Saat sampai di Mansion, Alika turun dari punggung Jacky dengan senyum puas. Ia sangat bahagia hari ini karena Jacky membawanya jalan-jalan ke rumah pohon. Seketika raut wajahnya berubah menjadi datar saat melihat di dekat pintu masuk Mansion, Zein menatapnya dengan wajah dingin dan kaku.
"Ah, aku harus siapkan fisik dan mental menghadapinya. Dasar pria kaku seperti kayu!" Lirih Alika.
Dimitri langsung menghampiri Alika lalu mengambil alih Jacky.
"Makasih Dimitri, Jacky sangat baik, aku suka dengannya." Ujar Alika tersenyum manis melepaskan Jacky.
"Ayolah Nona, jangan tersenyum seperti itu padaku, Tuan Zein melihatnya." Batin Dimitri.
"Dimitri!?" Panggil Alika karena Dimitri tidak menjawabnya.
"Ii..iya Nona, Permisi." Dimitri membawa Jacky ke kandang sedangkan Alika melangkah menuju pintu Mansion.
Dengan santai Alika menghampiri Zein, tidak mungkin ia masuk ke dalam rumah tanpa menyapa Zein yang sedang manatapnya dengan wajah tanpa expresi.
"Dari mana saja kamu? kenapa baru pulang? sudah jam berapa ini? apa kamu tidak tau kami semua sedang mengkhawatirkanmu? mencemaskan keadaanmu?" Cecar Zein.
Alika mendelik kesal, terlalu banyak pertanyaan Zein yang menurutnya tidak perlu di jawab. "Kenapa menghawatirkanku? bukankah aku sudah ijin pergi berkuda? sikap kamu berlebihan! aku sudah besar dan mampu menjaga diri sendiri. Tidak usah lebay deh!" Kesal Alika.
"Kamu!" Geram Zein.
"Aku capek, lapar dan mau mandi, apa kamu sudah selesai marahnya? kalo sudah aku mau masuk. Permisi Tuan Zein yang terhormat!" Seru Alika lalu masuk ke dalam Mansion meninggalkan Zein dengan wajah memerah menahan amarah.
"Dasar gadis bar-bar tidak tahu diri! seharusnya aku tidak perduli dengannya." Kesal Zein.
Zein masuk ke dalam Mansion menuju ruang kerjanya. Pikirannya kacau setiap kali berbicara dengan Alika. Alika selalu membuat emosinya meledak. Ia menekan pelipisnya berkali-kali, dia butuh teman ngobrol tapi siapa? Ia tidak mau mengganggu Ramon jika tidak terlalu penting.
Tok.. tok.. tok..
"Zein, boleh Papa masuk?" Tanya Prayoga.
"Tentu saja Dad." Jawab Zein melihat Prayoga membuka pintu.
Prayoga masuk ke dalam lalu duduk bersandar di Sofa.
"Bagaimana hubungan kalian?" Tanya Prayoga.
"Maksudnya Aku dan Alika?" Tanya Zein mengernyitkan keningnya.
"Iya siapa lagi? Papa yakin Alika gadis yang baik dan cocok untukmu. Kakek tidak mungkin menjodohkan kamu dengannya jika dia bukan gadis yang baik. Buatlah dia betah dan mau menerima perjodohan ini. Kakek akan datang besok, Papa harap kalian tidak mengecewakan Kakek." Ujar Prayoga.
"Kakek akan datang? secepat itu? Aku dan Alika masih belum cocok, dan kami sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini Pah! Aku harus bagaimana menghadapi kakek?" Tanya Zein.
"Kenapa Tanya Papa? itu urusan kamu Zein." Jawab Prayoga.
"Bagaimana dengan Mama? apa dia sudah setuju?" Tanya Zein.
"Mama sudah nggak masalah, Dia akan mencoba menerima kehadiran Alika di rumah ini meskipun sebenernya ia sangat menyukai Calista, tapi setelah mengetahui apa yang dilakukan Calista pada Alika hari ini, dia sangat kecewa padanya." Ujar Prayoga.
"Emang apa yang di lakukan Calista?" Tanya Zein.
"Kamu nggak tau, kalau Calista lah yang menyebabkan Jacky berlari kencang seperti kuda gila? Dia ingin mencelakai Alika karena tidak mau kamu menikah dengannya. Itulah sebabnya Papa dari dulu tidak suka jika dia mendekatimu, dia gadis licik yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia inginkan." Ungkap Prayoga.
"Jadi, dia berbohong padaku Pah? dia bilang Alika hanya jalan-jalan dengan Jacky." Ujar Zein.
"Zazkia yang cerita ke Mama bagaimana Calista berusaha mencelakai Alika. Zaskia takut takut bicara denganmu makanya dia kekamar Mama." Ujar Prayoga.
