...༻☆༺...
Raffi membuang muka dari Elsa. Dia merasa malu sekaligus kesal. Bisa-bisanya Elsa malah mentertawakan saja. Setidaknya gadis itu juga merasa malu.
"Lo kenapa ketawa sih? Nggak lucu tau!" geram Raffi. Menatap sinis Elsa.
"Ya lucu lah. Gue baru kali ini liat lo kayak orang bodoh. Biasanya sok jenius," tanggap Elsa sembari melirik bagian tubuh Raffi yang sudah tertutup dengan tas ransel.
"Gue bingung kali kalau hal kayak gini kejadian tiba-tiba. Di depan elo lagi." Raffi tidak berhenti menggerutu.
Elsa merasa gemas. Sebuah ciuman singkat segera melayang ke pipi Raffi. Menyebabkan Raffi sontak tambah marah.
"Lo kenapa malah mancing-mancing! Kebiasaan ya lo. Kita nggak usah sekolah aja. Balik sana ke rumah! Udah jelas banget kita telat!" omel Raffi seraya membuang muka. Dia tidak punya pilihan selain mengusir Elsa.
"Gitu aja marah. Gue cuman greget aja liat lo kayak gini. Lo mau gue bantuin dia tidur?" Elsa mengarahkan jari telunjuknya ke bagian bawah perut Raffi.
"Gila ya lo? Sejak kapan lo jadi cewek liar begini?" Raffi tercengang. Dia tidak menyangka akan mendapatkan tawaran itu dari Elsa.
"Haha... bercanda. Serius amat sih!" Elsa mencubit salah satu pipi Raffi. Kemudian berpindah duduk ke kursi belakang.
"Elsa!" dahi Raffi mengerut dalam. Sebab Elsa tidak kunjung berhenti menyentuhnya. Selanjunya, Raffi segera menjalankan mobil. Dengan harapan masih bisa pergi ke sekolah. Padahal waktu sudah jelas menunjukkan jam delapan. Gerbang sekolah akan ditutup jika bel masuk berbunyi. Itu Rutin dilakukan setiap hari pada jam 07.30 pagi.
Benar saja, sesampainya di sekolah, gerbang telah ditutup. Raffi menghempaskan kesal punggung ke sandaran kursi.
"El, lo bisa turun dan mohon sama Pak Jamal nggak? Mungkin aja dia mau bukain pintu gerbang." Raffi menoleh ke belakang.
"Nggak guna. Gue pernah terlambat dua kali. Seberapa keras gue negosiasi sama itu satpam, dia tetap kukuh sama kewajibannya." Elsa menjawab sambil memainkan ponsel.
Raffi menghela nafas panjang. Dia ingin turun, tetapi tidak mungkin dalam kondisi juniornya yang masih mencuat ke depan. Andai fenomena biologisnya tersebut tidak terjadi, sudah dipastikan Raffi akan keluar dan melakukan apapun agar bisa masuk ke sekolah.
Bip!
Bip!
Bunyi klakson mobil terdengar. Raffi dan Elsa otomatis menoleh ke sumber suara. Terlihat Gamal yang datang dengan mobilnya. Cowok berambut cepak itu perlahan membuka jendela kaca mobil. Dia tidak sendiri. Ada Zara, Danu dan Tirta bersamanya.
"Lah, kalian telat juga?" tanya Gamal.
Raffi membuka terlebih dahulu kaca jendela mobil. "Iya, ada kejadian mendadak. Gue sama Elsa mau langsung pulang aja!" sahutnya. Dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi masamnya.
"Yakin lo? Bukannya ada nyokap lo di rumah? Dia biasanya pergi ke restoran sekitar jam sepuluh siang kan?" balas Gamal seraya memicingkan mata. Memastikan keberadaan Elsa yang sedang duduk di kursi belakang. "Kenapa Elsa duduk di belakang? Kalian berantem ya?" timpalnya penasaran.
Elsa bergegas ikut masuk ke pembicaraan. Dia berpindah duduk ke kursi depan. "Raffi terkena serangan biologis--"
Raffi lekas-lekas menutup mulut Elsa. Sebelum Gamal berhasil menebak apa yang terjadi.
"Kami mau pulang aja!" seru Raffi. Dia segera menyalakan mesin mobil. Anehnya, mobilnya tiba-tiba tidak bisa dinyalakan. Raffi sontak panik. Apakah hari ini adalah hari sialnya? Segala kejadian buruk terus terjadi secara beruntun.
"Ya ampun. Kayaknya mobil lo udah lama nggak di servis ya?" cetus Elsa. Menatap nanar Raffi.
"Arrghh!" Raffi memekik kesal sambil memukul setirnya.
"Sabar, Raf." Elsa tidak tahu harus berbuat apa. Baru sekarang dia menyaksikan Raffi marah hingga wajahnya memerah. "Kita minta bantuan Gamal aja ya. Sebelum dia keburu pergi tuh," usul Elsa. Raffi lantas tidak punya pilihan selain mengangguk.
