Verisa tersenyum miring. Semua sesuai dengan rencananya. Ia bisa membuat Lucky membawanya ke restoran tujuannya. Tadinya, Verisa sempat panik jika Lucky sudah menyiapkan tempat lebih dulu di restoran lain, tapi ternyata keberuntungan sedang ada dipihaknya. Verisa tidak berbohong tentang makanan kesukaannya, tapi ia hanya memanfaatkan kesempatan yang ada untuk membuat teman-temannya, ah setidaknya dulu ia dianggap teman oleh mereka yang kini meninggalkannya, menyesal.
Bodohnya, Verisa baru sadar jika selama ini dia juga dimanfaatkan. Selama ia berteman dengan Nina, Vira, dan Lidya, ia selalu menuruti kemauan ketiga anak itu. Terkadang minta ditraktir di restoran mewah, belanja baju ke mall, atau jalan-jalan ke villa-nya. Verisa tidak pernah berpikir sebelumnya jika ketulusannya mengajak mereka bersenang-senang justru dimanfaatkan. Ketika kini ia sebatang kara, mereka langsung pergi. Bahkan di hari duka Verisa, tak satu pun dari mereka datang.
Verisa mengangkat ponselnya, mengirim pesan pada kenalannya yang memiliki restoran itu. Memberitahukan jika ketiga temannya akan datang ke sana untuk makan. Juga tentang dirinya yang akan makan di sana juga bersama seorang pria. Tapi, Verisa meminta Om Ervan, pemilik restoran Jepang itu, untuk menyiapkan dua meja terpisah yang tidak terlalu jauh.
Memang ini rencananya, sengaja mengundang ketiga anak itu datang ke restoran favorit Verisa untuk memamerkan apa yang bisa Verisa tunjukkan pada mereka. Para pecinta pria tampan. Verisa menoleh sesaat ke arah Lucky yang masih menyetir, Lucky memang tampan. Dan ia beruntung bisa mengenalnya. Atau tepatnya bisa memanfaatkannya.
Sampai di depan restoran, mereka disambut hangat oleh pelayan di sana. Verisa tersenyum puas, sekilas ia menoleh pada Lucky yang terkejut. Ya, dia tidak tahu jika Verisa sudah merencanakan ini. Dan dia tidak perlu tahu. Ia hanya membutuhkan Lucky ada di sisinya.
Seorang pelayan mengantarkan Verisa dan Lucky ke salah satu meja yang sudah Verisa pesan sebelumnya, di pojok dekat jendela kaca. Ia sempat melihat ketiga anak itu juga sudah berada di sana. Menunggu di meja tepat di belakang Verisa duduk. Membiarkan mereka bisa melihat ketampanan Lucky. Sebenarnya ia penasaran dengan ekspresi wajah mereka bertiga saat ini, tapi ia takut tidak fokus dengan rencananya, maka itu ia memilih duduk membelakangi mereka.
“Kamu ngerasa ada yang aneh nggak sama restoran ini?” tanya Lucky pelan sambil mencondongkan tubuh ke arah Verisa.
Verisa mengerutkan kening. “Ini restoran favorit aku, Kak. Dan ... aku kenal sama pemiliknya. Jadi, apa yang aneh?” Verisa mengedik pelan.
Lucky tersenyum menatap Verisa seraya tangannya terangkat untuk mengusap kepalanya. Lagi, membuat Verisa cemberut karena rambutnya berantakan.
“Maaf, maaf,” sesal Lucky.
Setelah makanan mereka datang, Verisa menatap makanan itu dengan binar ceria. “Akhirnya, aku bisa memakanmu, Sushi,” ucapnya riang, sedangkan Lucky sudah mendengus geli.
Sengaja, Verisa memakan makanannya dengan cara yang tidak biasa. Makan dengan terlalu cepat, hingga membuat Verisa tersedak, lalu Lucky dengan sigap menyodorkan air minum dan menghampirinya untuk mengusap pelan punggungnya. Tidak hanya itu saja, selesai makan dengan cara luar biasa itu, Verisa tak langsung membersihkan bibirnya dari sisa makanan. Membuat Lucky lagi-lagi mencondongkan tubuhnya untuk mengusap sudut bibir Verisa yang meninggalkan sisa makanan. Membersihkannya.
“Sekangen itu sama makanan kesukaanmu, hm?,” dengus Lucky, membuat Verisa cemberut.