"Kurang ajar, Dimana Calista? aku tidak akan memaafkannya Pah! Calista sudah melewati batas." Geram Zein karena Calista berani membohonginya.
"Dia sudah pulang! Sudahlah, perempuan seperti itu tidak layak kamu pikirkan. Dia mendekati keluarga kita karena ada maksud dan tujuan yang lain. Berbeda dengan Alika, dia apa adanya. Dia tidak suka denganmu tapi mau menerima perjodohan ini karena menghargai keputusan kakeknya. Dia bersedia datang ke Mansion ini dengan suka rela karena itu sudah menjadi keputusan Papa dan Hendrik untuk mendekatkan kalian. Dia anak yang penurut dan rela mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi keluarga. Mencari calon istri yang baik, kamu harus lihat bagaimana bersikap dengan kedua orangtuanya. Jika dia sayang, perhatian, dan lembut, pasti dia juga akan seperti itu pada suami dan anaknya kelak." Ungkap Prayoga.
"Tapi tidak mungkin kami menikah Pah, Aku masih mencintai Monika. Aku dan Alika seperti Tom and Jerry yang tidak akan pernah akur. Dia wanita bar-bar yang suka seenaknya. Aku juga tidak tahu bagaimana kehidupan yang ia jalani di luar sana. Bisa saja dia juga memiliki kekasih." Kesal Zein.
"Hahaha... benci dan cinta beda tipis Zein. Kamu tau? Mama dan Papa juga seperti itu sebelum kami menikah. Kami saling membenci satu sama lain, tapi jika tidak bertemu dalam sehari, Papa jadi gelisah dan terus memikirkannya. Apa itu juga yang kamu rasakan?" Tanya Prayoga.
Zein hanya diam. Ia mengingat bagaimana sangat gelisahnya dirinya saat Alika belum kembali seharian.
"Masalah Monika, lupakan wanita itu, dia sudah meninggalkanmu saat kamu membutuhkannya. Dia juga bukan wanita yang tepat untukmu Zein. Cintanya juga palsu. Jika dia mencintaimu dengan tulus, dia akan bersamamu apapun keadaanmu, entah itu kamu sakit atau miskin dia akan tetap berdiri di sampingmu. Sekarang lihat apa yang dilakukannya, dia pergi saat tahu kamu lumpuh dan tidak bisa menemaninya bersenang-senang. Apa menurutmu wanita seperti itu layak mendapatkan cintamu? Apa wanita seperti itu pantas kami pikirkan? sementara dia bersenang-senang di luar sana entah dengan siapa kamu juga tidak tahu." Ungkap Prayoga.
Zein tetap diam mencerna setiap perkataan Prayoga yang menurutnya semuanya benar.
"Pikirkanlah Zein! Kesempatan datang hanya sekali. Cobalah membuka hati untuk Alika dan berdamailah dengannya. Satu lagi, dia bersedia menikah denganmu meskipun kamu dalam keadaan lumpuh, tidak mudah mencari gadis seperti itu Zein. Jika Alika pergi dari rumah ini, Papa yakin kamu akan menyesal suatu hari nanti." Nasihat Prayoga.
Prayoga menepuk pundak Zein yang sedang berpikir. Ia segera pergi meninggalkan Zein sambil tersenyum karena merasa Zein sedang menerima dan mendengar setiap ucapannya.
Setelah kepergian Prayoga, Zein merasa dilema. Antara ingin menunggu Monika atau melanjutkan perjodohan dengan Alika.
Zein mengambil ponselnya lalu menghubungi Monika. Sudah berkali-kali ia mencoba namun operatorlah yang selalu menjawabnya.
"Apa kamu terlalu sibuk hingga mengangkat telponku saja kamu tidak memiliki waktu?" Geram Zein.
Selama setahun, Monika tidak pernah mengangkat telponnya, Monika juga tidak mengganti nomor ponselnya dan tidak pernah menghubungi Zein kembali.
"Sepertinya aku harus bicara dengan gadis bar-bar itu. Tapi bagaimana? dia selalu seenaknya dan tidak mau menurut denganku." Monolog Zein dengan kesal.
.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Hasan
ditinggal lama setelah tau lumpuh dan tidak pernah menghubungi wanita seperti itu yg mau ditungguin sama elu zein??? kl itu mah lbh bagus lu sama calista saja dah🤣🤣🤣
2023-06-14
2
Della Novilia
seharusnya Zein itu nyuruh seseorang untuk menyelidiki Monika diluar negeri apakah dia seorang gadis baik2 atau bukan.zein kan seorang milyarder tentu tidak sulit kan hanya untuk menyelidiki Monika .jangan bodoh Zein udah jelas2 di tinggal waktu dia mengalami kelumpuhan berarti dia itu tidak tulus mencuntaimu
2023-01-31
1
HARTIN MARLIN
apa yang di katakan papa mu benar Zein,kamu akan menyesal tidak menerima perjodohan ini
2022-10-13
0