Seperti biasa, Nayra memasuki area kantor dengan langkah penuh semangat. Apalagi, hari ini dia merasa bisa sedikit lebih lega karena tidak harus bertemu dengan Rainer yang omongannya sangat menyebalkan.
Nayra berjalan menuju lantai lima belas, tempat para petinggi perusahaan berada. Disana juga terletak ruangan untuknya sebagai sekretaris yang merangkap sebagai asisten pribadi Rainer.
Begitu sampai di ruangannya, Nayra segera meletakkan tas dan langsung meraih telepon yang ada di depannya. Dia menekan beberapa nomor untuk menghubungi seseorang.
"Hallo, Pak. Bisa minta tolong belikan sarapan untuk saya? Seperti biasa ya, Pak," ucap Nayra ketika panggilannya sudah terhubung. Ya, Nayra menghubungi salah satu office boy yang biasa membelikannya sarapan saat di kantor.
Setelah selesai menghubungi office boy tersebut, Nayra langsung memulai pekerjaannya. Hal pertama yang dilakukannya adalah memeriksa jadwal Rainer dan mengatur ulang jadwalnya. Selama beberapa hari kedepan, bisa dipastikan Rainer akan absen ke kantor.
Sekitar dua puluh menit kemudian, sarapan Nayra sudah datang. Dia segera menyantap sarapannya tersebut karena rasa lapar yang sudah ditahannya sejak semalam.
Saat sedang menikmati sarapan, tiba-tiba datang seorang perempuan dan langsung menghampiri meja Nayra. Melihat hal itu, Nayra buru-buru beranjak berdiri sambil mengusap sisa makanan yang masih menempel pada bibirnya.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Nayra sambil tersenyum ke arah perempuan tersebut.
"Aku ingin bertemu dengan Rainer."
Kening Nayra berkerut. Dia masih memperhatikan siapa perempuan yang berada di depannya tersebut. Nayra juga mengingat-ingat tidak ada janji pertemuan atasannya tersebut dengan seseorang hari itu.
"Mohon maaf, Pak Rainer sedang tidak ada di tempat, Nona," jawab Nayra sambil masih mengulas senyuman.
"Kemana? Apa dia tidak ke kantor hari ini?"
"Mohon maaf saya kurang tau, Nona."
Ya, Nayra terpaksa harus berbohong karena pesan Rainer. Dia tidak ingin ada berita yang tersebar tentang peristiwa kemarin. Bahkan, saat peristiwa kecelakaan kemarin, Rainer sudah memerintahkan anak buahnya untuk membereskan agar tidak ada berita yang keluar mengenai peristiwa kecelakaan yang menimpanya kemarin.
Perempuan tersebut mendengus kesal sambil menatap tajam ke arah Nayra.
"Kamu sampaikan kepada atasan kamu jika Rebecca Hadinata mencarinya. Setelah itu, suruh dia menghubungiku untuk meminta maaf karena telah membuatku menunggu lama untuk makan malam dengannya." Perempuan tersebut tampak kesal saat menatap wajah Nayra.
Seketika Nayra mengangguk-anggukkan kepala. Dia mulai paham siapa perempuan yang ada di depannya tersebut. Sepertinya, dia perempuan yang dijanjikan oleh orang tua Rainer untuk makan malam semalam.
"Baik, Nona. Nanti akan saya sampaikan kepada Pak Rainer," jawab Nayra sambil mengangguk. Tak lupa juga dia berusa tetap mengulas senyumannya.
Setelah merasa cukup, Rebecca langsung berbalik tanpa berpamitan kepada Nayra. Melihat hal itu, Nayra hanya bisa mendengus kesal. Dia benar-benar kesal melihat tingkah arogan perempuan tersebut.
"Heran, deh. Masih ada perempuan seperti itu. Jika dipasangkan sama si bos, pas banget itu," gumam Nayra sambil kembali duduk. Dia berniat melanjutkan sarapannya.
Pagi itu, Nayra kembali disibukkan dengan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikannya. Dia juga harus menghandle beberapa pekerjaan yang harus dilakukan oleh Rainer.
Nayra juga sudah berhasil memindahkan jadwal pertemuan Rainer menjadi minggu depan. Seperti pesan Rainer, dia tidak akan kembali ke kantor sebelum luka akibat kecelakaan yang dialaminya sembuh.
