Perhatian Tak Terduga

Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya sore itu, Lucky bisa pulang lebih awal. Dan rencananya, ia akan langsung pergi ke rumah sakit untuk menemani Verisa. Lucky tersenyum. Rasanya menyenangkan juga bisa memiliki tempat untuk pulang. Bukan rumah sakitnya, tapi seseorang yang ditujunya untuk pulang. Bodohnya pikirannya. Harapnya.

Kemudian, Lucky membereskan meja kerjanya dan bergegas pulang. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika ponsel Lucky berdering. Verisa? Ada apa gadis ini meneleponnya?

“Ya, Ve?” ucap Lucky ketika mengangkat telepon dari Verisa.

“Hm ... Kakak udah selesai kerja?” tanya Verisa di seberang sana.

“Udah. Kenapa?”

“Ehm, itu ... Kakak bakal datang ke rumah sakit, kan?” tanya Verisa terdengar ragu. Untuk apa Verisa menanyakan hal itu. Sudah jelas Lucky akan ke sana. Untuk menemaninya.

“Aku bakal datang secepat aku bisa kalau itu maumu, Ve,” balas Lucky geli.

Terdengar tawa kecil Verisa di seberang sana sebelum menjawab, “Oke, aku tunggu Kakak lima menit lagi, kalau begitu.”

“Yang benar aja, Ve! Aku bukan Aladin yang punya jin atau Nobita yang punya Doraemon,” dengus Lucky geli.

Terdengar tawa renyah Verisa di seberang sana, membuat bibirnya melengkung tersenyum juga. Mendengar tawa Verisa benar-benar membuatnya tenang.

“Maaf, Kak, maaf. Aku nggak bisa berhenti ketawa.”

“Aku suka denger ketawamu, Ve. Jangan sedih lagi, ya?” Lucky berkata, menghentikan tawa Verisa dan membuat suasana sesaat hening. “Ve?”

“Kak, aku ... boleh minta sesuatu, nggak?”

“Kamu pengen apa?”

“Aku bosan sama makanan rumah sakit, Kak,” adu Verisa dengan suara manjanya, reflek membuat Lucky tersenyum. “Aku mau makan seafood. Boleh, kan?” pinta Verisa.

“Kayaknya, aku harus konsultasi sama doktermu dulu, deh. Apa boleh kamu makan makanan sembarangan?” goda Lucky.

“Kakak ... ish,” desis Verisa. Lucky bisa membayangkan ekspresinya di sana pasti sedang memberengut.

“Iya, iya, Tuan Putri. Aku beliin pesananmu. Jadi, jangan terlalu rindu sama aku, kalau aku sampai sana agak lebih lama, hm?” goda Lucky lagi, diakhiri tawa ketika di seberang sana Verisa lagi-lagi terdengar kesal. Tapi, ia sempat mendengar dengusan geli Verisa juga.

Justru Luckylah yang sudah sangat merindukan Verisa. Gadis itu benar-benar menggemaskan. Maka dengan hati berbunga, Lucky pergi untuk membeli apa yang gadisnya inginkan.

***

“You can see?” Verisa merentangkan tangan sambil menggoyangkan ponselnya ke arah ketiga temannya itu. Ya, saat ini Vira, Nina, dan Lidya sedang menjenguknya di rumah sakit. Namun, ketika mereka datang bukan kabar yang mereka tanyakan, melainkan Lucky. Dasar anak-anak ini, sebenarnya apa yang mereka niatkan untuk datang ke sini?

“Jadi, seharian ini kamu sendirian di ruangan ini, kalau Kak Lucky belum pulang kerja?” tanya Lidya dengan nada sedikit cuek.

“Iya, Ve. Aku lihat cuma ada dua orang penjaga di depan pintu ruangan ini. Mereka kayak patung aja,” timbal Vira, membuat Verisa memutar mata.

“Eh, tapi ... orang tuamu keren, ya. Walaupun kamu udah sebatang kara gini, tapi kamu masih dapetin semua fasilitas keren kayak gini. Itu berarti kamu jadi pewaris tunggal perusahaan ayahmu, kan?” Mata Nina berbinar ketika mengatakan itu.

