"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Bella meronta, tidak terima Matteo tiba-tiba menariknya dari kursi dan membawanya ke luar kelas. "Apa kau tuli, Matteo?!"
Matteo tidak menjawab, terus saja ia menarik Bella hingga gadis itu kesulitan menyamakan langkah mereka.
"Matteo, aku sedang berbicara kepadamu!"
Tidak hanya mendadak tuli, sepertinya Matteo juga terserang panas dalam akut sehingga pria itu enggan berbicara.
Brak... Bruk...
"Akh!!" Bella meringis begitu Matteo mendorong tubuh Bella ke dinding. Pria itu ternyata membawanya ke ruang laboratorium yang sudah tidak terpakai. Raungan itu penuh debu dan barang-barang rusak. Beberapa patung anatomi tergeletak begitu saja membuat suasana di ruangan itu sedikit mistis.
"Jadi kau sungguh kabur dari rumah dan menyerahkan dirimu kepada pria tua kaya?" Matteo langsung menodongnya, mengabaikan Bella yang memegang bahunya karena sakit akibat Matteo mendorongnya terlalu kuat.
"Kau mendengar gosip itu dari mana? Dan jika kau hanya menanyakan hal tersebut, kenapa kau harus membawaku kemari." Bella memendarkan pandangannya, ia tidak suka ruangan ini. Sunyi dan dipenuhi organ tubuh palsu yang berceceran. Suaranya dan Matteo bahkan berdengung menambah kesan horor.
"Lizzie mengatakan ayahmu dituduh menggelapkan sejumlah uang."
"Seperti yang dikatakannya, itu hanya tuduhan tidak berdasar. Semuanya sudah baik-baik saja."
"Lalu, kenapa kau tidak pulang ke rumah."
"Demi Tuhan, Matteo, itu bukan urusanmu." Inilah yang membuat Bella malas berhubungan dengan Matteo. Andai saja pria itu bersikap lebih lembut, mungkin Bella sudah lama jatuh ke dalam pelukan Matteo. Seluruh penghuni kampus mengakui hal itu, baik wanita atau pun pria. Tidak heran jika banyak wanita yang tergila-gila kepadanya didukung dengan profesinya sebagai model.
"Apa kau sungguh menyerahkan dirimu kepada pria kaya. Jika memang itu yang kau lakukan, kenapa kau tidak datang kepadaku? Aku bisa memberikanmu apa saja."
Dalam situasi ini masih sempat-sempatnya Bella memikirkan opsi tersebut. Jika ia mendatangi Matteo, meminjam uang pria itu, Bella tidak akan pernah menikah dengan Glend. Tapi apa bayaran yang akan dituntut Matteo kepadanya. Tidak ada yang gratis di dunia ini, bukan?
"Kurasa ini bukan urusanmu, Matteo. Sebaiknya aku pergi."
"Jadilah kekasihku, Bella. Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu, apa pun itu."
Bella menghela napas mendengar pernyataan Matteo untuk yang kesekian kali. Dalam satu bulan, ini merupakan kali ketiga Matteo mengungkapkan perasaannya.
"Jawabanku masih sama, Matt."
"Apakah karena Lizzie."
"Tidak."
"Ini pasti karenanya. Dia mengancammu, bukan? Aku tahu dia tergila-gila kepadaku, tapi percayalah, hanya kau gadis yang kusukai, Bella."
"Lizzie tidak ada hubungannya di sini. Aku hanya tidak bisa menerima perasaanmu, itu saja."
Matteo tertunduk lesu. Entah bagaimana lagi caranya agar ia bisa memenangkan hati Bella. Bella adalah obsesinya. Tidak mudah menghalau perasaannya begitu saja. Hampir dua tahun ia mengincar gadis itu dan sampai detik ini, ia tidak berhasil.
"Kau selalu saja..." Kalimat Matteo menggantung. Bella sudah tidak ada di sana. "Sial! Aku pasti akan mendapatkanmu, Bella!" kalimat itu disusul dengan tendangan di pintu.
____
Keluar dari jerat pria yang tergila-gila kepadanya, Bella justru harus berurusan dengan wanita yang terobsesi kepada pria yang baru saja menyatakan perasaan kepadanya. Lizzie dan beberapa temannya sengaja menghadang jalan Bella. Poppy, Pevita, dan Penelope.
