Rindu

“Saya bisa menjadi pendengar yang baik kalau kamu butuh tempat buat cerita, Ve,” tawar Lucky tulus, ketika Verisa masih sesegukan di pelukannya.

Melihat bagaimana Verisa bisa memeluknya erat, bahkan ketika ia dan gadis ini belum terlalu dekat satu sama lain, Lucky merasa Verisa benar-benar mulai percaya padanya. Gadis kecil polos ini sungguh tidak seharusnya mendapatkan takdir sekejam ini.

Lucky merasakan Verisa menarik kemejanya. Ia menunduk menatap Verisa yang sedang membersihkan bekas air matanya dengan kemeja Lucky. Ia tak bisa menahan senyum gelinya melihat tingkah gadis ini, tapi ia tidak melakukan apa pun. Ia hanya terus menenangkan Verisa dengan menepuk dan mengusap punggungnya.

“Kalau kamu sudah siap untuk cerita, cerita saja. Saya siap mendengarkan ceritamu,” sebut Lucky ketika

menarik diri dari pelukannya dan menatap mata gadis itu lekat.

Lucky sempat melihat sedikit keterkejutan di wajah gadis itu.

“Apa kamu ....”

“Aku kengen Ibu, Kak,” aku Verisa, akhirnya.

Lucky mencelos mendengar pengakuan Verisa. Ya, Verisa hanya gadis kecil yang masih labil. Ketika diusianya kini, di mana ia masih membutuhkan kasih sayang orang tuanya, ia justru ditinggalkan. Pasti terasa tidak adil baginya, tapi lagi-lagi, inilah takdir. Siapa pun tidak bisa menolaknya.

“Saya di sini, Verisa. Sekarang saya yang akan menjagamu. Saya yang akan menjadi keluargamu,” ucap Lucky dari hati. Ia bahkan terkejut dengan kata-katanya sendiri. Kenapa mulutnya begitu lancang berkata seenaknya? Verisa pasti tidak akan suka.

Verisa menunduk dalam sambil mengeringkan bekas air matanya.

“Makasih. Karena Kak Lucky ada di sini.”

“Maaf tentang perkataan saya tadi. Saya nggak bermaksud lancang. Kamu masih ingat, saya pernah berjanji sama kamu, kan?” Lucky mengingatkan yang dibalas anggukan pelan Verisa.

Sebelum melanjutkan ucapannya, Lucky mengambil air minum yang ada di nakas dan menyodorkannya pada Verisa.

“Minum dulu, nih. Tenggorokanmu pasti sakit karena menangis sampai sesegukan begitu.”

Verisa menerima gelas itu dan meminum airnya hingga tersisa setengah gelas, membuat Lucky tersenyum kecil.

“Saya tahu, kamu pasti masih sedih karena musibah yang menimpamu ini, tapi saya harap kamu tetap kuat.

Kamu nggak sendirian. Saya sudah berjanji akan menjaga kamu. Jadi, saya akan ada di samping kamu dan melakukan apa pun untuk melindungi kamu.” Lucky tersenyum saat mengatakannya.

Juga dengan kebahagiaanmu. Aku akan kembalikan itu seperti sebelumnya, janji Lucky dalam hati.

***

“Saya di sini, Verisa. Sekarang saya yang akan menjagamu. Saya yang akan menjadi keluargamu.”

“Saya tahu, kamu pasti masih sedih karena musibah yang menimpamu ini, tapi saya harap kamu tetap kuat. Kamu nggak sendirian. Saya sudah berjanji akan menjaga kamu. Jadi, saya akan ada di samping kamu dan melakukan apa pun untuk melindungi kamu.”

Ucapan Lucky terus terngiang di kepala Verisa. Ketika tadi ia begitu frustrasi karena sangat merindukan ibunya. Ada kelegaan di hatinya setiap kali ia mengingat kata-kata pria itu. Tapi, apa yang dikatakannya benar? Apa dia akan benar-benar menjaganya? Seperti keluarganya? Lalu, bagaimana dengan keluarga pria itu?

