"Selamat...."
"Jangan berbicara padaku!" Bella melotot ke arah Glend yang baru saja hendak menyapanya. Dua hari berstatus sebagai istri Glend, Bella kembali membuat kesimpulan. Selain buruk rupa yang mesum minim akhlak, Glend ternyata orang yang suka bangun pagi. Jam delapan, Bella baru bangun, gadis itu membutuhkan waktu dua puluh menit untuk mandi. Saat ia turun ke bawah, Glend sedang menikmati kopi dan yang pasti sudah dengan mengenakan jas mahal berwarna hitam.
"Selamat pagi, Bella, istriku," senyuman nakal terbit di wajah Glend. Baginya wajah Bella yang merungut adalah hiburan di pagi hari.
"Mengawali hariku dengan melihat senyumanmu bukan pertanda yang baik," sarkas Bella.
Alih-alih tersinggung, Glend justru tertawa rendah. "Duduklah di sisiku," pintanya dengan nada lembut seraya menarik kursi di sisi kanannya.
"Apa aku bisa menolak?" Bella masih memasang wajah tidak bersahabat. Kedua tangannya bersedekap di dada dengan dagu yang diangkat sedikit. Entah untuk tujuan apa, tapi bagi Glend, itu tampak menggemaskan.
"Tentu saja tidak," tukasnya dengan nada geli.
Bella memutar kedua bola matanya sebelum duduk di sisi pria itu. Glend dengan sikap manis yang penuh perhatian segera mengisi piring Bella dengan muffin blueberry.
"Aku tidak suka blueberry."
"Oh, akan kuingat," Glend menimpali. "Jadi kau ingin cokelat? strawberry?" Tangan Glend terulur hendak mengganti piring Bella. Gadis itu menahan tepinya. "Kau mengatakan tidak menyukainya."
"Kau sudah menyajikan, akan kumakan," Bella tersenyum tipis. Hanya sepersekian detik. "Memakan hal yang tidak kusukai tidak akan membuatku mati."
"Apa kau baru saja tersenyum padaku?" Walau senyuman Bella hanya sekilas tapi mampu membuat Glend terkesima.
"Apakah aku tidak boleh tersenyum?" Bella mengerutkan hidungnya, menatap Glend dengan tanda tanya. "Atau aku dilarang tersenyum di rumah ini? Ya, walau sulit bagiku untuk tersenyum. Meski hidupku penuh lelucon, entah kenapa aku tidak bisa menertawakannya."
Glend menegakkan tubuhnya. Bella kembali pada mode sarkas yang menyebalkan. "Sudahi sesi curhatmu dan nikmati sarapanmu. Muffin buatan Alex sangat enak. Selamat menikmati sarapanmu, istriku." Glend membuka macbooknya, fokus ke layar. Bella pun mulai menikmati sarapannya dan tidak ingin menganggu Glend yang tampaknya kembali memeriksa laporan.
"Apakah ayahku sungguh melakukan kecurangan?" tanya Bella setelah sarapannya habis.
Glend mengalihkan tatapannya dari macbook ke piring yang ada di hadapan Bella seperti seorang ayah apakah putrinya sudah menghabiskan sarapannya. Setelah memastikan piring Bella kosong, Glend kembali memokuskan pandangannya ke layar. "Begitulah yang terbukti," sahutnya dengan nada tenang, santai, dan lembut.
"Lalu kau percaya begitu saja?" Bella masih tidak percaya jika ayahnya akan melakukan kecurangan itu. Ia yakin jika ayahnya tidak akan pernah melakukan hal memalukan. Kejujuran adalah hal yang selalu diajarkan ayahnya kepadanya. Dan ia tahu jika ayahnya tidak akan pernah mempermalukan dirinya sendiri.
"Seperti yang kukatakan, semua bukti yang ada memberatkan Harry."
"Ayahku adalah ayah mertuamu! Kau menyebut namanya seolah ayahku adalah temanmu menikmati kopi di waktu senggang."
Glend terkekeh mendengar sungutan istrinya itu. "Kau mulai posesif."
"Heh?" Bella tidak tahu di mana letak dari kalimatnya yang menunjukkan bahwa ia mulai posesif. Ia hanya mengajarkan sopan santun! Astaga! "Dengar, Glend Vazquez, setahuku, seingatku, ayahku sudah bekerja di perusahaan itu sudah sangat lama. Seseorang mungkin saja menjebaknya."
"Hal itu mungkin saja benar. Dan soal Harry yang bekerja di perusahaan sudah lama, itu juga benar. Ibuku mengatakan hal demikian. Sebelum ia meninggal."
"Ya, lima tahun lalu, di hari yang sama saat aku mengalami kecelakaan."
