Suara speaker laksana perintah. Aku, Eliz, dan Fumika kemudian kebawah lalu mencari posisi kelas kita yang kebetulan lagi sama, yaitu kelas 10 - MIA 1.
Suasana yang ricu oleh obrolan dan teriakan para siswa-siswi yang heboh berubah tenang ketika bapak-ibu guru memberi kode untuk menyuruh kami diam selama kelangsungan upacara penyambutan ini.
🍿📢🍿
"Saya, selaku kepala sekolah mengucapkan selamat kepada para peserta didik baru dan semoga kalian betah bersekolah disini sampai tamat. Demikian, maaf apabila ada kata-kata yang kurang atau salah dalam penyebutan. Akhir kata, selamat bersekolah disini."
Akhirnya selesai juga pidato Pak Kepala Sekolah yang sangat panjang itu. Tanpa basa - basi, kami bertiga langsung pergi mencari kelas. Penasaran aku bertanya kepada Fumika letak kelas kita. Lalu dia menjawab, "Kelas kita dilantai 4."
Awalnya aku hanya bilang 'Ooh' saja sampai 2, 3 detik berlalu aku spontan terteriak, "AAAH?! What the hack?!"
Kenapa aku harus menghadapi tangga lagi? Dan dimulailah perjuangan baru, ke kelas. Seketika, 'Semangat Masa Muda'-ku hilang bagai ditenggelamkan samudra suram tiada akhir.
🍁🍁🍁
Aku tidak bisa berhenti memikirkan perasaan yang mengganggu ini. Bagaimana caranya perempuan tadi menabrakku. Apa dia baik baik saja?
***
Gara - gara kesialan ini, aku jadi teringat laki-laki bodoh yang menabrakku pagi tadi. Kuharap dia bisa tidur nyenyak setelah aku tahu kelasnya! Bisa-bisanya dia mempermalukanku dihari pertama sekolah.
*
*
*
Dia ada dimana ya?
Dia ada dimana ya?
Aku harap dia baik-baik saja.
Semoga dia menjadi sial.
Aku harus minta maaf.
Aku akan menghajarnya!
Tap..., tap..., tap..
Langkahku terhenti saat aku mendongakan pandanganku. Dari kesialan-kesialan yang terjadi belakangan ini, aku menemukan si pembuat sial pertama. Si laki-laki kurus pendek!
Ugh, menyebalkan! Apa dia masih ingat kelakuan buruknya? Aku sampai naik pitan mengingatnya.
Dia lagi? Aku tidak percaya. Ternyata Dunia ini sempit. Dari semua orang yang berlalu lalang diatas sini, bagaimana cara kita bisa bertemu? Ini bahkan hampir mustahil. Apa sebaiknya aku meminta maaf padanya? Tapi ada temannya. Bagaimana ini?
Kenapa dia diam saja? Takut pada aku? Hah, Bad day ever.
Aku akan bilang padanya tentang kejadian tadi pagi untuk mengingatkan, jika dia masih ingat. "Hey!" Tapi sebelum aku membuka suara, dia menarik tanganku dengan kuat untuk ukuran lelaki kurus. Aku dibawa lari menjauh dari Fumika dan Eliz. Mereka tidak nolongku, malah berkata, "Alice! Kamu kenapa lari-larian? Kelas disebelah sini!"
Aku dalam hati menggerutu, "Aku dibawa lari, astaga."
🚌⛓️🚌
"Hah... Hah... Hah...," Nafasku tersenggal-senggal karena lamanya berlarian dengan lelaki satu ini. Apa ia tidak nyesak seperti aku?
Sekarang, kita berada jauh dari Fumika dan Eliz. Aku menghentikan langkahku disebuah sudut ruangan dekat tikungan yang sepi.
Aku menepis tangannya yang memegang tangan kiriku sambil membentak, "Apa-apaan kau! Kenapa kau membawaku kesini? Kuperingatkan, Kalau kau macam-macam aku akan membawamu ke dokter jiwa!"