“Jangan ngeledek, deh!”
Lucky tertawa kecil sambil terus menatapnya. Seketika itu juga perut Verisa bergolak aneh, menggelitiknya. Oh, sepertinya Verisa benar-benar kekenyangan.
“Kak, aku mau ke toilet dulu, ya?” pamit Verisa yang dibalas anggukan Lucky.
Ketika Verisa berdiri hendak berjalan ke arah toilet, tanpa sengaja kakinya menginjak sesuatu yang membuatnya terhuyung ke depan. Ia memekik kaget dan memejamkan mata karena akan jatuh. Tapi, sebuah tangan sigap menangkap pinggang Verisa dan menariknya ke arah orang itu. Lucky. Pria itu memeluk Verisa erat. Tepatnya menyelamatkannya.
“Hati-hati kalau jalan, Ve?” tegur Lucky, membuat Verisa mendongak menatap mata gelap itu. Seolah terpaku di dalam gelapnya mata Lucky, Verisa tidak menjawab tanyanya. Verisa merasakan pipinya diusap lembut, membuatnya seketika sadar akan posisinya.
“Eh, Kak!” kagetnya, reflek melepaskan diri dari pelukan Lucky.
“Kamu nggak apa-apa, kan?,” Lucky memastikan.
“Iya.”
Jantung Verisa berpacu sangat kencang ketika tangan besar Lucky mengusap pipinya tadi dan desiran aneh di dadanya, diperutnya itu terasa lagi. Ini tidak benar, pasti kondisi tubuhnya sedang kurang sehat saat ini. Nanti ia harus periksa ke dokter tentang jantungnya yang berdetak terlalu berlebihan ini.
Kini Lucky sibuk mengecek kaki Verisa, sesuatu yang membuatnya nyaris terjatuh. Tali sepatu. Ia mendengus tak percaya jika Lucky akan melakukan ini. Ini bukan rencananya, tapi mengambil kesempatan Lucky yang sibuk dengan tali sepatu Verisa, ia menoleh ke arah anak-anak itu dan tersenyum menang.
Mereka pasti sangat kesal karena iri. Selama ini mereka bertiga yang selalu membangga-banggakan pacar mereka yang tampan pada Verisa. Sedangkan, ia memang tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Tapi kini, ia puas melihat ekspresi wajah mereka yang ternganga dengan sorot mata tak percaya, jika Verisa bisa pergi bersama pria tampan, bertubuh tegap, dan banyak uang. Meski ia tahu kenyataannya jika Lucky adalah orang kepercayaan ayahnya. Tapi, anak-anak itu tidak perlu tahu. Cukup mereka melihat, Verisa bisa melampaui mereka. Dan membuat mereka menyesal karena sudah mengkhianatinya.
***
Lucky senyum-senyum sendiri ketika mengingat bagaimana tingkah Verisa ketika makan tadi. Gadis itu benar-benar polos. Mungkin jika gadis itu sekarang ada di sini, ia akan mengatakan jika Lucky gila. Tapi, untunglah Verisa sedang pergi ke toilet.
Melihat keriangan Verisa kembali, membuat Lucky lebih tenang. Hatinya menghangat hanya karena senyum dan tawa yang keluar dari bibir mungil Verisa. Ia berharap Verisa akan terus ceria seperti ini dan melupakan rasa kehilangannya. Karena Lucky merasa begitu sakit ketika melihat Verisa menangis. Dan Lucky berjanji akan menjaga senyum itu tetap terpasang di wajah Verisa.
Ketika Verisa kembali dari toilet, tiba-tiba Verisa berkata jika menginginkan sesuatu, tapi terlihat malu.
“Ada apa, Ve? Kamu mau apa?” tanya Lucky lembut.
“Ehm... itu, aku ... boleh nggak main di timezone?” pinta Verisa malu-malu. “Aku udah lama nggak pernah main ke sana sejak Ayah meninggal,” lanjutnya sambil menunduk.
Lucky kontan berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Verisa. “Ayo, kita main ke timezone.”
Verisa mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar, telak membuat jantung Lucky berpacu layaknya kuda berlari kencang. Tapi, ia berusaha menguasai dirinya. Berharap Verisa tidak mendengarnya.