"Ouw," Bella terkesiap. Hatinya berdenyut membayangkan hal itu. Jika ibu Glend meninggal saat pria itu mengalami kecelakaan artinya Glend tidak mengikuti prosesi pemakaman mengingat kondisi Glend yang sekarang, kecelakaan yang ia alami juga pasti sangat hebat. Kaki lumpuh dan wajah cacat. "Aku turut berduka."
"Kau tidak ingin memelukku?"
Bella mengerjap, meragu dengan pendengarannya. Permintaan macam apa itu? Namun ditelisik dari wajah Glend, pria itu tampaknya serius. Glend menatapnya dengan sayu, seperti anak kucing yang meminta dibelai oleh tuannya.
"Owh, ya, tentu saja." Bella berdiri dari kursinya dan membawa Glend ke dalam pelukannya. Membenamkan wajah suaminya di atas dadanya. "Saat itu pasti sangat berat untukmu. Dan kau sangat hebat, mampu melewatinya. Ibumu pasti bangga padamu." Diusapnya dengan lembut rambut Glend yang halus, tidak menyadari jika ucapan dan tindakannya tersebut membuat tubuh pria itu membatu.
Glend memejamkan mata menikmati usapan di kepalanya. Tangannya terangkat, melingkar di pinggang Bella. Akh! Nyaman sekali.
"Terima kasih."
"Ya, sama-sama. Tapi omong-omong kau memelukku terlalu erat. Pinggangku sakit sekali." Bella mendorong bahu Glend agar menjauh dari dadanya.
Pria itu mendongak dan terkekeh. "Kau mencuri sabunku lagi."
"Ck! Nanti aku akan membeli perlengkapanku sendiri. Hm, sepertinya aku harus pergi, aku ada kelas jam 11.00."
Glend mengangguk, "Baiklah. Selamat belajar istriku," Digenggamnya tangan Bella dan dibawanya ke bibirnya. Glend mengecup punggung tangannya dengan lembut.
"Ya," Bella menarik tangannya terburu-buru. Ia khawatir jika Glend terus menggenggamnya, tangannya akan terbakar dan meleleh. "Aku pergi."
"Hm," Glend mengangguk.
"Sebelah tanganmu masih di pinggangku, bisakah kau melepaskannya."
"Jangan pergi."
"Hah?"
"Aku minta kau jangan pergi," Glend kembali memasang wajah memelas.
"Aku ada kelas."
"Berhentilah sekolah."
"Enak saja!" Bella menghempaskan tangan Glend dari pinggangnya. "Aku perlu sekolah agar bisa meraih mimpiku. Sudah, jangan manja!" Bella berbalik, ia harus pergi sekarang. Ia tidak melihat keberadaan Bill, artinya ia harus pergi sendiri.
"Bella,"
"Aku harus pergi, Glend. Apakah di sekitar sini taksi biasa lewat. Oh, sepertinya tidak, aku harus berjalan ke ujung gang untuk mendapatkannya." Bella terus berjalan, tidak menoleh lagi ke belakang.
"Mengenai tunjangan, aku sudah memikirkannya."
Mendengar tunjangan, langkah Bella refleks berhenti, ia menoleh ke belakang dan melihat sebuah card di terselip diantara jari tengah dan jari telunjuk Glend, ia pun berlari mendekati pria itu.
"Itu untukku?" tunjuknya ke arah card berwarna hitam tersebut.
Glend mengangguk sembari mengulurkan kartu tersebut. Bella dengan semangat menerima kartu eksklusif tersebut.
"Omong-omong berapa uang yang dituduhkan digelapkan oleh ayahku?" Maniknya berbinar cerah.
Glend berdecak, menangkap arti di balik kesenangan yang ditunjukkan Bella. "Kau tidak bisa menggunakan kartu pemberianku untuk membayar hutang ayahmu."
Bella membeliak, "Astaga! Bagaimana kau bisa mengetahui apa yang sedang kupikirkan!" Bella bergidik ngeri dengan gaya berlebihan.
"Tertulis jelas di wajahmu. Katakan terima kasih."
"Untuk?"
"Untuk kemurahan hatiku karena sudah memberikanmu tunjangan."
"Itu memang sudah kewajibanmu! Menafkahiku!"
"Lalu bagaimana dengan kewajibanmu, Bella? Mungkin kau juga bisa mempertimbangkannya."
Wajah Bella seketika merona, "Perbanyaklah membaca kitab suci agar otak mesummu itu tidak dipenuhi dengan selangkangaan. Ouch, kau membuatku bergidik takut." Bella segera berbalik meninggalkan Glend.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Purwati Ningsi
Aq masih spt orgil senyum" ketawa sndiri dgn tingkah n kata" yg keluar dr mulut Bella n Glend 😂🔥😘
2024-07-12
0
Aldissa
q mampir lg thor..
2022-12-21
0
Athaya
Cerita nya beda dari yang lain q suka Thor 😘😘,,kenapa baru ketemu novel mu ya??q maraton nie baca nya 😁😁
2022-12-17
0