🎩💍🎩
Anzu mengantar kami ke UKS. Disana dia mengambil beberapa kain kasa, alkohol, betadin, dan salep untuk luka kami. Keadaan sedikit membaik. Walaupun Ayumi masih pingsan Kenji tetap menemaninya.
"Sedikit lagi."
"Ahhh, berapa lama lagi."
Aku mengeluh pada Anzu, ini sudah ke sekian kalinya dia berkata 'Sedikit lagi' untuk mengikat kapas pada mataku. Sepertinya bekas pukulan tadi membuat mata kananku bengkak. "Sudah." Ucap Anzu sambil mundur beberapa langkah.
Aku menyentuh ikatan kasa yang Anzu buat. Awalnya Anzu mengomeliku, "Jangan dipegang! Nanti rusak lagi." Tapi kemudian dia berkata, "Hati-hati, Haruka."
"B.. B.. Bagaimana kau tahu namaku?" Keadaan menjadi sangat canggung diantara kami. Tapi Anzu berusaha mencairkannya, "Kau, temannya Hideo 'kan? Aku Sakamoto Anzu." Ternyata dia tahu namaku dari Hideo. Dasar.
"Selesai acara klise kalian?" Kenji dari dekat kasur Ayumi 'memanggil' kami. "Hidupmu jangan penuh asmara terus Haruka. Kamu membuat Ayumi jadi tertular."
Makhluk kasatmata ini, aku ingin meneriakinya tapi terurungkan karena kondisinya yang menyedihkan menunggu Ayumi bangun. "Aku dengar rencana kalian dari awal. Menyuruh Ayumi menembakku? Jangan membuatku muntah."
Baiklah cukup, "Cuma Ayumi saja kau bersikap baik, jadi aku berpikir..."
"Sudah 12 tahun kami terpisah dan dia melupakanku. Kalian tahu tidak betapa aku merindukannya? Dan lihat, sekarang dia harus berbaring dikasur seperti pasien sekarat!" Sambil menunjuk Ayumi, Kenji menyalahkanku. Aku tidak terima ini, aku hanya ingin membantu.
"Kenji! Jaga ucapanmu." Anzu mewakili kata hatiku. Kenji pun kembali menyentak. "Masa bodoh denganmu."
"Diam! Ini di UKS!" Bu Inawari yang bertugas jaga UKS memperhatikan kami dengan tajam. Kami pun mengantupkan bibir. "Anzu, hari ini giliran jagamu. Rawat anak-anak yang ada disana dengan baik." Setelah menunjuk aku dan Ayumi bergantian, Bu Inawari keluar dari ruang UKS meninggalkan Aku, Anzu, Kenji, dan Ayumi.
Sunyi, aku tidak tahan. Aku mencoba membuka topik, "Tadi kau bilang Ayumi adikmu?" Dang it Haruka! Kenapa menanyakan pertanyaan sensitif? Apalagi pelakunya orang paling menyebalkan. "Huh, kalau iya kenapa?" Hah ya sudah. Yang terjadi biarlah terjadi.
"Bagaimana caranya? Marga kalian saja berbeda." Anzu!!! Astaga dia tidak tahu reputasi jelek Kenji saat menyindir?
"Well, singkatnya. Kita saudara tiri. Jika kalian membocorkannya aku akan membunuh kalian." Ancaman Kenji menyeramkan, namun Anzu dengan santainya membalas, "Oke~"
"Otau-san dan Okaa-san-ku menikah karena terpaksa." Lanjut Kenji. "Walaupun begitu, Otau-san mencintai Okaa-san yang sebenarnya mempunyai 'simpanan'. Setelah aku lahir kata Ozii tyan(Kakek)-ku, Okaa-san kabur dari rumah."
"3 tahun kemudian Okaa-san pulang ke rumah dengan seorang anak perempuan-Ayumi-. Dia yang biasa dipanggil anak haram. Tapi bagiku, She Is My Sunshine."
"Kami memang berbanding terbalik, Ayumi yang ceria dan aku yang pesimis. Namun karena itu hubungan kami menjadi erat. Sampai setahun kemudian Okaa-san meninggal dan seorang pria yang ternyata Otau-san-nya membawa Ayumi pergi."
"Selama bertahun-tahun aku berusaha untuk bertemu dengannya lagi. Otau-san untungnya membantuku, sampai akhirnya aku bisa sekelas dengan Ayumi mengorbankan 1 tahunku."