Verisa tak bisa menutup mata jika memang ia bukan menjadi prioritas pria itu nanti. Karena memang ia bukan keluarga kandung Lucky. Memikirkan itu, Verisa tiba-tiba merasa kecewa. Kenapa dalam sesaat ia bisa merasakan perasaan lega dan kecewa? Hanya karena kenyataan tentang Lucky.

Verisa menghela napas berat.

Ia kembali memikirkan keputusannya. Keputusan untuk berubah dan melupakan semua kenangan bersama kedua orang tuanya. Beberapa hari setelah kepergian ibunya, inilah yang Verisa lakukan untuk mengubah apa yang sudah menjadi kebiasaannya bersama keluarga selama ini. Mulai dari melepas semua jejak yang selalu mengingatkannya pada orang tuanya. Dan Verisa tahu, itu sulit. Juga menyakitkan.

Lagi, ia mendesah berat. Berharap bisa melewati itu.

Verisa menunduk, tangannya menyentuh perutnya, dan mendengar suara dari perutnya. Verisa memang tidak makan dari pagi. Bahkan dari semalam. Tapi, kali ini ia benar-benar merasa lapar.

Sore itu, akhirnya Verisa memutuskan untuk keluar kamarnya dan meminta Bi Minah menyiapkan makanan untuknya. Sambil menunggu Bi Minah memasak makanan, Verisa melihat sekeliling rumahnya. Rumah dua lantai yang lumayan besar jika hanya dihuni oleh Verisa dan Bi Minah -asisten rumah tangganya, juga Mang Karso -supir pribadinya. Ada dua orang satpam juga, tapi mereka tidak tinggal di rumah ini. Mungkin rumah ini terlalu besar untuknya.

Ketika Ayah dan Ibu masih hidup, Verisa memilih kamar di lantai dua karena ia suka duduk di balkon sambil membaca buku. Namun, setelah kepergian ayahnya dua tahun lalu, ia meminta pindah kamar di lantai bawah. Dengan alasan supaya ia bisa lebih dekat dengan ibunya.

Verisa mendesah berat untuk yang kesekian kalinya ketika mengingat kenangan itu. Mengingat ia ingin melupakan kenangan bersama orang tuanya, justru kenangan indah yang kini meninggalkannya sendirian di dunia ini. Entah butuh waktu berapa lama untuknya benar-benar bisa melupakan semuanya.

Seketika Verisa sadar, rumah ini terlalu sepi. Ke mana Lucky?

Verisa menyapu pandang ke sekeliling, tapi tak menemukan siapa pun. Membuatnya tiba-tiba merasa kosong. Untuk apa pria itu berjanji akan selalu ada di sini bersamanya, jika saat ini pria itu bahkan tidak ada di rumah ini. Ketika Verisa masih begitu merasa kehilangan.

Dengan emosi tercekat, Verisa berbalik dan pergi ke taman belakang rumahnya. Lagi-lagi, ia mengingat kenangan bersama ibunya ketika ia ingin sekali piknik dan ibunya mewujudkan keinginannya piknik, meski hanya di halaman belakang rumahnya.

Kenapa setiap ruangan selalu mengingatkannya pada kenangan orang tuanya?

Verisa menunduk dalam. Air matanya jatuh tak tertahan. Dengan cara apa ia bisa dengan cepat melupakan semua

ini?

Verisa tak sanggup jika terus menerus mencoba untuk kuat ketika hatinya hancur berkeping-keping. Rasanya, dalam hidupnya tidak akan ada lagi kebahagiaan. Tidak akan pernah ada.

***

Ketika Lucky sampai di rumah Verisa, ia berpapasan dengan Bi Minah yang sedang menyiapkan makanan.