Lelaki itu tidak mengacuhkan aku. Lalu dia melihat-lihat sekitar. Kemudian berkata, "Tunggu, tenang dulu. Aku cuma mau bilang minta maaf karena menabrakmu tadi pagi."
Dia ingin minta maaf ke aku. Tapi kenapa aku merasa tidak bisa terimanya? Bagaimana cara menjelaskan-nya?
Jadi pertama dia nabrakku didepan umum sampai ditertawakan dan tidak meminta maaf atau menolongku. Kedua dibawa lari untuk sebuah permintaan maaf tanpa memakai alasan yang jelas. Coba pikirkan lagi, apakah aku bisa menerima itu?
"Kalau cuma itu bisa dikatakan langsung! Kenapa juga harus dibawa kesini? Kalau kau macam-macam aku akan bertindak 'tegas' padamu!" Masih dengan perasaan kesal, aku membentaknya lagi. Dia kelihatan seperti baru sadar dengan ucapanku, lalu menjaga jarak dengan mundur beberapa meter. Setelah itu, dia kembali meminta maaf sambil membungkuk-bungkuk.
Aku pasrah kepadanya. Dia telah meluluhkan api kekesalan dalam hatiku dengan ketulusannya. Atau aku yang malu dengan sikapnya jika ketahuan oleh orang lain. Maka aku berkata, "Ya sudah, jangan begitu lagi. Aku mau ke kelas, jadi aku pamit dulu."
Aku memutar arah keluar dari tikungan sepi itu dan meninggalkannya. Tapi sebelum pergi, aku bertanya, "Kamu memangnya tidak ke kelas?"
"Tidak. Aku tidak mungkin ke kelas."
"Apa?"
"Oh, aku bilang kelasku arahnya berlawanan arah denganmu"
Aku berhenti berjalan untuk berbicara lagi dengannya. Sepertinya kita bisa jadi teman. "Oh, ya sudah. By the way, siapa namamu?"
Lelaki itu perlahan mendekatiku, kemudian berbicara lembut, "Naoki Furugawa. Panggil saja Naoki." Mata bulatnya terlihat bersinar saat cahaya matahari melewati sela-sela ruangan. Dan bibir semerah persik-nya tersungging manis diantara sudut-sudutnya.
"Kalau kamu?" Kepalaku memanas. Wajah Naoki sangat Kawaii sampai aku merona. Aku berusaha mengendalikan diri dan menutup wajah yang sepertinya akan meledak, "Alice, Alice Yamada aku ada dikelas 10 - IPA 1. Kamu?"
"Secret," Wajah jahil Naoki keluar. Dia nunjuk bibirnya dengan jari telunjuknya seperti sebuah kode. Aku sebal dibuatnya, "Oh, come on?!" Ini hanya rasa penasaran kecil, namun dibesar-besarkan seperti ini adalah rahasia negara.
Naoki kelihatan panik. Sambil tersenyum canggung dia berkata, "Oke, oke please don't be mad. Aku dikelas 10 - 2 IPS,"
"Pfft!!" Aku tertawa melihat wajah paniknya. Padahal hanya menjawab, kalau tidak juga tak apa-apa. "Terima kasih. Semoga sampai ke kelas dengan selamat. Dan jangan narik tangan orang untuk ajak kenalan, Oke?"
Sebelum pergi, aku menggodanya. "EH?!!" Wajah bingungnya benar-benar kikuk. Menjadi menggemaskan!
"Bye"
Dan kita pun berpisah. Tiba-tiba ditengah jalan aku terpikir sesuatu yang janggal. Sepertinya, Naiko 'mengatakan tidak mungkin ke kelas'? Apa mungkin... Dia di bully? Kasihan juga. Dihari pertama sudah kena bully.
Aku mendongakan pandangan dan melihat wajah Eliz dan Fumika berlarian menujuku. "ALICE!! Kamu kenapa lari - larian? Ayo cepat! Kita akan telat." Peringkat Fumika dari jauh.
Setelah mendengar peringatannya, aku menaikan kecepatan berlariku menyusul mereka sampai akhirnya kita masuk kelas dengan berkeringat.