Aku tidak tahu ternyata Kenji yang menyebalkan ini memiliki cerita sedih. "Gomae." Entah kenapa kata itu keluar dari mulutku. "Tidak apa-apa." Balas Kenji.
"Jadi kamu 'Kak' Kenji?" Ucap Anzu yang menghancurkan suasana haru ini. "Boo!" Sorakku pada Anzu.
🍵💮🍵
"Boo!" Sorak Kak Haruka.
"Aku ada disini, Haruka."
Kak Haruka yang tadinya mempraktikan sorakannya ternyata disahut oleh Kak Anzu sendiri yang tiba-tiba muncul.
Kak Anzu menutup kembali pintu lalu mendekat ke meja kami. "Ini ada Teh." Ucap Kak Anzu sambil memberikan tote bag berisi bungkusan teh buatan sendiri.
"Anzu! Jangan tiba-tiba datang begitu. Aku hampir kena serangan jantung." Kak Haruka yang masih antara kaget dan kesal menepuk punggung Kak Anzu pelan. "Gomae~" Aku berpikir Kak Anzu terlalu santai menanggapinya.
Setelah Kak Haruka meletakan tote bag tersebut diatas meja, ia kembali berbicara padaku. "Omong-omong, Alice. Dari cerita tadi kau paham hikmahnya 'kan?"
Tentu saja aku paham.
"Jangan mudah jatuh cinta. Jika calon kita ternyata saudara sangat menyesakan." Sebelum sempat aku menjawab, Kak Anzu menyela asal sehingga membuat Kak Haruka cemberut. "Ihh, bukan itu!" Ucap Kak Haruka sebal, namun Kak Anzu malah tertawa renyah.
Aku juga tersenyum geli. Setelah Kak Anzu selesai tertawa, aku baru menjawab, "Maksudnya kakak kita harus menghargai orang dekat kita?"
Kak Haruka tersenyum lebar lalu mengangguk mantap. "Benar, kita tidak tahu apakah kita bisa bertemu dengannya lagi. Sebenci apapun kita, pasti jauh didalam hati masih sayang. Benarkan Anzu?" Kak Haruka menyikut tangan Kak Anzu untuk mendapat dukungan.
Kak Anzu tersenyum simpul sambil mengangguk pelan. Mereka tampak harmonis sekali. "Btw, bagaimana keadaan Ayumi setelah kalian pergi? Dan Suzy?" Tanyaku sambil meletakan kembali cangkir-ku dimeja.
Kak Haruka memandangku dengan tatapan sedih. Aku tahu akhirnya akan sad ending, tapi tetap saja aku pertanyakan. Setelah menghembuskan nafas berat, kak Haruka menjawab, "Kenji menjaga Ayumi semalaman. Tapi guru yang berjaga di UKS menyuruhnya kembali ke kamar walaupun Kenji mengeluarkan banyak alasan sekalipun."
"Anzu ada disitu juga 'kan? Bagaimana kelanjutannya?" Sambil memandangi kak Anzu, kak Haruka memintanya meneruskan.
Kak Anzu menggaruk lehernya tanpa melihat mata kak Haruka. "Yah, akhirnya aku bisa membawa anak itu ke kamarnya dengan terpaksa. Aku sempat berpapasan dengan Naoki juga." Jelasnya sambil melihat langit-langit gubuk.
"Kak Anzu ketemu Naoki? Naoki Furugawa?"
"I.. Iya, bagaiman kau tahu nama lengkapnya?"
Kak Anzu dan Kak Haruka menatapku dengan tatapan yang aneh. Tapi aku tetap menjawabnya, "Dia sahabatku."
"Begitu, Soredemo(Tetap saja)." Sebelumnya sempat kak Haruka meneruskan kata-katanya, kak Anzu menyela cepat. "Setelah kejadian itu Suzy di Drop Out paksa oleh sekolah. Walaupun keluarga Suzy kaya, ayah Kenji adalah bos-nya.Takdir lucu ya?"
Kak Haruka memandang wajah kak Anzu. Mereka membuat kontak mata. Sshht.
Entah apa yang mereka berdua pikirkan, tapi aku merasa, "Kalian kelihatannya cocok." Ucapku tanpa sadar yang membuat mereka salah tingkah. "M-Mana mungkin! Kita teman do-doang." Ucap Kak Haruka berbantah-bantah. Sedangkan Kak Anzu yang tenang tiba-tiba berputar jalan keluar gubuk.
Satu kalimatku bisa membuat kehancuran ini? Batinku. "Maksudnya kalian cocok saat jadi rekan. Yang di UKS, dan sekarang."