Verisa mendengus tak percaya. Anak ini benar-benar tidak tahu malu. Dengan mudahnya ia mengatakan sebatang kara pada Verisa tanpa rasa bersalah. Verisa benar-benar bodoh karena baru sadar, jika ia berteman dengan orang-orang seperti apa.

Verisa menarik napas dalam sebelum berkata, “Nggak juga.” Verisa tak berniat menjelaskan tentang hartanya. “Kalian udah dengar sendiri kan, tadi Kak Lucky mau datang. Bahkan dia mau menuruti semua kemauanku.”

“Tapi, itu kalau kamu yang ngehubungin dia, kan?” sinis Lidya, membuat Verisa menatapnya tajam.

Tak mau terlihat kalah, Verisa kembali menjawab, “Kak Lucky setiap hari datang ke rumah sakit, kok. Malahan dia yang nemenin aku selama aku masih belum sadar. Dia tuh udah jatuh cinta banget sama aku. Jadi, apapun yang aku minta, dia pasti turutin. Dia juga satu-satunya orang yang ada di sampingku sekarang. Dan, Kak Lucky adalah orang yang paling berarti buat aku.”

Jantung Verisa seolah berhenti sesaat sebelum berdetak dengan sangat kencang ketika mengatakannya. Kenapa Verisa bisa berkata sedemikian yakin tentang Lucky yang jatuh cinta padanya? Juga, tentang pria itu yang berarti untuknya?

Mengingat ucapannya tadi, seketika hatinya terasa ringan. Ia tersenyum kecil.

“Woaah ... kamu juga jatuh cinta juga sama Kak Lucky, Ve?” Suara centil Nina membuat Verisa menatap Nina.

“Apa?”

“Kamu juga jatuh cinta, Verisa,” Vira mengulangi, terdengar memastikan.

“Ah, aku ... jatuh cinta ...” Verisa terkejut dengan tebakan mereka, tapi jika ia mengatakan tidak, itu akan membuat ketiga anak ini berharap untuk merebut Lucky darinya. Dan itu tidak akan terjadi. “Ya, aku juga cinta sama Kak Lucky. Banget,” sebutnya mantap.

Lagi, jantungnya berpacu kencang. Bersyukur, Lucky tidak ada di sini. Ia akan sangat malu jika mengatakan hal menggelikan seperti ini di depannya. Tapi, ia puas juga ketika melihat ketiga temannya itu hanya mengangguk-angguk dengan senyum yang terlihat terpaksa.

Sebenarnya, Verisa masih penasaran dengan visi mereka mendekati atau mencari pria tampan dan mapan. Selama ia berteman dengan mereka, Verisa sama sekali tidak pernah mau ikut campur atau mencari tahu kegiatan dan latar belakang mereka. Ia hanya bergaul selama di dalam sekolah saja, tidak dengan di luar sekolah.

Sungguh bagi Verisa, tampan dan mapan adalah kombinasi yang biasa saja dan bukan hal yang ia harapkan. Tapi, dengan mereka yang terlihat terlalu terobsesi dengan pria kaya, Lucky pasti sangatlah menggiurkan bagi mereka. Mungkin inilah saatnya ia mencari tahu apa yang mereka lakukan dengan para pria tampan yang kaya itu?

Mereka bertiga ini, benar-benar memuakkan. Sepertinya cukup dengan membuat mereka iri sampai di titik mereka menganggap Verisa lebih dari mereka. Verisa hanya perlu mencari tahu kegiatan apa yang mereka lakukan untuk mengunggulinya. Verisa punya segalanya, ia hanya tinggal mengatakannya pada Lucky, dan pria itu pasti akan mewujudkannya.

Mendadak keberuntungan seperti berpihak padanya. Setelah ia mendengar kabar tentang Jesy yang di keluarkan dari sekolah, kini ia memiliki rencana untuk memberi pelajaran pada anak-anak pengkhianat ini. Verisa tersenyum miring membayangkan rencananya.

