Deg.
Jantung Nayra seolah berhenti berdetak.
"Pak Rain, kecelakaan?" tanya Nayra seolah tidak percaya.
"Iya, Nona. Apa Anda bisa segera datang ke rumah sakit sekarang? Kami membutuhkan beberapa data tentang beliau."
Nayra mengerjap-ngerjapkan kedua matanya beberapa kali sebelum menyetujui permintaan polisi tersebut. "Eh, iya, Pak, bisa. Saya akan segera kesana sekarang."
Setelah mengetahui alamat rumah sakit tempat Rainer dirawat, Nayra segera bergegas ke sana. Dia mengurungkan niatnya untuk memasuki rumah kontrakannya dan langsung berjalan terburu-buru menuju jalan raya.
Nayra berniat untuk mencari ojek agar bisa segera sampai di rumah sakit. Beruntung di seberang jalan, ada sebuah pangkalan ojek. Nayra lumayan sering menggunakan ojek tersebut.
Setelah Nayra melambai, salah satu dari tukang ojek tersebut mendekat. Rupanya, Pak Mitro yang saat itu mendekatinya. Pria berusia sekitar empat puluh tahun tersebut, sudah cukup lama mengenal Nayra, karena memang rumahnya juga tak jauh dari sana.
"Mau kemana, Mbak Nayra?" tanya Pak Mitro sambil memberikan helm kepada Nayra.
"Rumah sakit, Pak. Bosku kecelakaan. Agak sedikit ngebut bisa, Pak?"
"Oke, siap, Mbak. Pegangan, kita ngebut."
Nayra segera menaiki boncengan motor Pak Mitro. Dia yang masih memakai baju kerjanya, tampak kesulitan. Rok span dan high heel yang dipakai Nayra, membuatnya harus mencengkeram jaket Pak Mitro erat-erat agar tidak jatuh.
Tidak sampai tiga puluh menit kemudian, Nayra sudah tiba di rumah sakit. Dia langsung menuju resepsionis dan menanyakan keberadaan Rainer, atasannya tersebut.
Setelah mengetahui keberadaan sang atasan, Nayra segera beranjak menuju ruang perawatan di lantai tiga rumah sakit tersebut. Ternyata, Rainer sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
Begitu berada di depan ruang perawatan, ternyata sudah ada dua orang petugas kepolisian yang menunggu. Nayra buru-buru menemui kedua orang tersebut. Kedua polisi tersebut menoleh karena kedatangan Nayra.
"Anda, Nona Nayra?" tanya salah satu polisi yang bernama Raka.
"Iya, Pak. Saya Nayra."
"Pak Rainer ada di dalam. Bisa kami menanyakan beberapa informasi kepada anda?"
"Bisa, Pak. Sekalian saya juga ingin tau apa yang terjadi dengan atasan saya."
Kedua polisi tersebut mengangguk. Setelah itu, mereka bertiga menuju sebuah kursi di ujung lorong untuk berbicara.
Beberapa saat kemudian, kedua orang polisi tersebut segera pamit undur diri setelah mendapatkan informasi tentang Rainer. Setelahnya, Nayra segera beranjak ke arah pintu ruang perawatan sang atasan.
Tok tok tok.
Nayra mengetuk pintu sebentar, dan langsung membukanya. Dia melongokkan kepala ke dalam ruang perawatan. Nayra melihat sang atasan tengah terbaring di atas brankar dengan infus terpasang pada lengan kirinya. Nayra memutuskan untuk memasuki ruang perawatan tersebut dan berjalan mendekati brankar.
Terlihat atasannya tersebut sedang memejamkan mata. Dia hanya bertelanjang dada, dengan bahu kanannya sudah di perban. Sepertinya, atasan nya itu mengalami benturan pada bahu kanannya.
Nayra juga mengamati ada beberapa luka lebam pada bagian tulang pipi kanan Rainer. Ada juga bekas luka goresan pada pelipis kanan yang menjalar hingga ke tulang pipinya. Sepertinya, terkena goresan kaca.
Nayra masih diam sambil mengamati keadaan sang atasan hingga tidak menyadari sepasang mata tengah menatapnya.
"Sampai kapan mengamatiku seperti itu?" Tiba-tiba suara sang atasan mengagetkan Nayra.
Mendengar suara sang atasan, sontak saja Nayra langsung kaget. Dia memegangi jantungnya yang langsung berdebar kencang karena terkejut.
"Anda sudah siuman, Pak?" Suara Nayra terdengar lirih karena terkejut.
"Siapa yang bilang aku pingsan?" Seperti biasa, suara Rainer terdengar sangat ketus.