Ucapanku yang telat tentu saja tidak mengembalikan suasana. Kak Haruka bangkit dari kursinya lalu berkata, "Sebentar lagi istirahat selesai. Kau sebaiknya balik ke kelas." Mau berusaha sekeras apapun, Kak Haruka tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. "La-lain kali jangan asal ngomong kayak begitu. Aduh aku malu."
Aku meminta maaf pada Kak Haruka lalu membuka pintu keluar dari gubuk. Beberapa langkah setelah aku keluar, tiba-tiba tangan Kak Haruka memegang pundakku. "Kalian harus baikan ya." Ucap Kak Haruka lembut.
Soal itu, "Aku akan berusaha." Aku tidak tahu apakah diriku masih bisa memaafkan Fumika.
Set. Sebuah usapan lembut menyentuh pucuk kepalaku. "Semoga berhasil." Ucap Kak Haruka lalu mencubit pipiku pelan. Aku jadi teringat Eliz. Sekarang dia sedang apa?
🎑🎐🎑
[Fumika POV]
Sampai.
Setelah lama berkeliling dan bertanya-tanya, akhirnya aku menemukan ruang OSIS yang ada dilantai 1, dekat ruang Tata Usaha.
Untuk beberapa saat aku merasa gugup. "Bagaimana cara memulainya?" Pertanyaan dalam hatiku. Hah, ayo buka pintu dulu.
"Kau sedang apa?" Pertanyaan singkat itu mengagetkanku. Tanpa sadar aku berteriak kecil.
Saat aku berbalik untuk melihat siapa yang bertanya, aku menemukan seorang Kakak Kelas yang tinggi besar. Kulitnya sawo matang, sepertinya bukan orang Jepang apalagi dari logatnya. Matanya tajam menatapku, tidak ada ekspresi diwajahnya.
Sejenak aku membayangkan pertemuan pertama beruang dan kelinci. "Oi, Dek?" Panggilannya membuatku tersadar kembali. Oh ayolah Fumika! Beranikan dirimu.
Aku balas menatapnya. Lalu dengan tenang aku berkata, "Aku mencari Kak Akbar-San. Apa Kakak melihatnya?"
"Wah, ada apa kau mencariku?" Sepertinya dewi keberuntungan sedang berpihak kepadaku. Aku dapat menemukan Kak Akbar dengan cepat, syukurlah.
Aku tersenyum lega, lalu meneruskan, "Ada beberapa pertanyaan yang ingin aku sampaikan, Kak." Kak Akbar mendengarkan dengan seksama, tapi kemudian dia menyela. "Tunggu, bagaimana kalau kita ke ruang OSIS dulu? Santai, mereka nerima semua siswa keluar masuk. Apalagi yang sudah jadi Ex-OSIS."
***
Dan begitulah bagaimana aku bisa berada diruang OSIS dikelilingi oleh kakak kelas yang kelihatannya sangar, namun ternyata sangat baik. "Kalau thirsty, ambil saja juice di there." Ucap kakak yang diketahui namanya kak Johan sambil menunjuk box berisi jus didekat jendela.
"Akbar! You often berkunjung." Sapa Kak Johan sambil tos bersama dengan Kak Akbar. "Iyalah, cuma disini aku dapat makanan gratis." Balas kak Akbar sambil memakan roti srikaya ditangannya.
Ternyata, kak Akbar broke, Batinku. "Kau kira ini badan amal? Minta-minta ada batasnya." Sebuah buku tiba-tiba datang menggetok kepala Kak Akbar hingga ia meringis. "Kasar banget Nami." Kak Nami mendengus kasar lalu pergi melanjutkan laporannya dimeja lain.
Kau tidak ingin basa-basi lagi. Selagi suasana ruangan tempat kita berbincang sedang sepi, aku langsung bertanya, "Kak Akbar, tahu kasus pembunuh setahun yang lalu?"
Apakah terlalu frontal? Kak Akbar tiba-tiba tersedak saat memakan rotinya. Dengan cepat ia menggapai jus apple yang ada disebelahnya lalu meneguknya rakus. Setelah selesai dia membalas, "Apa yang kau inginkan?"
Atmosfir ruangan pun berubah serius, maka aku tidak akan berbelit-belit lagi. "Saya Fumika Hattori. Anak dari deputi senior Akhira Hattori yang sedang menyelidiki kasus ini." Jelasku formal, namun sepertinya Kak Akbar tidak memperhatikanku dengan baik.