Ia hendak meletakkan ponsel yang masih digenggamnya untuk mengambil air minum di nakas, tapi mendadak ponsel itu meluncur jatuh ke lantai begitu juga dengan tangannya yang kehilangan tenaga. Verisa memekik kaget, membuat ketiga anak itu menghampirinya.

“Kamu kenapa, Ve?” tanya Nina panik.

Verisa tak sanggup menjawab. Terlalu syok. Kenapa tangannya tiba-tiba seperti tidak merasakan apapun? Ia berusaha sekuat mungkin untuk mengangkat tangannya, tapi tidak bisa.

“Ve, kenapa?” Visa juga ikut panik.

“Panggil dokter aja, Vir,” Lidya berkata, Vira langsung lari mencari dokter.

Verisa menunduk menatap tangan kanannya yang tidak bergerak sama sekali, lalu beralih ke tangan kirinya yang masih bisa bergerak. Dengan pelan, tangan kirinya membawa tangan kanannya ke pangkuan. Ada apa dengan tubuhnya ini? Dia harus tanya pada dokter. Ya, harus. Ia harus tahu.

***

Ketika Lucky masuk ke ruang rawat Verisa, ia mendapati tiga teman sekolah Verisa di sana. Di sana juga ada dokter yang mungin baru selesai memeriksa Verisa.

“Oh, ada teman-temanmu, Ve? ” Lucky berkata seraya tersenyum menyapa ketiga teman Verisa. “Kenapa tadi kamu nggak bilang kalau ada mereka?” tanya Lucky sambil menatap Verisa.

Verisa meringis. “Dok, sebenarnya tubuhku kenapa? Kenapa tadi ....”

“Apa yang terjadi, Ve?” sela Lucky panik. Verisa belum boleh tahu dulu tentang sakitnya. Tapi, apa terjadi sesuatu padanya tadi? Lucky melirik dokter, panik. Ia menggeleng pelan, meminta dokter tak mengatakan apa pun.

“Tadi tangan kananku tiba-tiba nggak bisa gerak, Kak. Aku nggak tahu kenapa, makanya aku tanya ke Dokter,” beritahu Verisa.

“Dok, itu nggak apa-apa, kan? Itu cuma efek kecelakaannya, kan?” Lucky mencoba memberi pancingan dokter agar mengatakan ‘iya’ pada dugaannya itu.

“Iya, Nona. Itu cuma efek sementara kecelakaan, nanti juga akan kembali seperti semula kalau Nona Verisa melakukan gerak terapi seperti ini,” ucap Dokter sambil mencontohkan gerakan meremas.

“Terima kasih, Dok. Nanti saya yang akan bantu dia melakukan terapi itu,” ucap Lucky. Lalu, dokter itu pamit untuk memeriksa pasien lain.

Selama beberapa saat, Lucky hanya terdiam memandang Verisa yang tiba-tiba tampak berpikir.

“Hai, Kak Lucky.” Sapaan centil dari salah satu teman Verisa membuatnya menatap anak itu.

Lucky tersenyum menanggapi sapaannya. “Ah, makasih ya, karena udah mau jenguk Verisa. Verisa pasti senang karena ada kalian di sini,” balasnya tulus, kembali menatap Verisa. Membuat jantungnya mulai berdetak kencang.

Dalam hati Lucky bersyukur, akhirnya Verisa bisa kembali bersosialisasi dengan teman-temannya. Tidak lagi menyendiri seperti saat pertama masuk sekolah waktu itu.

Ketika teman-teman Verisa pamit, mereka sempat melambaian tangan pada Verisa juga padanya, sekilas Lucky melirik Verisa, ia sempat melihat senyum tipis terpancar di wajahnya. Namun, ketika pintu sudah tertutup dan meninggalkan mereka berdua di dalam, senyum itu mendadak sirna. Gadis itu justru mendesah berat, membuat Lucky menatapnya heran. Ada apa dengan gadis ini? Kenapa sikapnya berubah mendadak seperti ini?

Saat tiba-tiba tatapan mereka bertemu, ia sempat melihat keterkejutan Verisa dari matanya. Lalu tiba-tiba, Verisa tersenyum lagi. Senyum terpaksa. Apa yang sebenarnya gadis ini pikirkan?

