Zein keluar dari ruang kerjanya menuju kamar. Saat ingin masuk ke dalam kamar, ia melirik sekilas pintu kamar Alika. Zein menggeleng lalu kembali masuk ke dalam kamarnya. Zein mandi dan mengganti pakaiannya, setelah selesai ia menuju balkon menatap sun set yang sebentar lagi akan menghilang berganti malam.
Pukul tujuh malam semuanya berkumpul di meja makan, Alika duduk dan mulai mengambilkan makanan untuk Zein. Kali ini Alika melakukannya tanpa paksaan. Mereka menikmati makan malam tanpa obrolan. Setelah selesai makan semuanya pergi satu persatu. Alika juga ingin beranjak namun Zein menghentikan langkahnya.
"Ikut aku ke sana. Aku ingin bicara." Tunjuk Zein ke arah ruang kerja Zein.
Zein mengarahkan kursi roda menuju ruang kerjanya di ikuti Alika dari belakang.
Alika duduk di depan meja kerja Zein, dan Zein tetap di kursi roda.
"Cepat katakan, ada apa memanggilku ke sini." Ketus Alika memulai pembicaraan.
"Bisa nggak sih! kamu kalo ngomong jangan ketus begitu, apalagi dengan calon suami sendiri." Kesal Zein.
"Maaf ya, Tuan Zein yang terhormat! sayangnya aku nggak bisa!" Tolak Alika menggelengkan kepalanya.
"Apa seperti ini sikap kamu di luar sana?" Bentak Zein.
"Tidak" Singkat Alika dengan wajah datar.
"Besok kakek datang." Ujar Zein.
"Kakeknya akan datang? ya ampun, ini sih berita super duper buruk!" Batin Alika.
"Bersikaplah seolah kita adalah pasangan serasi dan mau menerima perjodohan ini. Kita harus kelihatan mesra di depan kakek. Aku tidak ingin membuatnya kecewa." Tegas Zein.
"Mesra? maksudnya kita berpelukan, pegangan tangan?" Tanya Alika.
"Iya, apa kamu tidak tahu cara bermesraan? jangan bilang kamu tidak pernah pacaran." Ejek Zein.
"Bolehkah aku berkata tidak? Aku tidak mau berbohong apa lagi dengan kakek kamu. Bilang aja kamu tidak ingin menikah denganku, dan mau menikah dengan kekasihmu." Tolak Alika.
"Itu tidak mungkin aku lakukan. Kakekku memiliki penyakit jantung, ia bisa langsung mati jika aku mengatakan itu saat ini." Jelas Zein.
"Tapi aku tidak mau berbohong." Lirih Alika.
"Menurutlah apa yang aku katakan Alika! aku akan berikan apapun yang kamu inginkan. Kamu mau mobil, Jet, apartemen, uang, akan aku berikan asal kamu melakukan apa yang aku minta." Sentak Zein.
"Sayangnya aku tidak tertarik dengan penawaran yang Anda berikan Tuan Zein yang terhormat!" Tolak Alika kembali.
"Sombong sekali! Kenapa dia menolak semua harta yang aku tawarkan? Bukannya semua wanita menyukai kemewahan? apa dia tahu aku seorang milyader makanya dia menginginkan lebih? ah, tidak mungkin! hanya Ramon yang tahu aset yang aku punya." Batin Zein.
"Apa semua itu masih kurang?" Tanya Zein.
"Dengar ya Tuan Zein yang terhormat! tidak semua di dunia ini, Anda bisa beli dengan uang. Salah satu contohnya adalah prinsip dalam hidupku. Aku tidak pernah di ajarkan untuk berbohong, apalagi membohongi kakek kamu. Aku nggak mau." Jelas Alika.
Zein kehabisan akal membujuk Alika, Ia berusaha mengubah pola pikirnya terhadap Alika. Ia mulai berakting memperlihatkan wajah melas dan ketidak berdayaannya.
"Tolong aku untuk kali ini saja Alika!" Baru kali ini Zein menyebut nama Alika dengan baik, bukan gadis bar-bar lagi yang sudah melekat sebagai nama pengganti Alika, "Hanya untuk beberapa hari selama kakek di sini. Setelah kakek pergi kita jalani kehidupan kita masing-masing. Bagaimana?" Tawar Zein.
Alika berpikir beberapa menit, "Apa aku boleh pulang ke rumah orang tuaku setelah kakek pergi?" Tanya Alika mulai luluh. Ada pekerjaan yang harus ia selesaikan dan tidak bisa di tunda. Meriska baru saja mengirim email padanya, ada beberapa berkas yang harus ia tanda tangani dan beberapa investor yang ingin bertemu langsung dengannya.
"Terserah kamu." Jawab Zein pasrah.
"Deal!" Semangat Alika.
