aku sedih. Dan karena itu ... aku janji sama diriku sendiri bakal bikin kalian nyesal karena udah ngekhianatin aku.”

Verisa melihat Nina seketika lemas dan terduduk di atas tempat tidur dengan tatapan tak percaya. Dalam hati, ia juga sempat terkejut karena respon Nina yang tampak syok dengan perkataannya. Tapi, Verisa harus bertahan, ia tidak boleh terpengaruh. Karena di sini dialah yang dikhianati. Ia tidak mau lagi memiliki teman seperti mereka yang ternyata jauh lebih parah dari dugaannya.

“Apa kamu tahu, Nin? Aku sengaja ikut kalian ke sini karena mau tahu, apa yang kalian lakuin sama pacar-pacar kalian itu. Dan nanti, aku bakal pakai itu buat ngehancurin kalian. Tapi, keberuntungan emang lagi ada di tanganku.” Verisa tersenyum sinis. “Kamu sama kedua temanmu itu, bisa terkenal di sekolah karena berita kalian sama pacar kalian yang ....”

“Ve, kamu ....”

“Dengar ini baik-baik,” sela Verisa tajam. “Mulai detik ini, aku nggak mau lagi punya hubungan pertemanan sama kalian. Aku anggap kita nggak lagi pernah kenal.” Verisa membuang wajahnya ketika air matanya jatuh juga.

Ia melihat pria bernama Putra tadi masuk dan bertanya, “Nona baik-baik aja?”

Verisa hanya mengangguk. Lalu, Putra berputar dan berdiri di belakang kursi roda untuk membawanya keluar dari tempat itu.

“Tunggu,” tahannya, menghentikan langkah Putra. Tanpa menatap Nina, ia berkata, “Aku nggak akan sebarin apa pun di sekolah, asalkan kalian ... nggak ganggu aku lagi.”

Verisa tak berharap Nina akan menjawab atau meminta maaf padanya. Setidaknya, semua sudah berakhir. Meski akhirnya tak sesuai dengan rencananya. Ia berharap keputusan ini benar.

Kini, ia bisa sedikit bernapas lega. Karena tidak harus terbebani dengan kebohongan untuk tetap bersikap baik dan peduli pada mereka bertiga. Karena sejujurnya, saat ini ia hanya ingin sendiri. Mungkin cukup hanya bersama Lucky. Pria itu ....

Verisa mendongak menatap Lucky yang juga menatapnya cemas. Lalu, dia menggantikan Putra untuk membawanya pergi. Lagi, Verisa merasa gejolak aneh saat Lucky ada di jarak yang dekat dengannya. Rasanya aman jika ia ada di sisi pria itu.

Ya, setelah keluarganya pergi meninggalkannya untuk selamanya, hanya Lucky yang ia butuhkan saat ini. Pria itu yang ia percaya. Selamanya pun, ia tak mau berpisah dari Lucky. Namun, jika nanti Lucky kembali kepada keluarganya, Verisa akan kembali sendiri. Seorang diri. Sebatang kara.

Membayangkannya saja, kenapa rasanya sesesak ini?

***

Di rumah, Lucky sempat melihat Verisa beberapa kali melamun. Bahkan sejak mereka pulang dari hotel itu, di mobil, Verisa juga tidak mengatakan apa pun. Lucky ingin bertanya, tapi situasinya belum tepat.

Saat ini, Verisa terlihat masih tampak murung dan hanya duduk terdiam di atas tempat tidurnya dengan tatapan kosong ke depan. Lucky mengetuk pintu kamar Verisa yang sedikit terbuka. Sengaja menarik pikiran Verisa padanya, meski hanya meliriknya sekilas.

“Aku boleh masuk?” ijin Lucky.

Tanpa menatapnya, Verisa mengangguk pelan.

“Kenapa belum tidur?” tanyanya lagi seraya berjalan ke arah gadis itu.

Masih tak menatapnya, Verisa menggeleng pelan.

“Ada yang ganggu pikiranmu?” Lucky sudah berdiri di samping Verisa.

Verisa terdiam, lalu menoleh menatap Lucky tepat di matanya. Tatapan sendu Verisa seolah mengoyak hatinya. Kenapa mata itu masih saja menampakkan kesedihan?

“Kamu baik-baik aja, kan? Temanmu dan laki-laki tadi nggak ngelakuin hal buruk ke kamu, kan?” singgung Lucky, cemas.

Verisa kembali menggeleng.

“Ngomong sesuatu, Ve. Jangan diam kayak gini?” pinta Lucky seraya mengusap rambut Verisa lembut.

Verisa menelengkan kepalanya, masih sambil menatap Lucky lekat. “Kakak nggak akan ninggalin aku sendirian di sini, kan?” tanyanya pelan.

“Nggak akan, Ve. Aku udah janji, kan? Aku bakalan jagain kamu.”

“Meski itu ... selamanya?” Verisa memastikan, sontak membuat Lucky terkejut.

Tapi, setelahnya Lucky justru tersenyum dan membungkuk untuk menyejajarkan wajahnya dengan wajah gadis itu.

“Kamu tahu aku udah berjanji sama kamu, juga sama orang tuamu. Jadi, aku pasti akan nepatin janjiku itu. Aku bakal ada di sisimu. Jagain kamu. Selamanya.”

Ya, Lucky akan melakukannya. Bahkan seumur hidupnya, Lucky akan terus berada di sisi Verisa. Tak peduli sedalam apa perasaannya pada gadis ini, dia tidak perlu tahu. Cukup dia tahu jika Lucky akan tetap bersamanya. Menjaganya. Membuatnya bahagia. Menepati janjinya. Dan Lucky akan melakukan semua untuk gadisnya. Apa pun.

***

Terpopuler

Comments

yesread

yesread

uuuu sweetnya....

2020-05-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!