“Itu makanan untuk siapa, Bi?” tanya Lucky.

“Oh, Pak Lucky sudah pulang. Ini Non Verisa yang minta,” jawab Bi Minah.

“Syukurlah, dia udah mau makan. Di mana Verisa sekarang?”

“Tadi Bibi lihat Non Verisa jalan ke halaman belakang. Mungkin sedang ada di taman, Pak,” beritahu Bi Minah.

Lucky berterima kasih pada Bi Minah dan pergi mencari Verisa. Ketika sampai di pintu belakang, Lucky mematung di tempat ketika melihat Verisa berdiri di tengah-tengah taman sambil menunduk dalam. Lucky tahu, pasti gadis itu menangis. Ia juga jelas melihat getaran di bahunya. Verisa menangis tanpa suara lagi.

Lucky urung mendekat ke Verisa, ia justru berbalik ke dapur dan mengambil segelas air putih. Membayangkan beberapa hari ini Verisa selalu menangis, pasti tenggorokannya sakit.

Dengan gelas berisi air putih di tangannya, Lucky kembali ke taman belakang dan berdiri menjajari Verisa.

“Ini.” Lucky memberikan air minumnya pada Verisa, membuat gadis itu mendongak menatap gelas di tangan Lucky.

“Kamu terlalu sering menangis, tenggorokanmu bisa sakit. Jadi, minumlah dulu.”

Verisa menerima gelas itu dan meminum isinya, bahkan hingga habis. Gadis itu pasti sudah sangat lapar, hingga menghabiskan minumannya secepat itu.

“Bi Minah masih ....”

“Gimana caranya ... ngelupain semua kenangan ini, Kak?” sela Verisa bertanya, tiba-tiba membuat Lucky menoleh dengan kening berkerut.

Apa maksud gadis itu?

“Semua kenangan ini bikin aku tersiksa. Bahkan rumah ini juga. Ada begitu banyak kenangan di rumah ini. Kenangan yang selalu aja buat aku ngerasa takdir udah sukses ngehancurin hidupku.” Verisa menarik napas dalam, menahan sesak di dadanya.

“Kalau ada cara yang cepat buat ngelupain semua kenangan ini, aku mau ngelakuinnya. Meski mungkin hidupku nggak akan sebahagia dulu pas masih ada Ayah sama Ibu, tapi seenggaknya aku nggak sia-siain hidupku. Dengan terus meratapi kesedihan karena mereka pergi ninggalin aku sendiri,” ucap Verisa, penuh harap.

“Saya nggak tahu bagaimana caranya. Yang saya tahu, semua ini akan berlalu,” sebut Lucky. "Kamu tahu, Ve? Setiap orang itu memiliki haknya untuk bahagia. Mungkin kini takdir sedang mengujimu, seberapa kuat kamu, dan seberapa pantas kamu mendapatkan takdir yang lebih baik lagi dari Tuhan.

“Ketika saat itu datang, saya yakin ... semua kesedihan ini akan berlalu dan menjadi kenangan berarti yang

bisa kamu kenang. Kamu nggak perlu berusaha terlalu keras untuk melupakan kenanganmu bersama orang tuamu. Karena itu akan sangat sulit. Yang perlu kamu lakukan adalah jalani hidupmu saat ini. Kembali ke dirimu biasanya. Mereka pasti melihatmu dari atas sana dan mereka akan bangga jika melihatmu hidup dengan baik, juga bahagia,” urai Lucky yang kini sudah menatap Verisa lekat, penuh ketulusan.

***

Verisa pergi meninggalkan taman ketika Bi Minah memanggilnya untuk makan. Tanpa membalas ucapan Lucky, Verisa pergi begitu saja. Entah kenapa, lagi-lagi ada rasa aneh yang tiba-tiba muncul. Dan itu karena ucapan pria itu.