"Dasar gadis bar-bar! ditawari harta malah minta kebebasan. Aku tidak akan melepaskanmu setelah kakek pulang. Aku akan mencari cara agar kamu kembali ke Mansion ini lagi." Batin Zein.
"Pergilah! aku tidak mau berlama-lama berdua denganmu." Usir Zein dengan wajah datar dan dinginnya kembali.
"Dasar kanebo kering! siapa juga yang betah berdua denganmu? lebih baik aku berdua dengan Doki dari pada kamu." Kesal Alika menghentakkan kakinya lalu segera pergi.
"Apa kamu bilang? Doki? siapa Doki?" Tanya Zein.
"Anjing aku, hehehe.." Jawab Alika sebelum menghilang di balik pintu.
"Alika!" Geram Zein. Ia tidak terima jika Alika membandingkan dirinya dengan seekor anjing.
Alika menuju kamarnya, ia mengambil ponselnya lalu menghubungi Dirga. Entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi Dirga, namun Dirga tidak menjawab panggilannya.
"Mungkin dia sibuk, tapi sibuk apa malam-malam begini? sudahlah lebih baik besok aja aku telpon lagi." Gumam Alika.
Ia mengambil laptopnya lalu menyelesaikan pekerjaannya kemudian istirahat.
Keesokan harinya Kakek Hutama tiba di mansion. Wajahnya sangat berbinar dan bersemangat akan bertemu dengan Alika calon istri dari cucu kesayangannya. Terakhir kali dirinya melihat Alika saat Alika masih duduk di bangku SMA, Alika yang cupu dengan mengenakan kaca mata tebal. Mereka sangat dekat karena kakek Alika sering mengajak Alika bertemu dengan Hutama.
Semua anggota keluarga menyambut kedatangan Hutama di ruang tamu. Mereka mengajak kakek duduk lalu menanyakan kabar Hutama yang hidup sendiri di kampung halamannya. Semenjak istrinya meninggal, ia memutuskan pergi ke desa dan tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuanya meskipun ia memiliki harta yang banyak.
Harta yang ia punya sudah di bagikan untuk anak dan cucunya. Bagian yang paling banyak adalah Zein karena dia yang mewarisi perusahaan besar milik Hutama.
"Di mana Alika?" Tanya Hutama.
"Aku di sini kek." Jawab Alika tiba-tiba saja muncul dari arah dapur.
"Cucu kakek yang paling cantik." Hutama langsung berdiri lalu merentangkan tangannya meminta di peluk.
Alika tersenyum manis, Ia segera memeluk Hutama penuh kasih sayang, saat melihat kebingungan Zein, ia menjulurkan lidahnya tanda mengejek Zein.
Zein mengernyitkan keningnya. Tidak mungkin Alika sedekat itu dengan kakeknya. "Pantas saja Alika tidak mau membohongi kakek. Ternyata mereka sangat dekat. Bahkan kakek lebih dekat dengan Alika dari pada Aku." Batin Zein. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karwna salah tingkah. Ia mengira Alika akan gugup dan takut saat berhadapan dengan Hutama. Maka dari itu ia mengajak Alika untuk bekerja sama.
"Ayo nak, duduk dengan kami." Ajak Hutama lalu duduk di sofa berdampingan dengan Alika, sedangkan Zein, Prayoga, Feronica, dan Zaskia hanya diam melihat kedua.
"Ada apa dengan kalian? kenapa diam saja?" Tanya Hutama.
"Tidak Kek, bagaimana perjalanan kakek?" Tanya Prayoga.
"Lancar nak, kakek sangat merindukan kalian. Apalagi kamu Zein, kamu nggak pernah lagi mengunjungi kakekmu yang semakin tua ini." Ujar Hutama bersedih.
"Maafkan aku kek, kakek juga tau keadaanku seperti ini kan? Tapi jika aku sudah sembuh, aku janji akan sering mengunjungi kakek." Ujar Zein.
Mereka mengobrol sesekali bercanda dan tertawa. Alika dan Zein yang menjadi bahan utama ejekan mereka menjadi salah tingkah.
"Tuan, Nyonya! maaf mengganggu, makanan sudah siap." Sela Atin menundukkan kepala.
"Oh, makasih Atin. Ayo kek! nanti aja lanjutnya. Kita makan dulu, kakek juga pasti sudah lapar kan?" Ajak Feronica.
"Ia nak, kakek sangat lapar." Jawab Hutama.
Mereka beranjak menuju meja makan, Mereka sekeluarga heran saat melihat semua makanan kesukaan kakek tertata dengan rapi dan cantik di meja makan.
"Biar kakek tebak siapa yang masak semua ini." Ujar Kakek menarik satu kursi lalu duduk.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
pasti Alika yang memasaknya
2022-10-13
0
Renireni Reni
zein kamu kalah stat
2022-10-04
0