Nayra hanya bisa mendesahkan napas berat ke udara saat mendengar jawaban Rainer. Entah mengapa dia masih saja merasa kesal mendengar jawaban ketus dari atasannya tersebut, meskipun sebenarnya dia sudah sangat hafal dengan sikapnya.
Karena tidak mendapati jawaban dari Nayra, Rainer kembali bersuara.
"Segera urus administrasi rumah sakit. Aku mau pulang malam ini juga." Rainer memberikan perintah dengan suara tegas seperti biasanya.
Nayra masih belum bisa memahami perkataan sang atasan dengan baik. Mendadak otaknya loading.
"Maksudnya, malam ini juga Anda mau pulang dengan keadaan seperti ini, Pak?"
"Hhhmm."
"Tapi, Anda masih terluka, Pak. Dan, sepertinya luka Anda membutuhkan perawatan lebih." Nayra masih sempat memprotes perkataan Rainer.
"Aku tidak akan mengulang perkataanku dua kali, Nay. Segera urus administrasi rumah sakit. Aku mau pulang sekarang." Rainer menatap tajam ke arah Nayra.
Bukannya takut, Nayra hanya bisa mendesahkan napas beratnya. Dia tidak akan bisa melawan perkataan atasannya tersebut. Nayra langsung bergegas menuju bagian administrasi.
Awalnya, Nayra tidak mendapatkan izin untuk membawa Rainer pulang. Namun, setelah mengetahui siapa Rainer sebenarnya, pihak rumah sakit mengizinkannya pulang malam itu.
Siapakah Rainer sebenarnya? Apakah dia orang yang berpengaruh? Dan, jawabannya adalah iya. Rainer Reksa Hutama adalah seorang pengusaha yang cukup terkenal. Dia mengikuti jejak sang ayah, William Reksa Hutama, sebagai pengusaha. Ditambah lagi, sang ibu, Aida Namira, adalah salah satu mantan anggota dewan yang cukup disegani.
Setelah mendapatkan izin, Nayra segera mengurus administrasi Rainer. Rainer akan mendapatkan perawatan khusus di rumah. Dia akan diperiksa oleh dokter khusus yang sudah disiapkan untuknya selama menjalani perawatan.
Begitu menyelesaikan administrasi rumah sakit, Nayra segera bergegas kembali menuju ruang perawatan Rainer. Dia melihat sang atasan sudah duduk bersandar di atas brankar. Karena saat itu Rainer tidak memakai baju, dia meminta Nayra untuk membantunya memakai baju.
"Bapak masih sakit ini, kenapa harus memaksa pulang sih. Nanti kalau di rumah, siapa yang akan membantu Anda memakai baju seperti ini?" Nayra masih menggerutu saat membantu memasukkan lengan Rainer ke dalam lengan bajunya.
"Berisik!"
"Cckkk." Nayra hanya bisa mencebikkan bibirnya. Dia sudah terbiasa dengan sikap arogan sang atasan.
Beberapa saat kemudian, Nayra sudah selesai membantu mengancingkan baju pasien Rainer. Ya, dia terpaksa memakai baju pasien karena tidak ada baju ganti selain itu.
"Nah, sekarang sudah selesai. Saya akan menghubungi Pak Budi dulu," ucap Nayra sambil hendak beranjak menuju sofa untuk mengambil ponselnya yang berada di dalam tas.
Namun, langkah kaki Nayra terhenti saat Rainer memanggilnya.
"Tunggu dulu. Bantu aku ke kamar kecil. Aku ingin buang air kecil." Wajah Rainer terlihat memerah saat mengatakan hal itu. Ya, meskipun dia terkesan sangat arogan, namun Rainer masih memiliki rasa malu jika berhubungan dengan aktivitas pribadinya.
Nayra hanya bisa mendesahkan napas berat ke udara. Setelahnya, dia kembali berjalan mendekati brankar dan berniat membantu Rainer. Nayra membuka selimut yang sejak tadi menutupi tubuh Rainer. Hingga sebuah pemandangan tak biasa terlihat oleh mata polosnya.
"Astaga, Pak! Lo-lontongnya tidak dibungkus?!"
\=\=\=\=
Jangan lupa tinggalkan jejak buat othor ya. Klik favorit, like dan komen yang buanyaakk. Terima kasih. 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 320 Episodes
Comments
AnggieYuniar
/Facepalm//Facepalm//Grin//Grin/
2024-01-18
0
Ida Sahil
wkwkkkkk blm apa² udah lucu aja thor👍🤣🤣
2023-08-11
0
AR
lontong apa tuh yg ngg di bungkus nay 🤭
2023-07-02
0