Raffi segera keluar dari mobil. Dia masih memegangi tas untuk menutupi bagian bawah perutnya. Raffi melangkah menuju mobil Gamal yang ada di seberang. Di iringi Elsa dari belakang.
Melihat Raffi dan Elsa mendekat, Gamal tersenyum senang. Dia langsung keluar mobil untuk menanyakan apa yang terjadi.
"Kenapa?" Gamal bertanya sambil mengangkat dagunya.
"Mobil Raffi nggak bisa nyala. Kami--" ucapan Elsa terhenti saat Raffi menyeret Gamal menjauh. Sepertinya dua cowok tersebut hendak membicarakan perihal penting. Elsa dapat menduga apa yang mereka bicarakan.
Raffi membawa Gamal menjauh dari keramaian. Lalu berbisik, "Lo bisa bantuin gue?" Raffi segera memperlihatkan celana bagian depannya. Dia tidak punya pilihan selain memberitahu Gamal. Setidaknya Raffi hanya ingin Gamal saja yang mengetahuinya. Jika Tirta dan Danu juga tahu, Raffi tentu akan menjadi bahan ejekan.
"Anjir!" kaget Gamal sembari tergelak lepas.
"Jangan ketawa, kampret! Gue mau lo bantuin gue! Dia udah berdiri sekitar dua puluh menit yang lalu tau!" Raffi menarik kuat lengan Gamal.
"Yang bener? Elsa tau?" Gamal mengangkat dua alisnya secara bersamaan.
"Bisa nggak lo atasin masalah gue dulu. Baru kita ngomong serius?!" timpal Raffi yang sudah tidak sabar.
"Oke, oke. Ternyata lo bisa marah kayak gini juga ya. Tunggu dulu." Gamal mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Sampai atensinya menemukan tempat yang dicari. Yaitu toilet umum yang ada di taman.
"Cepat! Kalian ngapain sih?" Tirta bertanya dari dalam mobil.
"Kalian tunggu di sini dulu ya. Gue sama Raffi mau ngurus sesuatu. Jangan lupa panggilin tukang bengkel buat benerin mobilnya Raffi!" suruh Gamal. Kemudian beranjak bersama Raffi. Mereka pergi ke toilet umum yang ada di taman.
Ketika Raffi masuk ke toilet, Gamal berjongkok untuk menunggu. Dia memainkan ponsel.
"Bolos ya, Dek? Bukannya ini masih pagi. Kenapa masih keluyuran? Kamu murid dari sekolah sebelah taman kan?" Seorang pria paruh baya menegur Gamal. Dia mengarahkan tangannya ke arah bangunan SMA Angkasa Jaya berada.
"Mau tau aja, Mas." Gamal menjawab tak acuh. Dia bahkan tidak melirik sedikit pun pria paruh baya yang mengajaknya bicara. Alhasil pria paruh baya itu terdiam. Dia geleng-geleng kepala menyaksikan perilaku tidak sopan Gamal.
Selang beberapa menit berlalu, Raffi akhirnya keluar dari toilet. Tas yang tadinya selalu ditenteng di depan resleting celana, sudah bisa dia pakai ke punggung.
"Gimana? Lega?" tanya Gamal dengan kekeh gelinya. Dia mengacak-acak kasar puncak rambut Raffi.
"Lebih baik dari tadi." Raffi mendengus lega.
"Saatnya lo bayar jasa gue. Ikut gue ke villa ya. Tadi itu rencana gue sama yang lain kalau nggak sempat masuk ke sekolah." Gamal melingkarkan tangan ke pundak Raffi. Setelah membayar biaya toilet umum, mereka melenggang menuju mobil.
"Mau ngapain ke villa?" Raffi menatap Gamal dengan sudut matanya.
"Ngapain kek. Dari pada lo pulang, terus dimarahin nyokap? Lebih bagus nggak ketahuan kan? Gue tau betul gimana murkanya nyokap lo, kalau dia tahu lo bolos sekolah." Gamal berusaha keras mempengaruhi Raffi untuk ikut.
"Nggak kebayang gue. Dia pasti marah banget!" terlintas dalam bayangan Raffi mengenai sanksi yang akan dia dapat. Terutama jika terkait pelanggaran sekolah. Heni sangat anti dengan hal tersebut.
"Nah, betul kan. Ikut ajalah! Banyak yang mau gue lakuin sama lo," ungkap Gamal.
"Ya udah deh. Tapi jangan coba hal aneh-aneh ya? Kalau nggak, gue gundul pala lo!" ancam Raffi yang hanya bermaksud bercanda. Suasana hatinya mungkin sudah membaik.
"Udah cepak gini lagi, Raf. Kalau gundul nanti kayak lampu taman lagi." Gamal merespon dengan memasang mimik wajah kecewa. Dia lalu mengembangkan senyuman, karena tahu Raffi hanya bermaksud bercanda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Anonym itu aku
nah nah rafi mulai sdikit demi sdikit penasaran n ketularan gamal nih 🤭
2022-06-02
1
zelindra
up lgi KK .. crazy up ngpa KK ... ini tanggung bngt bca nya😁😁😁
2022-03-11
2