"Menurutmu?" Tanya Zein balik.
"Terserah kamu saja, jika kamu menolak aku akan kembali ke rumah orang tuaku besok. Dengan begitu aku tidak perlu berlama-lama tinggal di sini." Jawab Alika penuh harap.
"Bagaimana jika aku tidak bisa menolak?" Tanya Zein kembali.
Alika diam, ini bukan jawaban yang ia harapkan, ia masih ingin hidup bebas dan mengembangkan perusahaan yang baru saja ia bangun tanpa sepengetahuan keluarga termasuk kedua orang tuanya.
"Jika kamu tidak menolak, bagaimana dengan kekasihmu? bukankah kamu sangat mencintainya? lebih baik kamu menikah dengannya. Aku tidak mau cerita hidupku berakhir seperti di novel dan sinetron yang rela di madu karena perjodohan." Ujar Alika. Tujuannya bersedia datang ke Mansion keluarga Zein, adalah membujuk Zein agar membatalkan perjodohan mereka. Jika Zein yang membatalkannya, maka orang tuanya tidak kecewa padanya.
"Berikan aku waktu memikirkannya. Jika dalam waktu empat bulan aku tidak menikah dengannya, maka kamu yang harus menikah denganku sesuai permintaan kakek." Ujar Zein dengan seringai licik di wajahnya.
"Dasar laki-laki egois! empat bulan kelamaan, kamu pikir aku perempuan apaan? Aku nggak mau menuruti ide gilamu. Lebih baik putuskan sekarang, itu sama saja kita menjani HTS!" Kesal Alika.
"HTS..?" Zein mengurutkan dahinya.
"Hubungan Tanpa Status gitu aja nggak tau." Alika mengerucutkan bibirnya.
"Hehe.. hubungan kita jelas, calon suami istri." Ujar Zein penuh penekanan. Entah mengapa melihat wajah Alika saat kesal dan mengerucutkan bibir tipisnya menjadi hiburan tersendiri baginya. Menurutnya Alika sangat lucu jika sedang marah seperti anak TK yang sedang meminta lolipop.
Zein menyerahkan kertas selembar pada Alika.
"Apa ini?" Tanya Alika dengan wajah bingung.
"Jangan banyak nanya! baca dan tanda tangani surat perjanjian ini!" Perintah Zein.
Alika mengambil kertas yang di sodorkan Zein lalu membacanya dengan bersuara.
"Surat perjanjian antara Zein Albi Dirgantara sebagai pihak pertama dan Alika Khaerunisa sebagai pihak kedua." Alika berhenti sejenak lalu menatap wajah Zein, "Namamu cukup bagus." Puji Alika.
Zein hanya diam melihat reaksi Alika, baru kali ini ada wanita yang berani menatapnya dengan tatapan tajam. Untuk sejenak ia terpesona melihat netra Alika yang begitu indah jika ditatap lebih dekat.
"Jangan menatapku seperti itu, nanti kamu terpesona dengan kecantikanku. Bagaimana nasib kekasihmu jika kamu tiba-tiba jatuh cinta padaku?" Alika geleng-geleng kepala.
"Jangan ge-er, ada tai cicak di matamu." Kesal Zein.
"Mana?" Alika langsung mengusap kedua bola matanya. "Kamu kerjain aku ya?"
"Hehehe, aku berikan waktu lima menit untuk membacanya." Kekeh Zein.
"Aku nggak perduli dengan waktu yang kau berikan!" Kesal Alika lalu kembali membaca isi surat perjanjian itu.
"Waktumu habis." Ujar Zein sambil melihat jam tangan mewah di pergelangan tangannya.
"Hahaha, Tuan Zein yang terhormat...! kenapa harus pakai surat perjanjian? Aku tidak mau terikat perjanjian dengan seseorang, apalagi dengan orang yang tidak aku kenal." Ujar Alika lalu menggenggam kertas itu hingga berbentuk bola dan membuangnya ke tempat sampah.
"Alika!" Geram Zein. Ia sudah memikirkan isi surat itu satu hari sebelum Alika datang, malah Alika dengan mudahnya meremas dan membuangnya.
Alika berdiri lalu membungkukkan sedikit badannya membuat mata Zein fokus pada kedua bukit kembar milik Alika. "Aku capek berdebat denganmu, aku mau istirahat. Satu lagi, jangan menggangguku sebelum jam makan malam!" Ancam Alika lalu segera keluar dari ruangan Zein.
Setelah Alika menghilang di balik pintu, Zein menghela napas berat, mengusap wajahnya dengan kasar karena frustasi. Pesona seorang Alika memang membuatnya lupa diri. Bahkan ia melupakan wajah Monika yang sangat ia cintai.