“Kak, aku lapar,” Verisa berkata membuat Lucky mengerjap sadar.

“Ah, iya. Aku bawain kamu nasi goreng seafood, udang dan cumi goreng tepung,” beritahu Lucky sambil menyiapkan makanan itu.

“Wah, beneran? Aku suka banget udang, Kak,” ucap gadis itu, antusias. “Tapi, dari mana Kakak tahu aku suka udang? Tadi seingatku, aku cuma bilang mau makanan seafood aja, kan?” Verisa menatap Lucky penasaran.

Gemas, Lucky menyentil pelan hidung Verisa sambil tersenyum. “Aku tanya ke Bi Minah. Dia informanku tentang kamu sekarang.”

Verisa tersenyum malu dan mengangguk pelan. “Makasih ya, Kak.”

“Aku bakal ngelakuin apa pun buat kamu, asalkan kamu tetap tersenyum kayak gini. Dan, bilang sama aku kalau kamu ada masalah atau ada pikiran yang ganggu kamu. Aku ada di sini buat kamu, Ve. Jadi, sekarang habisin makananmu, minum obat, terus istirahat,” Lucky berkata sambil tersenyum.

Hatinya senang ketika melihat Verisa membalas senyumnya, bahkan dengan patuhnya Verisa mengangguk. Memang menggemaskan gadisnya ini.

“Kak,” panggil Verisa pelan.

“Hm?”

“Bisa bantu aku benerin posisi dudukku, nggak? Aku ... ngerasa nggak nyaman sama posisiku sekarang. Punggungku sakit,” ucap Verisa, seketika membuat Lucky panik.

“Oh, aku panggilin dokter aja buat ....”

“Nggak perlu, Kak. Aku cuma pegal duduk bersandar kayak tadi sepanjang hari. Mungkin kalau posisi bantalnya lebih ditegakin lagi, aku bisa lebih nyaman. Jadi, tolong ya, Kak,” pinta Verisa seraya meringis.

Lucky benar-benar tidak sanggup melihat gadis ini menderita seperti ini. Namun, tak mau memperlihatkan kesedihannya, ia tersenyum lalu mendekat untuk membantu Verisa. Sedikit membungkuk ke arah Verisa sebelum ia menarik tubuh gadis itu untuk bersadar padanya, dan Lucky membenarkan posisi bantal di belakangnya.

Saat ini tubuh Verisa masih belum bisa bergerak dengan leluasa. Hanya tangannya yang sudah lebih mudah digerakkan. Sedangkan bagian tubuh lainnya, masih terasa kaku dan nyeri. Itu yang sempat Verisa katakan. Namun, Lucky tidak berani mengatakan yang sebenarnya tentang kondisi Verisa saat ini. Ia tidak mau melihat Verisa sedih karena tahu tentang sakitnya. Ia ingin Verisa fokus untuk  sembuh dan kembali seperti dulu lagi. Ceria dan bersemangat.

“Kak,” panggil Verisa, lagi.

“Hm?”

“Aku nggak bisa makan kalau Kakak masih meluk aku gini,” beritahu Verisa, sontak menyadarkan Lucky akan posisinya.

Terkejut, Lucky dengan cepat mundur dan bergumam maaf pada Verisa. “Aku ... ehm, itu ... ada banyak pekerjaan di kantor yang belum selesai,” ucap Lucky canggung, merasa perlu memberikan alasan.

Verisa tertawa kecil. “Kalau Kakak sibuk, kenapa Kakak pulang lebih awal?”

Ya, Verisa benar. Lucky sepertinya salah memberi alasan. Apa seharusnya ia mengatakan yang sebenarnya, jika ia mengkhawatirkan Verisa, bahkan merindukannya. Lucky memang bodoh. Dengan canggung ia tertawa sambil menggaruk tengkuknya. Menertawakan dirinya sendiri.

***

Terpopuler

Comments

Neynakha Afiya

Neynakha Afiya

Pasti sedih kalau ngedadak tangan gak bisa gerak. Kayak aku kasusnya tapi bukan karena jatuh. Karena bekas sesar. 😭😭😭😭😭

2020-04-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!