"Pfft!" Suara tawa kecil dapat aku dengar dengan jelas. Setelah itu kak Akbar tertawa keras sejadi-jadinya sampai memukul meja. "Bwahahaha! Anak polisi, cewe? Haha.. Aduh perutku."
Aku benci ini. Ternyata kak Akbar meremahkanku juga. Memang kenapa kalau perempuan? Gender tidak membatasi kita harus menjadi ini-itu lagi dijaman sekarang.
... Fumika~Fumika~, anak perempuan hanya bisa duduk manis, jangan ikut campur urusan Otau-San. Kamu masih kecil. Bermainlah dengan anak seumuran-mu~...
"Haha, sudahlah. Ayahmu sedang menyelesaikan kasus ini. Mending kamu belajar yang bener."
"Memangnya kenapa kak?" Aku berusaha mengendalikan diriku agar keadaan tidak semakin rumit. Selesai dari ketawa, kak Akbar mengusap air mata dengan lengan almamaternya. "Hah, kau tanya juga aku tidak tahu. Kasus rumit ini saja polisi gerakannya lambat banget, apalagi jika hanya perempuan kayak kamu yang nanganin. Bisa-bisa gak jalan."
"Kak, itu kasar." Batas kesabaranku hampir habis. Tapi kak Akbar sepertinya senang menguji diriku. "Memang benar 'kan? Sana pergi, gak ada yang harus kita bicarain lagi. Gue capek."
Seenaknya orang ini mengusirku. Memangnya perempuan tidak punya hak untuk bergerak dengan kakinya sendiri? Menentukan pilihannya sendiri? Kalian pikir kami lebih rendah dari laki-laki? Jangan berpikir kami hanya putri dalam sangkar.
Brak. Tiba-tiba aku menggebrak meja sampai membuat kak Akbar terkejut. Aku tidak tahan jika harga diriku sebagai perempuan dihina lagi. "Asal kakak tahu, akibat kasus pembunuhan berantai ini nyawa 4 orang mati dalam setahun dan sekolah berpikir ini main-main? Keluarga mereka sangat menderita!"
"Aku tidak peduli apa yang omae katakan. Mau polisi, perempuan, kecoa, atau daun yang selidiki, aku-kami- akan menuntaskan kasus ini. Dan karena kakak memgusirku, lebih baik aku bicara dengan Kak Naoki saja."
Aku menggeser bangku-ku lalu berdiri meninggalkan kak Akbar yang masih diam ditempat. "Tunggu!" Seru kak Akbar kepadaku. Aku menggerutu lalu menengok kebelakang. "Apalagi?" Sungguh aku lelah menghadapi kakak tidak tahu diri ini.
"Namamu Fumika 'kan? Yang tadi aku minta maaf. Aku sedang menge-tes-mu."
Apa?
"Kau duduk kembali. Akan aku jelaskan." Tidak kusanga ternyata selama ini kak Akbar mengetesku. Antara senang dan marah ternyata kak Akbar tidak bermaksud menghinaku sungguhan. Tapi masih kesal.
Setelah aku kembali duduk dikursi menghadap kak Akbar, dia mulai berbicara. "Dengar Fumika, kasus yang sedang kau 'tangani' adalah kasus pembunuhan berantai. Selama setahun pembunuhnya tidak ditemukan, padahal dengan koneksi dan image sekolah elit seharusnya sebelum pembunuhan kedua pelaku itu bisa tertangkap."
"Apalagi sekolah ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Bagaimana caranya pembunuh itu masuk? Dan lagi apa motifnya? Jika sekedar meruntuhkan akreditasi¹ sekolah ini berlebihan."
Aku berpikir sejenak, apa yang dikatakan kak Akbar benar. Jika orang luar tidak bisa masuk berarti, "Orang dalam. Pembunuhnya bisa siswa, guru, atau staff. Tapi karena kasus ini tidak terekspos bahkan tidak ada beritanya, ada hal lain yang janggal."
Kak Akbar yang sudah selesai memakan roti Srikaya-nya, melipat bungkus plastik roti tersebut dengan pola yang aneh. "Iya. Ini semakin aneh apalagi korbannya anak beasiswa. Kecuali Kenji."
"Tunggu, apa orang tua kak Kenji mengetahuinya?" Kak Akbar menggeleng memperkuat pernyataanku spekulasiku. Lalu kak Akbar menimpal, "Mereka juga tidak tahu 'bangku' Kenji telah dijual sekolah."
