...༻☆༺...
Elsa semakin gugup. Apalagi ketika wajah Raffi kian mendekat. Elsa reflek memejamkan mata. Mengira Raffi akan memberikan sebuah ciuman di bibir.
Raffi tersenyum saat menyaksikan Elsa menutup mata. Padahal dia hanya ingin berbicara serius. Namun apa yang dilakukan Elsa merunyamkan segala hal dalam pikirannya.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Perlahan berjalan menjadi genap satu menit. Akan tetapi Elsa tidak kunjung merasakan sentuhan apapun dari bibirnya. Alhasil Elsa perlahan membuka mata. Wajahnya memerah malu bak kepiting rebus.
"Apaan sih. Lo kenapa--" ucapan Elsa terpotong ketika Raffi tiba-tiba mengecup bibirnya dengan singkat. Suara kecupan yang terdengar memecah kesunyian, membuat sekujur badan Elsa merinding.
Melihat ekspresi kaget Elsa, Raffi kembali mendekat. Tetapi Elsa dengan cepat mencegat. "Gue nggak tau ya, kalau malam ini--" Lagi-lagi perkataan Elsa terjeda. Dia bahkan belum sempat bernafas lega. Sebab Raffi kembali memadukan mulutnya dengan bibir Elsa. Mereka saling memiringkan kepala agar bisa leluasa berciuman. Kegiatan yang terjadi, membuat keduanya lupa dimana lokasi mobil terparkir.
Raffi dan Elsa mengulum semakin dalam. Jantung mereka terus berpacu lebih cepat. Belum lagi deru nafas yang terasa terus memburu. Menghantam kulit satu sama lain dan memberikan sensasi hangat.
Tangan Raffi memegang erat tengkuk Elsa. Entah apa yang merasukinya sampai menjadi lupa diri. Apalagi posisi mobilnya sedang terparkir di depan rumah. Jika ayah atau ibunya membuka pintu, maka Raffi dan Elsa pasti akan tertangkap basah.
"Kak Elsa! Kakak di sana kan?" terdengar suara pekikan dari Vina. Dia baru saja membuka pintu rumah dan langsung memanggil.
Elsa sontak kaget. Dia reflek mendorong Raffi menjauh. Hingga badan cowok itu tidak sengaja menabrak pintu mobil. Raffi hanya bisa mengaduh kesakitan. Dia tidak menyangka Elsa akan berbuat begitu.
"Eh, sorry!" ucap Elsa sembari mengusap kasar bibirnya yang agak membengkak. Dia mungkin terlihat khawatir, padahal dirinya berusaha keras menahan tawa. Namun lama-kelamaan Elsa tidak tahan lagi. Ia akhirnya cekikikan sendiri.
"Ketawa lagi lo! Sakit tau!" keluh Raffi dengan dahi berkerut. Dia kembali menegakkan badan.
Plak!
"Idih! Udah dapat ciuman juga. Ya udah, gue pulang dulu. Babay, tempe..." ujar Elsa. Setelah melayangkan tamparan pelan ke pipi Raffi. Kemudian keluar dari mobil. Gadis itu tampak berlari menghampiri Vina yang menunggu.
"Kak Elsa lihat buku aku yang sampulnya pink nggak?" tanya Vina. Kebetulan posisi mobil Raffi membelakangi rumahnya. Jadi dia tidak berhasil memergoki apa yang dilakukan Raffi dan Elsa tadi.
"Yang mana ya? Gue ngerasa nggak ada liat tuh."
"Aduh, terus dimana ya?" Vina mengusap tengkuknya tanpa alasan.
"Ya udah, gue bantuin cari." Elsa dan Vina melangkah masuk berbarengan. Mereka lantas menghilang di telan pintu.
Sementara itu Raffi. Sibuk merapikan seragam terlebih dahulu. Dia ingin bersikap seperti biasanya. Seolah-olah baru pulang dari sekolah.
Raffi keluar dari mobil dan melenggang masuk ke rumah. Penglihatannya disambut oleh kehadiran Heni yang duduk santai di sofa. Ibu kandung Raffi tersebut perlahan menurunkan majalah yang sedari tadi dibacanya.
"Raffi, duduk dulu sini!" titah Heni. Panggilannya menghentikan langkah kaki Raffi yang hampir beranjak menaiki tangga.
Raffi memejamkan rapat matanya. Kepalanya sedikit memiring ke kanan. Dia bersiap mendapatkan omelan dari sang ibu. Raffi mengira, kabar bolosnya hari ini pasti sudah tersebar luas.
"Kenapa, Mah?" tanya Raffi seraya duduk tidak jauh dari posisi Heni.
"Kamu kok pulang telat dari biasanya?" Heni menilik Raffi dengan serius.
"A-aku tadi kerja kelompok dulu sama Gamal." Raffi tergagap. Tanpa sengaja matanya mendelik ke arah lain. Dia tidak berani membalas tatapan Heni. Raffi begitu, karena sedang berbohong.