"Lama-lama aku sungguh muak denganmu." Lizzie menatapnya dengan wajah marah. Tidak perlu lagi bertanya apa alasan di balik kemarahan wanita itu. Tentu saja Matteo.
"Apa kau ingin kulaporkan kepada Mommy?"
"Biarkan aku lewat," memilih untuk tidak meladeni Lizzie dan teman-temannya.
"Aku belum selesai denganmu. Apa yang kau bicarakan dengan Matteo. Kau menggodanya lagi?"
"Tanpa kugoda, dia sudah tergila-gila kepadaku," jawabnya jujur tapi terkesan tidak acuh.
"Sombong sekali kau," Lizzie semakin mengamuk. Jika Matteo sudah lama tergila-gila kepada Bella, pun Lizzie demikian. Selama itu juga ia mengincar Matteo. Selain Lizzie yang terobsesi menjadi model, Matteo berasal dari keluarga kaya. Tampan, terkenal, kaya, kriteria yang memang diinginkan Lizzie. Berhasil menjadi kekasih Matteo, artinya selangkah lebih maju menggapai inginnya untuk menjadi seorang model. "Kau sungguh mencari gara-gara denganku," Lizzie mencengkram mulut Bella hingga gadis itu meringis kesakitan. Hendak menepis tangan Lizzie dari wajahnya, dua teman Lizzie menahan tangannya hingga Bella tidak bisa bergerak.
"Bawa dia ke kemar mandi."
Bella meronta, beberapa mahasiswi yang lewat menolak untuk ikut campur. Lizzie bersama genknya memang pembuat onar. Tidak ada yang berani mencari masalah dengan mereka. Apa istilah mereka, C3IP. Cewek-cewek cantik idaman pria. Cih! Bangga sekali mereka dengan julukan tersebut.
"Lepaskan aku!"
"Tidak, sebelum kau mendapat pelajaran Bella, Sayang." Lizzie memberi kode kepada kedua temannya, untuk membenamkan wajah Bella ke dalam wastafel yang kerannya sengaja dinyalakan. "Harusnya kau menolak saat Matteo mengajakmu, bukannya bertingkah murahan dengan suka rela memberikan tanganmu disentuh olehnya."
"Dasar bodoh! Matteo tidak akan pernah tertarik padamu, Lizzie bajingan! Lepaskan aku, brengsek!"
"Oh, masih punya mulut?" Lizzie mengeluarkan selotip dari dalam tasnya. Mengguntingnya dan segera membekap mulut Bella.
"Apa kau ingin ibuku meninggalkan ayahmu, heh? Jangan menantangku, Bella, jika ingin ayahmu baik-baik saja."
"Girls, kurasa sudah cukup. Kita tinggal memantaunya, setelah ini apakah dia masih berani menggoda Matteoku." Lizzie dan tiga temannya pun keluar dari dalam toilet, meninggalkan Bella yang sudah basah kuyup.
Bella melepaskan selotip dari mulutnya dengan kasar, berjalan meninggalkan toilet tanpa protes, makian dan umpatan. Ia hanya menarik napas panjang. Menggunakan ayahnya sebagai ancaman selalu membuat Bella tidak berkutik.
Bella kehilangan minat untuk mengikuti kelasnya. Ia lebih memilih meninggalkan universitas.
Tiitt...Tiit....
Tanpa menoleh ke belakang Bella meminggirkan tubuhnya, memberi jalan kepada si pengemudi mobil.
"Aku tidak melihat hujan turun, lalu kenapa kau basah kuyup?" Andreas memperlambat laju mobilnya, menyesuaikannya dengan langkah Bella.
"Masuklah, aku akan mengantarmu."
Bella tidak menggubrisnya sama sekali. Harinya benar-benar hancur dan pria yang sedang berbicara dengannya sekarang laksana penyempurna kekacauan hari ini.
"Kecuali kau memang ingin memamerkan tubuhmu kepada semua orang. Aku bisa melihat bramu yang berwarna turquoise.