Selama di area permainan itu, Verisa hampir mencoba seluruh permainan dari lempar bola basket, tembak-tembakan, balap motor, pump it up, hingga permainan yang membuat gadis itu sempat kesal. Mesin capit boneka. Percobaannya sebanyak sepuluh kali tidak membuahkan hasil. Alhasil dia kesal dan menendang mesin itu, lalu pergi. Lucky harus membujuknya dengan membelikannya es krim cokelat supaya kekesalan Verisa pudar. Setidaknya info dari Bi Minah tentang kesukaan Verisa akan es krim cokelat bisa membantunya kini.
“Verisa, kita pulang, ya? Udah malam, nih,” bujuk Lucky pada Verisa yang masih ingin pergi ke toko buku.
“Tapi, aku mau beli novel, Kak? Sebentar lagi, ya?” rajuk Verisa.
“Besok kita bisa jalan-jalan lagi. Ini udah hampir dari jam sepuluh malam. Pasti tokonya udah tutup. Besok kamu juga masih harus sekolah, kan?” Lucky terus membujuknya. Awalnya Lucky hanya ingin mengajaknya makan malam, tapi ternyata Verisa sangat ingin jalan-jalan.
Lucky tidak bisa terus-menerus menuruti kemauan gadis ini demi kebaikannya. Ini sudah cukup malam untuk seorang gadis seusia Verisa.
“Ve, aku janji besok kita bisa jalan-jalan lagi. Atau pas kamu libur nanti, kamu bisa pikirin kita mau pergi ke mana. Aku bakal antar kamu ke tempat yang kamu mau. Jadi, sekarang pulang, ya?”
“Iya. Iya. Aku pegang ya, janji Kakak,” Verisa memastikan. “Ayo pulang. Aku juga lelah,” lanjutnya.
Verisa benar-benar gadis polos yang menggemaskan. Ah, ya biarlah pikiran Lucky menyebut Verisa seperti itu karena memang kenyataannya seperti itu. Lucky senang jika melihat Verisa senang. Juga, Lucky sangat menikmati acara makan malam di luarnya bersama Verisa ini. Semua tidak seperti bayangnya. Ini justru hal baru yang Lucky rasakan selama ia mengenal seorang gadis.
Setelah masuk ke mobil, Lucky melihat Verisa langsung bersandar santai di kursinya. Sedikit menurunkan posisi kursinya agar lebih nyaman. Sepertinya gadis ini benar-benar lelah.
“Tidur aja, nanti aku bangunin kalau udah sampai rumah,” ucap Lucky seraya menepuk pelan puncak kepala Verisa. “Jangan lupa pakai seat belt-nya.”
Verisa mengangguk patuh.
***
Malam ini berjalan melebihi apa yang dibayangkan. Ketika Verisa ke toilet tadi, Lidya sempat mengiriminya pesan jika dia benar-benar takjub dengan Verisa yang bisa mendapatkan pria tampan dengan badan atletis itu. Ia puas. Akhirnya mereka mengakui, kalau Verisa bisa melebihi apa yang mereka miliki untuk urusan pria.
Sebelumnya, Verisa tidak pernah peduli akan pria tampan yang anak-anak itu bicarakan. Ia hanya senang mendengarkan mereka menceritakan apa yang mereka lakukan dengan para pacar mereka itu. Verisa sama sekali tidak berminat mengikuti apa yang mereka lakukan. Tapi, setelah mereka mengkhianatinya, ternyata hal itu berguna juga. Entah apa yang mereka pikirkan tentang para pria tampan kata mereka itu.
Dan kini, Verisa yakin mereka akan membicarakan Lucky hingga pagi. Bahkan akan memujanya. Jika Verisa bisa menebak, besok pagi mereka pasti akan kembali mengerubunginya dan menanyakan banyak hal tentang Lucky. Juga, tentang bagaimana mencari pria setampan dia. Dasar para gadis aneh. Untuk apa mereka harus mencari pria-pria tampan yang kaya, bahkan tidak peduli dengan usianya. Yang penting tampan dan berdompet tebal.
Verisa bersandar di kursi penumpang dengan nyaman. Melepas lelahnya sesaat.
“Tidur aja, nanti aku bangunin kalau udah sampai rumah,”ucap Lucky seraya menepuk pelan puncak kepalanya. Lagi, jantungnya. Ada apa dengan fungsi jantungnya malam ini, sungguh?
“Jangan lupa pakai seat belt-nya.”