"Oh... pantesan." Heni tersenyum tipis. Kemudian bangkit dari tempat duduk. Dia justru merentangkan kedua tangannya. Raffi otomatis keheranan. Sebenarnya ibunya marah atau sedang mengerjainya?
"Apaan deh, Mah." Raffi masih tak mengerti.
"Ya ampun, Mamah pengen meluk kamu!" pungkas Heni gusar. Dia segera menurunkan kedua tangan.
"Eh, peluk ya. Harusnya Mamah bilang dari tadi dong. Aku kan nggak ngerti. Kenapa tiba-tiba coba? Perasaan hari ini bukan ulang tahunku." Raffi bergegas berdiri. Dia langsung memberikan apa yang di inginkan Heni dari tadi. Yaitu sebuah dekapan hangat.
"Mamah bangga sama kamu. Mamah denger kamu bakalan wakilin negara buat olimpiade Matematika. Mamah baru aja denger kabarnya dari Bu Lestari," tutur Heni tulus. Ia sangat bangga terhadap prestasi yang diraih putra semata wayangnya.
"Negara?" kening Raffi mengernyit.
"Iya, kamu bakalan bertanding ke kancah internasional!" seru Heni. Dia semakin mengeratkan pelukan. Sampai akhirnya indera penciumannya menangkap sesuatu yang menarik dari Raffi. Heni lantas melepas dekapan. Lalu membaui seragam yang dikenakan Raffi.
Mata Raffi membulat. Jantungnya berdetak kencang akibat merasa panik. Dia menduga, ibunya pasti menyadari bau parfum Elsa yang tidak sengaja menempel.
"Kamu pakai parfum apa sih? Kayak wangi parfum cewek?" Heni menatap penuh selidik. Ada juga binar kekhawatiran dari sorot matanya. "Jangan-jangan kamu..."
"Ma-mamah mikir apa sih? Ini kan parfumnya Elsa. Dia kalau pakai parfum kayak satu botol perhari. Gimana aku nggak kena imbasnya coba." Raffi memberikan alasan. Lagi-lagi dia tidak bisa menatap ibunya. Sudah jelas Raffi kembali berbohong.
"Astaga... mamah kira kamu jadi cowok belok tadi. Mamah nggak mau lihat kamu berubah jadi banci Thailand." Heni menepuk pelan dada Raffi.
Raffi yang tadinya gugup, langsung tertawa terbahak-bahak. Anggapan ibunya tidak sesuai dugaan. Sebab dari awal Raffi mengira Heni akan curiga. Tetapi ternyata salah. Sudut pandang Heni seperti sebuah plot twist dalam sebuah cerita.
"Malah ketawa kamu. Mending Istirahat dulu gih! Terus jangan lupa makan." Heni segera duduk ke sofa. Membuka majalah kulinernya kembali.
Kini Raffi bisa bernafas lega. Dia mengelus dadanya beberapa kali. Hampir saja insiden bolos dan ciumannya tadi ketahuan. Namun ada sesuatu yang membuat Raffi merasa janggal.
'Kok Bu Lestari nggak kasih tahu Mamah kalau gue bolos ya?' benak Raffi bertanya-tanya.
Raffi membuka ponselnya. Dia menemukan ada pesan masuk dari Bu Lestari. Guru BK-nya itu memberitahukan perihal olimpiade yang akan di ikuti Raffi. Sekalian memberikan peringatan mengenai ketidakhadiran Raffi ke sekolah hari ini.
...'Raffi, ibu memaafkan kesalahanmu hari ini karena kamu salah satu murid yang berprestasi. Ibu harap kamu tidak melakukan pelanggaran lagi. Ibu mohon jauhi teman-teman yang memberikan pengaruh buruk. Terutama Gamal.'...
Begitulah bunyi pesan dari Bu Lestari. Raffi tidak bisa membantah kalau Gamal merupakan pengaruh buruk. Terlintas dalam bayangan Raffi tentang segala macam pelanggaran yang dilakukan Gamal. Dari yang paling ringan sampai berat.
Ketika pikiran Raffi berkalut dengan masalah pergaulannya, ponsel terdengar bergetar. Dia otomatis memeriksa, dan melihat nama Putri di layar ponsel.
...'Raf, ketemuan yuk! Gue mau nanya sesuatu terkait pemilihan ketua osis nanti.' ...
Raffi memutar bola mata malas saat membaca pesan Putri. Pikirannya bertambah dengan masalah pemilihan ketua osis.
"Ya elaaah... kenapa gue harus jadi salah satu kandidat ketua osis sih. Arrrghhh!!!" Raffi menghempas-hempaskan kesal tubuhnya ke kasur. Terlalu banyak hal yang harus dipikirkan olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Daylily
Jangan ketemuan, si Putri modus tu pasti
2022-11-05
0
Daylily
Hahaha.. rasain lu berdua..
2022-11-05
0
penahitam (HIATUS)
ish si putri mau nanyak kan tinggal chat aja, gak usah ketemuan juga bisa,, yekan..?
aku kan jadi mencium bau-bau menyan 😂
2022-03-17
3