... Kalian bagaimana sih? Kalau kalian bisa keterima disini seharunya nilainya bagus juga. Beda cerita yang, ahem... menggunakan pelicin...
Kata-kata Bu Inawari setelah tes IPA dadakan kembali teriang dalam kepalaku. "Ba-bagaikan kakak tahu semua ini?!" Aku mencoba membuat suaraku senormal mungkin padahal diriku terkejut bukan main. Jika pemikiranku benar, sekolah juga terlibat dalam pembunuhan ini.
"Bu Youki yang menceritakan semuanya padaku. Walaupun beliau kena PTSD², Bu Youki masih sadar. Yah, sebelum Bipolar-nya menyerang." Ternyata Bu Youki juga mengetahuinya.
"Ini tugas yang berat Fumika. Itulah mengapa aku mengetes-mu diawal untuk melihat apakah kau tidak main-main." Sambil menyilangkan lengannya kak Akbar menatapku intens, "Aku berharap banyak padamu."
Kak Akbar ternyata disisi pendukung. Domo Arigato Kami-sama (Terima kasih banyak Tuhan) telah menolongku.
"Bukan 'Aku' kak. Tapi 'Kami'." Ucapku mantap. Kak Akbar tertawa kecil, tapi bukan merendahkan seperti tadi.
"Omong-omong, tadi kau sempat bilang nama Naoki?" Tiba-tiba kak Akbar bertanya kepadaku. Lalu aku balas, "Tentu saja. Tanpa bantuannya kami tidak akan maju seperti ini."
Raut wajah kak Akbar berubah menjadi kebingungan. "Namanya Naoki Furugawa bukan?" Tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk kecil.
Tiba-tiba kak Akbar bangkit dari kursinya dan mengajakku berdiri juga. Dia mengajakku berjalan diruang OSIS ini entah kemana, lalu membuka sebuah pintu dari kayu. Cahaya terang dari ruangan menerangi sisi lain dari pintu tersebut.
Kami masuk kedalamnya. Kak Akbar menyalakan saklar yang sepertinya lama tidak dinyalakan. Akhirnya ruangan ini menjadi terang.
Hal pertama yang aku lihat adalah meja, kursi, dan perabotan lainnya diruangan ini. Dan foto-foto yang dibingkai. "Ini adalah ruangan memorial para Ex-OSIS dari tahun pertama sampai sekarang. Lihat itu ada fotoku dibagian 2012."
Aku melihat apa yang kak Akbar tunjuk, sebuah bingkai foto yang diisi gambar seorang lelaki yang wajahnya sama dengan kak Akbar. Dibawahnya ada tulisan 'Sekretaris'.
"Apa maksud kakak membawaku kemari?" Kak Akbar memang sulit ditebak, maka aku bertanya. "Lihat foto disebelahku." Aku menengok foto yang ada disebelah foto kak Akbar.
Betapa terkejutnya aku melihat wajah yang sama seperti orang yang membantu kami mencari Ayumi. Ada bingkai foto Naoki yang dibawahnya bertuliskan 'Wakil ketua' dan bunga-bunga disekelilinya. Bekas dupa masih terlihat disekitar fotonya bersamaan dengan baunya yang menyengat.
"Naoki tidak mungkin bersekolah lagi. Dia sedang kritis karena si bedebah brengsek yang menyerangnya." kak Akbar menatap foto Naoki tanpa menghiraukanku. "Bagaimana kau bisa berkomunikasi dengan arwah Naoki?"
Aku berusaha sadar dari syokku. Fakta aneh ini membuat kepalaku berputar-putar. Kekuatan Alice lebih kuat daripada yang aku duga. Dia berhasil membuat hantu terlihat nyata.
Itu mengapa kita bisa melihat Ayumi dalam sosok manusia saat Alice didekatnya, tapi saat dia pergi sosok Ayumi menjadi hantu lalu pudar.
... Aku kekurangan 'energi', tapi tidak apa...
Jadi ini maksud kak Ayumi.
"Halooo~ Fumika." Sapaan kak Akbar menyadarkanku kembali ke realita. Aku masih ingat dia memiliki pertanyaan. "Jadi bagaimana caranya?"
Aku tersenyum kecil. "Sahabatku punya kekuatan super." Ini jadi semakin menarik!
[To Be Continue!] 🌲
_________________
¹Akreditasi adalah penilaian kelayakan teknis/akademis sekolah.
²PTSD, Post-Traumatic Stress Disorder
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments