...༻☆༺...
Raffi dan Elsa tidak punya pilihan selain berbalik menatap Gamal. Lelaki berambut cepak itu terlihat memasukkan kedua tangan ke saku celana. Meggedik-gedikkan salah satu kaki dengan gaya arogan.
"Kalian mau coba kabur dari gue ya?" timpal Gamal.
"Kami cuman mau cepat-cepat pulang aja kok. Nggak mau juga gangguin lo sama Zara." Raffi menjelaskan asal.
Zara yang tadinya sibuk memilih baju, baru menyadari kehadiran Raffi dan Elsa. Dia melangkah pelan ke dekat Gamal. Gadis berambut pendek sebahu itu memasang raut wajah datar.
"Raffi? Elsa? Kalian pacaran ya?" tanya Zara. Ia masih mengukir ekspresi biasa saja.
"Enggak kok. Kami cuman beli pakaian baru aja," jawab Elsa dengan nada malas. Bahkan menatap Zara pun dia tak berminat.
"Ya udah, kami duluan ya. Udah sore banget nih," ujar Raffi seraya membuka pintu. Gamal hanya terdiam dan membiarkan Raffi beranjak. Dia menggerakkan manik hitamnya ke arah Zara. Lalu membawa gadis itu masuk ke dalam rangkulan.
Zara menutupi lubang hidungnya secara spontan. Ia dapat mencium bau tidak enak dari badan Gamal.
"Mal, badan lo kok bau kotoran?" tukas Zara seraya menjaga jarak.
"Eh sorry, Ra. Gue tadi habis bersihin toilet. Kecipratan sama air closet. Makanya gue ajak lo beli baju." Gamal menjelaskan sambil mengusap tengkuk tanpa alasan. "Gue mau ganti pakaian dulu ya," lanjutnya yang segera pergi ke ruang ganti.
Zara memutar bola matah jengah. Perhatiannya tertuju keluar. Kebetulan dinding depan toko berupa kaca transparan. Zara dapat menyaksikan kepergian Raffi dan Elsa dengan menggunakan mobil.
"Sekarang mustahil Raffi mau ngelirik gue..." gumam Zara kecewa. Dia sudah menyukai Raffi semenjak berada di kelas sepuluh.
...***...
Raffi sudah sampai di rumah. Ia segera keluar dari mobil. Hal serupa juga dilakukan Elsa. Mereka pulang sekitar jam empat sore.
"Kayaknya nyokap sama bokap lo belum datang ya?" tebak Elsa sembari memasang tas ransel.
"Belum. Mereka pulang telat hari ini." Raffi menjawab sambil menutup pintu mobil. "Gue nggak mau ngajak lo masuk ke rumah ya. Nanti dapat fitnah lagi," tambahnya. Menyuruh Elsa untuk segera pulang.
"Iya, iya. Gue tahu. Lo kalau bosan, ke rumah paman gue aja. Makhluknya ada banyak di sana," ucap Elsa. Kemudian melambaikan tangan. Dia melangkah menuju rumah yang ada di seberang. Tempat yang tidak lain adalah kediamannya juga.
Ketika masuk ke rumah, hanya keheningan yang menyambut Raffi. Begitulah akibatnya jika ayah dan ibunya tidak memberikannya seorang adik. Katanya Heni sudah tidak bisa mengandung lagi, karena rahimnya sempat terkena penyakit kista.
Raffi sudah terbiasa menjalani hari tanpa ayah dan ibunya di rumah. Hanya ada Mbok Asri yang menemani. Seorang pembantu yang berasal dari Jawa Tengah tersebut, sudah puluhan tahun bekerja di keluarga Raffi.
"Hari ini kok telat pulangnya, Den?" tanya Mbok Asri dengan logat jawanya yang kental. Bahkan saat berbahasa Indonesia sekali pun.
"Ada kerja kelompok, Mbok." Raffi menghempaskan tubuhnya ke kursi kosong dekat meja makan. Dia terpaksa berbohong, karena tidak mau terkena omelan kedua orang tuanya. Bahkan jika itu adalah pelanggaran yang terbilang bukan hal besar.
"Oh... pantesan." Mbok Asri menjawab sambil meletakkan nasi dan sayuran ke meja. Kebetulan Mbok Asri memasak sayur asem sekaligus ikan nila goreng. Tidak lupa juga makanan kesukaan Raffi. Yaitu tempe goreng.
"Makasih, Mbok As. Sumpah! Aku lapar banget. Kalau makan di luar nggak enak," ungkap Raffi. Ia berjalan menuju wastafel. Mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan.
Mbok Asri tergelak kecil mendengar perkataan Raffi. Dia meletakkan segelas air putih sebagai pelengkap kegiatan makan Raffi.