Verisa mengangguk patuh dan menarik tangannya untuk memasang seat belt, lalu memejamkan mata. Tidak
benar-benar tidur. Hanya enggan mengobrol dengan Lucky. Ia ingin menikmati hasil kerjanya malam ini. Ia pasti akan mimpi indah nanti malam.
Verisa merasakan mobilnya sudah berhenti, itu berarti sudah sampai rumahnya. Ia hendak membuka mata ketika merasakan napas seseorang yang begitu dekat. Apa yang Lucky lakukan? Verisa akhirnya memantapkan diri untuk tetap memejamkan mata dan menjaga napas teraturnya. Oh, ternyata Lucky hanya melepaskan seat belt–nya.
Selama beberapa saat, pria itu diam. Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Bukannya tadi dia bilang akan membangunkannya jika sudah sampai rumah? Tapi ini, kenapa dia justru diam?
Verisa mendengar pria itu menghela napas berat. Apa maksudnya itu? Apa pria itu lelah dan enggan membangunkan Verisa?
Ia mendengar pintu mobil di buka, lalu ditutup lagi. Lucky turun dari mobil dan tidak membangunkannya? Apa
pria itu mau meninggalkannya di mobil? Dasar pria itu ....
Verisa sedikit berjengkit kaget ketika pintu mobil sisi penumpang terbuka, memutus umpatan dipikirannya. Lucky menyelipkan tangannya di bawah leher dan lututnya. Ini Lucky benar-benar akan menggendongnya? Sampai ke kamarnya? Kenapa pria ini mengambil cara yang merepotkan, jika ia bisa membangunkan Verisa saja?
Dasar pria aneh.
Selama dalam gendongan Lucky, Verisa harus mati-matian menjaga napasnya tetap teratur. Jantungnya lagi-lagi beraksi tak terduga dan kini bersamaan dengan perutnya yang seperti dikelitiki. Membuatnya bergerak pelan. Tapi sial, pergerakan pelannya justru membuat kepalanya jatuh tepat di leher pria itu. Bodoh sekali.
Sekarang apa? Sesaat Verisa sempat menahan napas, tapi Lucky tiba-tiba berhenti dan membuatnya panik. Jangan sampai pria ini tahu jika Verisa hanya pura-pura tidur. Harga dirinya bisa hancur. Sebisa mungkin ia berusaha menenangkan diri dan kembali mengatur napasanya. Dalam hati ia merutuki ide konyol ini. Dan, kenapa juga perjalanan ke kamarnya terasa sangat jauh?
Ketika sampai di kamarnya, Lucky menurunkan tubuhnya dengan pelan di atas tempat tidurnya. Verisa pura-pura mengerang dan berbalik membelakangi Lucky. Mencari posisi aman. Verisa menunggu sampai pria itu pergi, tapi ia tidak mendengar tanda-tanda suara pintu terbuka dan tertutup. Lucky masih di sini.
Kini, ia merasakan pergerakan di kakinya. Ternyata Lucky mencoba melepaskan sepatu Verisa, lalu perlahan ia menarik selimut dan memakaikannya sampai ke leher Verisa. Astaga, jantungnya. Ia benar-benar berharap ini akan segera berakhir. Jantungnya bisa kelelahan kalau terus menerus berdetak terlalu cepat seperti ini.
Namun, lagi-lagi ia belum bisa bernapas lega karena Lucky justru duduk di sisi tempat tidur Verisa dan mengusap pelan puncak kepala Verisa. Apa yang pria ini lakukan, sebenarnya? Verisa bahkan bukan anak kecil lagi yang perlu di nina bobokan ketika akan tidur.
“Mimpi indah, Princess,” ucap Lucky pelan.
Princess? Lucky tak salah memanggilnya, kan? Dasar pria aneh.
Verisa kembali menunggu hingga mendengar suara pintu tertutup, Verisa mengembuskan napas lega. Akhirnya acting tidurnya selesai juga. Tangannya tiba-tiba terangkat ke atas dadanya, kembali merasakan detak jantungnya sendiri. Sungguh, ini tidak seperti biasanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Fitri Lin
aaaaaa...princess..
2020-12-02
1
yesread
Hayoo Verisa, itu jantung gak karuan gitu gara-gara bohongin Lucky (pura-pura bubuk), atau karena.....
2020-04-29
2
Neynakha Afiya
Deg-degan ya, Ve? Sabaaaar baru awal itu
2020-04-26
2