"Ceritakan padaku tentang harimu," Glend menutup buku yang ia baca begitu Bella berbaring di tempat tidur.
"Tidak ada yang menarik." Sahutnya tidak acuh. Kesialan demi kesialan yang ia alami memang bukan sesuatu yang menarik untuk diceritakan. Lagi pula tidak mungkin ia membahas tentang Matteo yang menudingnya memelihara pria tua yang kaya. Tidak mungkin pula jika ia mengatakan kepada Glend bahwa ia bersemu merah saat pria tampan memperlakukannya dengan manis.
"Lalu kenapa kau pulang terlambat?"
"Kenapa kau tahu? Bukankah kau juga baru datang?"
"Alex yang mengatakannya."
Bella mengangguk paham. Sebelum naik ke atas kamar, ia memang berpapasan dengan Alex, chef andalan Glend, menanyakan apakah ia ingin makan sesuatu atau tidak.
"Jadi tidak ada yang menarik hari ini?"
"Tidak. Bahkan sangat buruk. Mulai besok jangan menyambutku dengan senyumanmu." Bella memberi peringatan. Entah apa yang akan dilakukan Lizzie kepadanya esok atas apa yang sudah ia perbuat tadi. Membawa kabur rok seorang Lizzie, apa yang sedang ia pikirkan?!
"Melihat wajahmu yang merengut sepertinya harimu memang buruk."
"Sangat buruk. Kau tahu, aku berniat untuk membalas dendam kepada Lizzie atas apa yang sudah ia lakukan kepadaku dengan mencuri rok miliknya."
Glend terbelalak dan kemudian tergelak. "Biar kutebak, kau ketahuan."
Bella yang tadinya sudah berbaring kembali duduk bersila menghadap Glend yang masih dalam posisi duduk bersandar.
"Bagaimana kau mengetahuinya?! Aku dikejar ketiga temannya. Dan omong-omong soal mobilmu, apa kau sudah memeriksanya. Aku menabrak sesuatu tanpa sengaja."
"Mobil kita."
"Hah?"
"Mobil kita. Milikku adalah milikmu."
"Kalau begitu maafkan ayahku, hapus tuntutan yang dibebankan kepadanya."
"Semuanya sudah beres di hari kita menikah. Ayahmu tidak akan dituntut. Bukankah kau sudah membayarnya." Glend tertawa melihat raut wajah Bella yang terkejut marah. "Kenapa kau terkejut, bukankah konsepnya juga begitu. Menikah denganku, Harry akan terbebas. Bertingkah di belakangku, Harry akan dituntut kembali."
"Kau menjeratku."
"Ralat, kau lah yang menyerahkan diri."
Bella memutar bola matanya dengan wajah malas. Ia kembali berbaring dan membelakangi Glend. Berbicara dengan Glend selalu membuatnya kalah. Selalu saja jawaban suaminya membuatnya tidak bisa berkutik.
"Hari minggu kau ingin berkencan dengan Harry?"
"Hm,"
"Kau tidak pernah mengajakku berkencan."
Bella memutar tubuhnya sehingga Glend bisa melihat wajahnya. "Pria lah yang mengajak wanita berkencan Mr.Vasquez. Tapi kukatakan kepadamu tidak usah mengajakku berkencan."
"Kenapa? Kau malu?"
"Apa kau akan sakit hati jika kukatakan ya?"
"Aku suka yang transparan."
"Kalau begitu ya. Aku tidak ingin menjadi bahan tontonan yang kemudian menjadi bahan perbincangan." Ya, bukankah sejatinya manusia memang seperti itu. Memberikan kesempatan kepada mereka melihat tentang keanehan, kekurangan, maka dalam sekejap apa yang mereka lihat menjadi topik perbincangan yang mengarah kepada tudingan berupa fitnah atau tatapan simpatik yang menyebalkan.
"Saat orang lain melihat kita berdua, mereka akan menudingku menikah karena kau kaya."
"Biarkan saja, apa masalahnya." Glend menimpali.
"Dan yang kedua, mereka akan menatapku dengan pandangan berbeda-beda. Ada yang merasa iba padaku atau padamu. Akan ada banyak spekulasi, baik menyudutkanmu atau pun menyudutkanku. Aku tidak suka menjadi topik perbincangan orang lain. Tapi dengan kita berjalan beriringan, fisik kita berdua akan menjadi sorotan yang menarik bagi beberapa orang."
Glend terdiam. Terkadang ia tidak tahu harus. menanggapi ucapan Bella seperti apa. Gadis itu terlalu terus terang. Tidak ada yang salah sebenarnya, artinya Bella adalah wanita yang sangat jujur, tapi terkadang tidak semua orang bisa menerima kejujuran, bukan?
"Kau mengatakan tidak sengaja menabrak sesuatu. Apa kau terluka?" Glend menyorot tubuhnya yang bisa dijangkau oleh mata pria itu.
Bella menutupi lengannya yang terbakar, jangan sampai Glend melihatnya, jika pria itu bertanya tentang luka tersebut, ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku baik-baik saja. Tapi mungkin mobilmu lecet."
"Mobil kita. Singkirkan tanganmu, apa yang kau tutupi."
"Tidak apa-apa. Selamat malam, Glend."
"Tidak ada ucapan selamat malam sebelum pembahasan kita selesai." Glend menarik tangan Bella yang menutupi luka bakarnya. "Luka apa ini?" jemari Glend mengusap lembut lengan Bella. Tatapan pria itu fokus ke titik tersebut seperti sedang melakukan pengamatan terhadap luka tersebut.
"Luka bakar."
Glend mengangkat tatapannya, "Luka bakar? Kenapa bisa?"
"Aku tidak sengaja menyenggol wajan panas."
"Wajan panas? Kau memasak?"
"Ya."
"Di sini?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Di rumah seseorang."
"Temanmu?"
"Tidak bisa dikatakan demikian."
"Pria atau wanita."
"Pria."
Hening. Keduanya saling menatap, mengunci tatapan masing-masing. Bella menunggu pertanyaan selanjutnya tapi sepertinya tidak akan ada pertanyaan lagi. Mimik Glend begitu tidak terbaca. Apakah pria itu marah?
"Pria yang tidak sengaja kutabrak. Di-dia tidak bisa berjalan. Lututnya terluka. Aku hanya membantunya pulang ke rumahnya. Dia menahan kunci mobil dan perutku bertingkah, cacing nakal itu berulah. Di situlah dia menawarkan makan kepadaku. Aku ingin cepat-cepat pergi untuk itulah aku mengambil alih dapurnya. Dia berdiri tiba-tiba di belakangku, aku terkejut dan begitulah kronologi yang sesungguhnya kenapa luka ini ada di tanganku." Tentu saja Bella tidak mengatakan jika sepanjang di rumah Andreas ia menyebut nama Glend sebanyak yang ia mampu untuk melindunginya dari bisikan setan yang sesat.
Bella mengulurkan tangannya yang terbakar entah untuk alasan apa. Apakah agar Glend melihatnya dengan jelas atau agar Glend percaya padanya atau justru agar Glend kembali mengusap tangannya dengan lembut.
Glend akhirnya menurunkan tatapannya dari wajah Bella. Menatap luka bakar yang hanya sebesar ibu jari. Tangannya terulur, menyentuh luka tersebut kemudian menunduk untuk mengecupnya.
Bella refleks menarik tangannya. "Apa yang kau lakukan?"
"Mengecupnya, bukankah itu yang kau inginkan saat menyodorkannya ke arahku dan sepertinya lukamu sudah melepuh, bibirku basah karenanya."
Bella melihat lukanya, benar saja, lukanya mengeluarkan air. "Aku tidak memintamu mengecupnya. Ini jadinya terasa perih."
"Ambilkan salep, aku akan mengobatinya."
"Ini akan sembuh sebentar lagi. Tidak perlu. Tidurlah."
"Aku belum mengantuk. Ceritakan kepadaku tentang pria itu."
"Pria itu?"
"Pria yang kau tabrak."
Bella meragu untuk mengatakannya. Andreas sangat tampan, mungkinkah ia mengatakannya demikian kepada Glend. Bagaimana jika Glend sakit hati?
"Aku mengantuk, hoaaammmm." Bella sengaja menguap lebar. "Selamat tidur, Glend."
"Sepertinya aku tidak enak badan, Bella."
"Obat dari segala sakit adalah tidur," Bella menimpali setengah hati. Ia mengira jika Glend sengaja mengatakan demikian untuk menarik perhatiannya.
____
Bella merasakan panas di punggungnya. Perutnya terasa berat seperti ditimpa sesuatu membuat tidurnya tidak nyaman.
Bella menelentangkan tubuhnya, ternyata tangan Glend lah yang memeluk perutnya. Berniat menyingkirkan tangan Glend dari perutnya ia justru dibuat terkejut karena suhu tubuh Glend yang panas.
Segera duduk, Bella memeriksa suhu tubuh di dahi Glend. Hangat, tidak sepanas tangan pria itu. Bella menjamah perut suaminya. Panasnya juga luar biasa, bahkan dipenuhi keringat.
"Jadi dia benar-benar sakit." Bella bergumam dan segera turun dari atas ranjang. Ia harus mengompres untuk menurunkan demam suaminya.
"Glend, aku harus membuka bajumu. Kau benar-benar sakit. Demammu tinggi sekali." Meletakkan wadah yang ia bawa di atas nakas.
Glend melenguh dan hanya pasrah saat Bella mulai membuka satu persatu kancing piyamanya.
"Bella..."
"Ya, aku di sini. Apakah aku perlu menghubungi dokter."
Glend menggeleng, ditahannya tangan Bella yang sedang mengompres tubuhnya. "Hentikan."
"Hentikan bagaimana? Kau demam tinggi."
"Berikan aku obat." Suara pria itu parau dan lemah.
"Obat," Ya, Glend benar, obat penurun demam. Kenapa ia tidak kepikiran. Bella segera beranjak untuk mengambilkan obat.
"Duduklah dan minum ini," Bella menyodorkan paracetamol yang ditolak Glend dengan mendorong tangan Bella menjauh dari mulutnya.
"Masukkan ke dalam mulutmu."
"Hah?"
"Masukkan saja."
Dengan bodohnya Bella menurut, memasukkan obat tersebut ke dalam mulutnya. Tidak mengerti dengan konsep apa yang sedang diterapkan oleh suaminya.
"Aku perlu mensterilkan mulutku," racaunya tidak jelas. Bella sungguh tidak mengerti apa hubungan demam panas yang Glend alami dengan mulut yang perlu disterilkan. Apakah Glend juga menderita sariawan.
Glend menarik tangan Bella hingga hidung mereka bersentuhan. "Aku perlu mensterilkan mulutku, Bella." kicaunya dengan nada lemah. Glend menurunkan tatapannya ke bibir Bella "Juga menurunkan demamku," dan dalam sekejap Glend menyatukan bibir mereka. Lidahnya menyelusup masuk mencari obat yang ada di dalam mulut Bella.
Bella terlalu terkejut untuk merespon apa yang terjadi. Hingga sampai Glend melepaskan tautan bibir mereka, ia masih bergeming, mematung di tempat.
"Kau menelan obatnya?"
Hanya anggukan yang mampu ia berikan sebagai jawaban. Ia memang menelan obatnya saat pria itu memintanya untuk memasukkan obat tersebut ke dalam mulutnya.
Glend tergelak, "Bodoh."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Purwati Ningsi
Lagian Gland ribet amat. Ada" saja, mo minum obat pake di masukin dl ke mulutx Bella, sedangkan Bella masih rada" oon. Jadix yg sakit Gland tp yg minum obat Bella 😂😂😂
2024-07-12
0
Athaya
Walah Bella bisa" nya kau minum obatnya 🤣🤣
2022-12-17
0
Jeny Juwan Alfa
disini aku penasaran yg ngurusin keperluan nya glend itu siapa yg Madiin ..kok gk prnh di bhas kan lumpuh mna bisa mandi cebok sendiri 😂🤔
2022-10-26
0