"Aku bisa gila, berhadapan dengan gadis barbar itu!" Kesal Zein, ia menekan pelipisnya dua kali untuk menghilangkan pikirannya yang sudah traveling kemana-mana. Bahkan junior yang sudah tertidur selama setahun kini mulai berdiri dengan tegak.
"Rupanya kamu sudah bangun dari mimpi buruk, dasar kamu, melihat yang bening langsung bangun." Monolog Zein melihat kebawah.
Zein mengambil ponselnya lalu menghubungi Richard. Dokter sekaligus sahabat yang selalu merawat dan memantau perkembangan kedua kakinya yang lumpuh.
Tidak menunggu lama, akhirnya Richard datang dan memeriksa keadaan Zein di kamar. Zein berbaring lalu Richard memeriksa keadaannya.
"Rich, Bagaimana kaki gw? apa ada perkembangan? Lo tau nggak..?" Ucapan Zein terpotong.
Ricard langsung menggeleng.
"Tadi junior gw berdiri dengan tegak, Lo harus periksa dia juga. Ini pertama kalinya dia bereaksi." Semangat Zein.
"Itu artinya sudah ada kemajuan dengan terapi yang sudah kamu lakukan. Aku jadi penasaran, apa yang membuatnya tiba-tiba berdiri? Apa Monika datang menjengukmu?" Tanya Richard.
Zein menggeleng dengan napas berat. Semenjak kecelakaan dan mengetahui bahwa kaki Zein lumpuh, Monika langsung menghilang ke luar negeri. Ia mengejar impiannya sebagai model internasional yang sedang bersinar.
"Ayolah Zein, lupakan Monika, di tidak cukup baik untukmu. Dia hanya datang jika sedang membutuhkanmu, lihat sekarang! kamu sakit dan dia bersenang-senang di luar sana." Kesal Richard lalu menunjuk keluar.
"Aku tidak bisa melupakannya, dia wanita pertama yang mengisi hari-hariku. Dulu dia sangat baik dan polos, tapi setelah mengenal dunia modeling, dia mulai berubah dan mendahulukan pekerjaannya dari pada aku." Lirih Zein.
"Jika bukan Monika lalu siapa yang membuat junior bangun? apa jangan-jangan Lo suka dengan salah satu ART Lo ya?" Tebak Richard. Tatapannya tajam mengintimidasi Zein yang sedang terbaring.
"Sembarangan aja kalo ngomong. Bukan ART gw, tapi calon istri gw." Kesal Zein memukul lengan Richard yang duduk di sisi tempat tidur.
"Calon istri? sejak kapan Lo berpaling dari Monika?" Tanya Richard.
"Gw di jodohkan, orangnya ada di kamar sebelah, jika ingin melihatnya, Lo ikut makan malam aja. Lo bakalan liat bagaimana ngeselinnya tuh anak." Jelas Zein dengan kesal.
"Jangan terlalu kesel dengannya, nanti Lo beneran jatuh cinta, kualat Lo!" Ujar Richard.
"Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan gadis bar-bar seperti dia. Tipeku itu gadis polos dan sederhana. Melihat penampilannya aja membuatku ngeri." Jelas Zein.
"Yakin hanya ngeri? bukannya junior langsung bangun? Ingat Monika yang sekarang bukan gadis polos dan sederhana lagi. Bahkan jika di suruh memakai pakaian bikini untuk pemotretan, dia tidak masalah." Ejek Richard.
"Kenapa bahas Monika lagi? Dia itu berbeda, itu hanya tuntutan pekerjaan. Dia harus profesional kan?" Zein masih membela wanita yang di cintainya.
"Hehehe, kenapa begitu sulit membuat mata dan pikiran Lo terbuka? apa Lo rela, milik Lo di nikmati oleh orang lain? bahkan orang banyak? Lo sadar nggak? jika Monika memakai bikini dan dipajang di majalah dewasa, apa tidak membuat pria secara tidak langsung ikut menikmati tubuhnya?" Kesal Richard. Entah mengapa ia sangat tidak suka dengan Monika yang meninggalkan sahabatnya saat lumpuh. Dulu dia sangat senang melihat Zein bahagia, tapi semenjak Zein lumpuh, Zein lebih sering melamun dan berdiam diri di kamar.
"Sebenarnya aku juga sedang memikirkannya, tapi aku tidak bisa dengan mudah melupakannya." Lirih Zein.
"Dasar bucin! Apa yang sudah Monika berikan padamu, hingga kau tidak bisa berpikir dengan jernih?" Tanya Richard.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ida Wati
mulai suka dengan alur ceritanya
2024-05-18
0
Upriyanti II
siapa itu junior
2024-03-02
0
HARTIN MARLIN
Assalamualaikum hai salam kenal dari ku
2022-10-13
1