Bill mengantar Bella ke dalam kamar yang akan ia tempati mulai sekarang. Tentunya tidak sendiri, melainkan bersama pria lumpuh yang baru saja menikahinya.
Harusnya mulutnya menganga kagum melihat betapa luas dan mewahnya kamar yang akan ia tempati. Lima kali lebih besar dari kamar yang biasa ia tempati di rumahnya dulu. Ia menduga-duga jika kamar ini bisa dijadikan sebagai lapangan sepak bola yang bisa menampung kesebelasan. Lantai kamar tersebut dilapisi permadani tebal dan lembut. Putih, emas dan cokelat perpaduan yang mewarnai kamar tersebut.
Namun, kemewahan yang ia saksikan saat ini tidak berhasil mengalihkan hati dan pikirannya tentang malam-malam yang akan ia lewati bersama Glend. Apa yang akan terjadi nanti malam atau begitu Glend memasuki kamar ini? Pertanyaan itu selalu mengusiknya. Ia takut dan gugup, tentu saja!
"Aku akan meminta pelayan mengantar pakaianmu, Mrs.Vasquez..."
"Bella, panggil aku Bella." Sungguh ia belum siap menyandang nama belakang pria itu dengan namanya. Suatu hari, ia yakin jika suatu hari nanti dirinya bisa terbebas dari ini semua. Astaga! Ia melewatkan sesuatu. Kenapa ia tidak bertanya sampai kapan waktu pernikahan konyol ini terjadi sebelum ia menandatangani dokumen tersebut.
"Baiklah Bella, Mr. Vasquez memintamu untuk mandi. Ia akan datang sebentar lagi dan tentunya dia tidak ingin menunggu."
Bella menoleh cepat ke belakang. Menatap horor ke arah Bill yang menjadi salah tingkah atas tatapan mematikan yang dilayangkan Bella.
"Apa maksudmu dia tidak ingin menunggu?! Aku tidak ingin mandi!"
Bill menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Glend tidak menyukai sesuatu yang berbau."
"Sesuatu yang berbau? Kau yakin? Cihh, aku yakin satu-satunya bau yang ia sukai adalah bau pandan." Dan detik berikutnya, Bella menyesali kalimatnya tersebut. Wajahnya bersemu merah karena malu, sedangkan Bill yang mendengarnya tersenyum simpul.
"Kurasa semua manusia dewasa menyukai hal itu, Bella."
"Tidak denganku!" Bella mendengus kesal.
"Airnya sudah disiapkan. Selamat atas pernikahanmu bersama Glend."
Bella mendelik lalu memilih berbalik membelakangi Bill. Tidak ingin menanggapi ucapan selamat tersebut. Hal terakhir yang ia inginkan adalah pernikahan ini. Masa depan yang harusnya masih panjang tapi kini ia tidak yakin apakah ia masih memiliki masa depan.
"Enak saja main perintah. Dia tidak suka sesuatu yang berbau. Well, aku tidak akan mandi jika begitu. Aku akan membuat kamar ini berbau keringat."
Bella melintasi ruangan, mencoba mengalihkan kegugupannya. Tidak ada foto, tidak ada lukisan. Pertanyaan pun timbul di benak Bella. Seperti apa wajah pria yang menikahinya?
Bella mendekati jendela kamar dan matanya langsung disuguhi pemandangan kolam berenang yang sangat luas dan bertingkat.
"Kapan-kapan aku akan berenang di sana."
Bella meninggalkan jendela dan duduk di atas sofa yang berada di kaki ranjang. Tangannya mengusap kain yang menutupi ranjang. Dingin dan lembut, membuat jantungnya semakin berdegup tidak karuan.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak harus bercinta dengannya 'kan? Oh Tuhan, aku tidak bisa melakukan itu." Bella berdiri tidak sabar, hawa ruangan mendadak panas dan sesak. Bella mengibaskan tangan di depan wajahnya.
"Tidak bisa melakukan apa, Bella?"
Tubuh Bella mendadak kaku. Suara Glend tepat berada di belakangnya. Kapan pria itu masuk? Kenapa ia tidak mendengar suara kursi roda.
"Bill mengatakan bahwa kau tidak menyukai bau pandan, apakah kau mempunyai kelainan sek's, Bella? Atau kau sedang bersikap munafik?" sindiran halus tersebut dibarengi dengan tawa rendah yang seolah sedang mengejek Bella. Emosi Bella mulai terpancing. Suasana hatinya yang panas kian makin panas.
"Entah aku bersikap...Arhhhhggg!!" Bella menjerit histeris, kakinya seketika kehilangan tenaga dan kekuatannya. Bella menutup wajah dengan kedua tangan. Satu kata. Mengerikan. Wajah Glend begitu mengerikan. Sebelah wajah pria itu seperti bruntusan yang melepuh, seperti wajah yang tersiram air keras dan juga seperti penderita penyakit kulit. Panu, kurap, entah apa lah namanya.
Pundak Bella bergetar naik turun. Ia sedang menangis. Menangisi nasibnya. Menikahi pria lumpuh sudah cukup buruk dan Bella sudah mencoba berdamai dengan keadaan untuk menerima kenyataan pahit tersebut. Nyatanya kenyataan pahit itu tidak cukup buruk menurut versi semesta karena sekarang Bella harus dihadapkan pada kenyataan jika pria yang menikahinya berwajah setengah monster. Sangat mengerikan. Pantas saja ayahnya sampai menangis dan tidak rela. Kini Bella menyesali kegabahannya. Siapa yang akan sanggup berada di satu ruangan bersama seorang pria lumpuh dengan wajah yang tidak sedap dipandang mata.
Bella bukan orang yang suka mencela fisik seseorang, tapi hidup dengan seseorang yang jauh dari kata normal tidak ada dalam daftar perjalanan hidupnya.
"Di mana kelantangan dan keberanianmu tadi? Sekarang kau takut, heh?!" Glend berdesis singit. Terselip luka di dalam nada suaranya.
"Tidak ada gunanya kau menangis karena aku tidak akan berbaik hati. Jangan pernah berpikir untuk kabur atau pun melarikan diri. Karena begitu aku menemukanmu, aku tidak akan sungkan memutilasi kedua kakimu dan tentunya ayahmu akan ada dalam masalah. Mandi dan bersihkan dirimu. Kau harus memapahku naik ke atas ranjang. Ranjang kita."
Bella menggeleng masih dengan menutupi wajahnya. Takut, marah, dan tidak berdaya. Itulah yang dirasakan Bella saat ini.
"Apa kau mendengar perintahku, Bella?!"
"Jangan memancing amarahku."
"Aku tidak bisa. Aku tidak bisa. Aku ingin pulang." Bella memohon di tengah isakannya.
"Kau hanya akan pulang jika aku sudah bosan. Jadilah wanita yang penurut. Kuhitung sampai tiga, jika kau tidak beranjak dari tempatmu menuju toilet, aku akan memanggil Bill untuk memandikanmu. Aku tidak merasa rugi jika salah satu orang kepercayaanku melihat tubuh polos istriku." Sarkasnya dengan nada melecehkan. "Satu... Bill, masuklah."
"Ka-kau mengatakan akan menghitung tiga." Bella semakin gugup. Detik itu ia menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah bahagia. Ia terjerumus di dalam sangkar pria bengis yang lumpuh dan buruk rupa. Adakah yang lebih menyedihkan dari nasibnya?
Bella segera berdiri dengan kaki yang belum memiliki tenaga. Tangannya juga masih menutupi wajahnya. Bella berjalan, melangkah perlahan dan penuh hati-hati. Berdoa semoga ia tidak jatuh karena tersandung sesuatu. Ia hanya perlu melewati Glend. Dan seingatnya kamar ini luas tanpa banyak perabot, seharusnya ia tidak akan tersandung kecuali Glend bertingkah.
Benar saja, begitu Bella melewati Glend, pria itu meraih pinggang Bella.
"Arrghh..." Bella terpekik kaget dan spontan melepaskan tangan dari wajahnya. Bella terkejut, kini ia berada di atas pangkuan Glend dalam posisi duduk menyamping. Ia mengangkat kepala dan detik itu juga ia menjerit histeris dan memeluk leher pria itu. Menyembunyikan wajahnya dengan menopangkan dagu di atas bahu suaminya. Napasnya memburu naik turun.
"Menggodaku, heh?"
Bella tidak mempunyai kekuatan untuk meladeni ucapan Glend. Ia tidak tahu di mana letak tindakannya yang terlihat seperti sedang menggoda Glend. Hanya wanita buta yang bersedia merayu seorang pria cacat. Dan Bella tidak buta!
"Leher bukan titik pusat yang bisa merangsangku, Bella." Bisik pria itu dengan nada sensual di telinga Bella yang membuatnya bergidik ngeri. "Berhenti mengembuskan napasmu di sana."
Spontan Bella berhenti bernapas.
"Well, aku akan mengantarmu ke toilet jika itu maumu." Glend menjalankan kursi rodanya dengan posisi Bella yang berada di atas pangkuannya. "Kita sudah sampai, Cinderella."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Purwati Ningsi
Aq yakin sebenarnya Gland itu tampan rupawan, cm..dia hanya ingin menemukan wanita yg benar" mau menerima Gland apa adax. Bkn krn wajah tampan n harta yg melimpah. Aq yakin suatu saat nti Bella lah yg akan menjadi pemenangx.
2024-07-12
0
Nic
jadi mikir, kenapa glend ngak oplas aje yah
2024-02-10
0
Caramel Latte
nah, bener ini, si pria pesta😎
2023-01-12
0