Namun, sepanjang jalannya menuju ruang makan, ia memikirkan kata-kata pria itu, juga perasaan itu. Hingga Verisa nyaris jatuh karena tersandung kakinya sendiri. Jika Lucky tidak sigap menangkap tubuhnya, Verisa pasti sudah mencium lantai dengan keras. Pria itu ternyata mengikutinya.

“Perhatikan jalanmu, Ve,” Lucky mengingatkan.

Verisa mencoba melepas pegangan Lucky di lengan dan pinggangnya, lalu kembali berjalan menuju meja makan.

Selama acara makannya, Verisa merasa canggung karena Lucky hanya duduk sambil menatapnya. Membuatnya tidak nyaman saja.

“Kenapa Kak Lucky nggak ikut makan sekalian?” tanya  Verisa.

“Ini makananmu, kan?”

“Aku nggak makan sebanyak ini, omong-omong,” dengus Verisa seraya mengedik ke jejeran piring berisi makanan kesukaannya. “Bi Minah yang masaknya kebanyakan, kalau dia nyiapin makanan ini cuma buat aku doang,” lanjutnya kesal.

“Oke. Saya akan makan karena kamu sudah dengan baiknya menawariku.” Lucky tersenyum.

Verisa mengangguk, lalu memalingkan wajahnya ketika melihat senyum pria itu. Ada apa dengan jantungnya yang tiba-tiba kaget melihat senyum itu, astaga?

Selesai makan sore itu, Verisa ingin kembali ke kamar, tapi Lucky memanggilnya.

“Kamu ... bisa ikut saya sebentar? Ada yang mau saya bicarakan,” Lucky meminta waktu Verisa.

Verisa mengangguk dan mengikuti Lucky yang berjalan ke ruangan kerja ayah Verisa di rumah itu.

“Apa yang mau Kakak bicarain?” tanya Verisa ketika ia duduk di sofa ruangan itu.

“Saya sudah cek semua kegiatanmu sebelumnya. Sekolah, les, dan kegiatan lainnya. Kamu sudah tingkat akhir SMA dan beberapa minggu ke depan kamu akan menjalani ujian kelulusan. Apa kamu sudah siap untuk mulai sekolah lagi?” tanya Lucky hati-hati.

Verisa belum tahu. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya ia masih ingin sendiri. Ia belum ingin bertemu banyak orang. Tapi ....

“Kamu nggak perlu khawatir, Ve. Saya di sini. Saya sudah pernah bilang kan, kalau saya akan menjagamu seperti keluargamu? Jadi, jangan khawatir. Nanti, setiap berangkat dan pulang sekolah atau ke mana pun, saya yang akan antar kamu. Jadi, kamu jangan diam dan bilang saja, apa yang kamu inginkan, hm?” Lucky tersenyum setelah mengatakannya.

Verisa hanya mengangguk menanggapinya. Verisa memang tidak tahu bagaimana besok ia di sekolah, tapi mendengar janji Lucky padanya, membuat Verisa lagi-lagi, merasa tenang dan lega.

“Kalau begitu, karena besok masih weekend, saya mau ajak kamu ke suatu tempat,” beritahu Lucky.

Verisa sedikit terkejut dengan ajakan Lucky yang tiba-tiba itu. “Mau ke mana?”

“Lihat saja besok. Jadi, jangan mengurung diri di kamar terus, ya. Bersiaplah sejak pagi. Saya akan datang lebih pagi, besok.”

“Jadi, Kakak nggak nginap di sini sejak kemarin?” Verisa kembali terkejut karena baru tahu jika Lucky tidak menginap di rumahnya.

“Saya tinggal di apartemen nggak jauh dari kantor.”

Verisa mengangguk-angguk. Jika dia bilang ingin menjaga Verisa seperti keluarga, harusnya dia tidak tinggal di apartemennya. Apa dia tidak melihat rumah ini yang terlalu besar untuk Verisa?

Ia hanya mendesah berat.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!