"Mbok, bikinkan aku es jeruk ya!" pinta Raffi, yang langsung dibalas Mbok Asri dengan acungan jempol. Dalam sekejap es jeruk pesanannya tersedia di meja makan.
Raffi menikmati makanan yang ada dengan lahap. Terkadang dia akan merasa kesepian saat melihat kursi-kursi kosong yang ada di sekeliling. Alhasil Raffi menyuruh Mbok Asri untuk duduk menemaninya.
"Den Raffi hari ini ada les ya?" Mbok Asri bertanya kala Raffi telah menghabiskan makanan.
"Iya, Mbok. Jam lima sore aku harus berangkat. Tapi malas banget. Aku rasanya capek banget hari ini," terang Raffi sambil menyandarkan punggung ke sandaran kursi.
"Menurut Mbok, jangan dipaksain. Nanti malah jatuh sakit. Bilang aja ke Nyonya kalau Den Raffi lagi capek." Mbok Asri memberikan usul.
"Bener juga ya." Raffi sependapat dengan Mbok Asri. Tanpa ba bi bu, dia bergegas menghubungi Heni. Untung saja ibunya itu tidak pemaksa dan mengizinkan Raffi tidak ikut les hari ini.
"Aku ke kamar dulu ya, Mbok." Raffi beranjak menaiki tangga. Sebab kamarnya terletak di lantai dua.
Baru memasuki kamar, ponsel Raffi berdering. Ada panggilan video call dar Gamal. Dahi Raffi sontak berkerut. Dia merasa enggan untuk mengangkat panggilan. Gamal sangat jarang melakukan panggilan video call. Makanya Raffi merasa aneh. Alhasil Raffi mengabaikan panggilan itu.
...'Tega lo, Raf. Kok nggak diangkat? Gue mau kasih tahu sesuatu.'...
Begitulah bunyi pesan Gamal setelah mengetahui Raffi tidak bersedia mengangkat panggilannya. Kalimat di pesan Gamal membuat Raffi penasaran. Untuk yang kedua kalinya, Gamal melakukan panggilan video call.
Dengan wajah merengut, Raffi terpaksa mengangkat panggilan. Penglihatannya disambut dengan tampilan Gamal yang bertelanjang dada. Terlihat ada handuk serta dinding porselen di belakangnya. Menandakan kalau Gamal tengah berada di kamar mandi.
"Gila, Raf. Lo pasti nggak percaya!" seru Gamal.
"Apaan sih, Mal! Gue bakal matiin kalau lo cerita yang tidak-tidak ya," ancam Raffi. Dia tiba-tiba berfirasat buruk.
"Elaah... gue cuman mau curhat kok!" balas Gamal.
"Kenapa lo nggak curhat sama Danu dan Tirta aja?" pungkas Raffi.
"Ah! Gue udah anggap mereka pengkhianat sejak ninggalin gue bolos tadi," jelas Gamal. Dia segera lanjut ke topik yang sedari tadi ingin dibahasnya. "Zara beneran sesuai reputasinya, Raf! Tapi dia nggak minta bayaran uang sama gue," ucapnya bercerita. Entah kenapa informasi tersebut membuat Raffi penasaran.
"Kenapa gitu?" tanpa sadar Raffi bertanya dan memperpanjang obrolan dengan Gamal. Dia hanya heran kepada Zara. Seorang wanita malam pun tidak akan bersedia ditiduri tanpa dibayar dengan uang. Lalu Zara? Apa yang sebenarnya direncanakan Gamal? Raffi juga ingin tahu.
"Zara pengen bantuan bokap gue, supaya nggak dikeluarin dari sekolah. Selain itu, dia juga pengen minta bantuan buat cari pelaku yang rekam videonya." Gamal memberitahu sambil mengelus dagunya.
Raffi memutar bola mata malas. "Terus lo setuju?" tanya-nya. Dia menduga, Gamal pasti mempermainkan Zara.
"Menurut lo? Gue mau-lah. Soalnya gue juga dapat keuntungan dari Zara. Lagian syarat dia kecil kok! Lo tahu kan, kalau bokap gue udah kayak babu." Gamal berbicara dengan gaya angkuhnya. "Apalagi bila dia denger gue setuju buat jadi ketua osis," kata Gamal lagi. Ayahnya memang terkenal sangat memanjakan Gamal sejak kecil.
Raffi geleng-geleng kepala. Ia merasa miris dengan kelakuan Gamal yang bisa dibilang begitu biadab. "Terserah lo deh. Gue mau tidur dulu, bye." Raffi mengakhiri panggilan lebih dahulu. Dia muak mendengar sikap berandal Gamal.
"Eh, tapi--" Gamal yang belum selsai. Harus berhenti bicara. Sebab Raffi terlanjur mematikan panggilan video call-nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
penahitam (HIATUS)
akhirnya doble up. 😆
aku makin penasaran...
2022-03-06
1