Menjelang siang, Nayra berniat untuk makan siang dengan karyawan lainnya. Namun, niatnya terpaksa harus batal saat sebuah telepon mengganggunya.
"Hallo, Pak?"
"Kamu pulang sekarang. Belanja bahan makanan juga. Aku mau makan masakan rumah sekarang," ucap sebuah suara dari seberang sana.
Sontak saja Nayra mendengus kesal. "Jika mau makanan rumahan, kenapa tidak minta bantuan dari rumah besar saja, Pak? Kenapa saya harus repot-repot pulang dan membuatkan makanan untuk Bapak?" jawab Nayra.
Jangan kira Nayra selalu menuruti permintaan Rainer. Dia selalu punya cara untuk mendebat atasannya tersebut meskipun sering berakhir dengan kekalahannya.
"Kamu mau membantahku?!"
Nayra menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Rainer.
"Bukan membantah, Pak. Tapi, saya hanya bicara kenyataan. Jika saya harus belanja dan memasak untuk Anda, pasti akan memakan waktu lama. Belum lagi saya masih di kantor sekarang. Jika Anda meminta bantuan asisten rumah tangga di rumah besar, pasti akan cepat selesai nanti." Nayra masih mencoba peruntungan untuk mengelak permintaan bosnya tersebut.
"Dan akan membuat orang tuaku mengetahui kecelakaan yang menimpaku begitu?"
"Tentu saja tidak. Anda kan bisa meminta mereka tutup mulut."
"Aku tidak mau tau. Sekarang, cepat belanja dan pulang. Aku sudah lapar." Tanpa menunggu jawaban Nayra, Rayner langsung menutup panggilan telepon tersebut.
Nayra hanya bisa mendesahkan napas berat. Jika sudah seperti itu, dia tidak akan bisa menolak permintaan Rainer. Jika bukan karena gaji yang diberikan hampir dua kali lipat dari gaji diberikan oleh perusahaan lain, Nayra pasti lebih memilih untuk mengundurkan diri.
"Jika tidak ingat gaji dan bonus yang besar, sudah dipastikan aku akan hengkang dari perusahaan ini." Nayra masih menggerutu kesal sambil membereskan barang-barangnya. Ya, mau tidak mau, Nayra harus pulang siang itu juga.
Setelah semua barang-barang miliknya beres, Nayra segera bergegas menuju lobi. Dia berpapasan dengan Linda, sahabatnya di kantor tersebut.
"Lho, mau kemana, Nay?" tanya Linda saat melihat Nayra membawa tas. Tidak biasanya Nayra membawa tas jika pergi makan siang.
"Aku ada kerjaan di luar," ucap Nayra.
"Sama Pak Rain? Kok nggak barengan?" tanya Linda menyelidik.
"Iya. Dia sudah nunggu disana. Hari ini Pak Rain kan tidak ke kantor."
Linda manggut-manggut mengerti. Setelah itu, kedua sahabat tersebut langsung berpisah. Nayra buru-buru beranjak menuju taksi yang sudah dipesannya. Dia bergegas menuju minimarket untuk belanja bahan kebutuhan dapur yang diperlukan.
Belum sampai Nayra di minimarket, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Nayra memeriksa ternyata itu adalah notifikasi dari nomor rekeningnya. Sebuah senyuman terbit pada bibirnya saat melihat nominal angka sebesar lima juta rupiah masuk ke dalam rekeningnya.
Nayra tahu jika Rainer akan mengirimkan uang belanja untuknya. Hal itu sudah biasa terjadi selama hampir dua tahun ini. Namun, senyuman Nayra mendadak luntur saat menyadari sesuatu.
"Hhhh, kenapa aku jadi merasa seperti ibu rumah tangga yang menerima uang belanja dari suaminya, ya?" gumam Nayra.
Namun, secepat kilat dia menggeleng-gelengkan kepala. Mana mungkin dia berpikiran mempunyai suami seperti Rainer yang galaknya seperti singa itu.
Eh, jika di atas ranjang, apa masih galak juga ya? 🤧
\=\=\=
Mohon dukungan untuk cerita baru ini ya. Jangan lupa klik favorit, like, komen dan vote. Siapkan hadiah juga buat othor ya 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Olviyanti Waani
kepikiran ya nay😂😂😂
2023-09-30
0
Ida Sahil
waaahhh piktor lo nay🤣🤣
2023-08-11
0
Eros Hariyadi
Lanjutkan Thor 😄 💪👍👍👍
2023-06-02
0