Spontan Bella menunduk. Ya, tercetak sangat jelas. Ia melupakan tshirt putih polos yang ia kenakan.
"Masuklah." Andreas membuka pintu penumpang tanpa turun dari mobil. Bella tidak mempunyai pilihan, ia pun masuk tanpa banyak bicara.
"Andreas," seraya mengulurkan tangan. Satu menit berlalu, tidak ada tanda-tanda Bella menyambut tangannya. Akhirnya Andreas menarik tangannya. "Jadi namamu Bella?" tanya Andreas sembari melajukan mobil.
Bella tetap saja diam, tidak tertarik untuk berbicara.
"Baiklah, pertama-tama kita akan membeli pakaian ganti untukmu." Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tepatnya Andreas diabaikan begitu saja.
Andreas menghentikan mobilnya di depan sebuah store pakaian branded.
"Pinjamkan aku jasmu."
"Hah?"
"Cukup kepadamu aku memamerkan bra yang kukenakan. Bukankah kita akan masuk ke dalam? Aku tidak ingin menjadi bahan tontonan."
Andreas pun melepaskan jasnya. Bella segera turun dari mobil.
"Aku menginginkan sebuah tshirt, tolong antar ke kamar ganti."
Tidak kurang dari lima menit, Bella keluar dari ruang kamar mandi dan Andreas sedang duduk di sana menantinya.
"Kau bisa mengambil beberapa."
"Aku tidak kekurangan pakaian. Terima kasih untuk tumpangan dan jaga sudah meminjamkan jasmu." Bella mengembalikan jas Andreas dan berjalan menuju kasir, memberikan salah satu kartu miliknya.
"Aku yang akan membayarmu, maksudku pakaianmu."
"Aku tidak kaya, tapi tidak juga melarat hingga tak mampu membayar pakaianku, Mr.Andreas. Permisi." Bella pun pergi meninggalkan Andreas begitu saja.
____
"Harimu buruk?"
Glend menyambut kedatangannya di ruang utama. Memperhatikan penampilan Bella dati atas ke bawah. "Bukan tshirt yang kau gunakan saat keluar dari rumah. Bill menjemputmu dan kau tidak ada. Aku memiliki cukup banyak waktu untuk mendengarkan penjelasanmu, Bella."
Bella mengabaikan pertanyaan Glend yang bertingkah bagaikan jaksa penyidik. Ia melewati Glend begitu saja dan di detik selanjutnya, ia sudah berada di atas pangkuan pria itu. Kenapa Glend sangat suka sekali memangkunya?!
"Aku sedang bertanya dan aku tidak suka diabaikan. Kenapa kau berganti pakaian?"
"Lizzie menyiramku."
"Lizzie?"
"Ya, wanita yang seharusnya kau nikahi," ketusnya dengan wajah masam.
"Nadamu terdengar seperti sedang cemburu."
Bella memutar bola matanya jengah. Rumah ini tidak kekurangan kaca sama sekali, apakah Glend tidak pernah berkaca?
"Sebaiknya kau berkaca sebelum mengatakan aku cemburu." Kau sangat buruk rupa!
"Kenapa aku harus berkaca?"
"Akh ya, aku lupa, tidak seharusnya kau berkaca. Bisa-bisa kau menjerit melihat pantulan dirimu sendiri."
"Hanya karena aku menyukai wanita transparan, bukan berarti kau bisa menghina fisikku sesuka hatimu, Bella." Satu gigitan pelan Glend hadiahkan di bahu Bella, membuat gadis itu terlonjak kaget.
Jika di kampus ia naik darah, di sini ia senam jantung.
"Apa yang kau lakukan?!" Bella hendak beranjak dari pangkuan Glend tetapi tangan pria itu segera menahannya, memeluk perut Bella dengan erat.
"Memberi hukuman dan hiburan kepada istriku. Apakah aku perlu memberi pelajaran kepada saudarimu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Purwati Ningsi
Sebenarnya Gland adalah laki-laki yg baik asalkan Bella mau menjadi istri yg penurut.
2024-07-12
0
Athaya
Manisnya Glend😘😘
2022-12-17
0
Kadek Pinkponk
ter the best author...... always 😘😘😘😘😘😘
2022-08-20
0