Aku mengambil tempat duduk paling pojok dekat jendela dibelakang 1 kursi, bersebelahan dengan Eliz. Sedangkan Fumika bertetanggaan dengan Eliz.
Setelah semua murid selesai mengambil posisi duduk, kelas pun dimulai!
Awalnya berisik tidak terbendung, lalu seketika hening saat seorang wanita 30 tahunan yabg ternyata seorang guru datang.
Beliau meletakan buku dan beberapa berkas dimejanya. Kemudian menyambut kami. "Halo murid-murid kebanggaan SMA HOKKAIDO 45! Saya adalah Ibu Youki Takumi, guru bahasa Jepang sekaligus Wali Kelas kalian. Mohon kerja samanya." Begitulah kata-kata penyambutan pertama antara guru dan murid. Menurutku, sepertinya bu Yoki baik.
Setelah semua berkenalan, kita melanjutkan kelas. Bu Yoki menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk hari besok sambil menulis dipapan tulis. Walau aku malas melihatnya maupun mencatatnya, Eliz selalu menyuruhku untuk mencatat.
"Oke, jadi besok kalian harus bawa alat-alat ini... Lalu kalian pasangkan nama kalian agar dapat berkenalan. Caranya gini..." Kata - kata Bu Youki yang masih aku ingat. Setelah itu aku dibangunkan Eliz dan mencatat semuanya.
"Baiklah, semua selesai?" Tanya bu Yoki yang lalu dibalas, "Iya bu!" oleh seluruh murid kelas. Setelah mendapat jawabannya, bu Yoki menghapus tulisannya dipapan tulis putih itu. Kemudian menulis lagi. Tulisan kali ini adalah jadwal kelas. "Kalian tulislah. Karena hari Senin sampai Rabu ada pelajaran bahasa Jepang, sekalian menulis PR ini." Ucap bu Youki lembut.
Kita terkejut. Dihari pertama kenapa diberikan tugas? Ini gila. Kita ingin memprotes, tapi tidak ada yang tahu bagaimana cara berbicaranya. Sampai seorang anak berjaket coklat angkat bicara. "Bu! Ini hari pertama sekolah! Kenapa diberikan tugas?" Akhirnya, momen yang kita tunggu tiba. Adanya seorang provokator pemberani diantara kita agar bisa protes dengan leluasa.
Tapi, saat protes ini berjalan, hawa kelas menjadi mencekam. Seperti ada ular yang akan melilit kelinci. Dan tepat saja, bu Youki langsung melempar spidol yang dia gunakan untuk menulis ke arah anak berjaket coklat itu.
Kepala anak itu langsung memerah saking kerasnya. "Kalian masih muda sudah kurang ajar. Minta dipukul?" Kata kata bu Youki menciutkan niat kita. Semua yang berisik langsung tenang saking syoknya, semua anak kelas ketakutan dengan serangan tadi. "Kalian dilempar begitu saja langkung ciut, gimana jadi ibu? SEMUANYA BERSIHIN TOILET!!!"
🗯️😵🗯️
Dan begitulah bagaimana aku, Eliz, dan Fumika terjebak ditoilet kotor bak siksa neraka. Eliz yang paling menderita karena harus membersihkan lubang WC yang selalu ada 'kejutan' didalamnya. "Kenapa tidak ada yang mau gantian? Ada yang ngambang disini!" Protes Eliz, namun tidak kami hiraukan. Bahkan Fumika hanya berkata "Yaudah." Sedangkan aku, "Derita Kamu Eliz~" Aku teman yang jahat ya? Bodoh amat. "Sialan!" Gerutu Eliz.
Kamipun terus melanjutkan 'pekerjaan' yang diberikan oleh guru kita tercinta dengan sesekali menyumpahinya untuk mengungkapkan rasa.
Kemudian, saat kita sedang asik mengobrol, bu Youki datang sambil berjalan lurus didepan toilet dengan sekali-kali melihat kita dengan tatapan killer yang menusuk. Ketakutan, kita langsung membersihkan toilet dengan tergesah-gesah sampai akhirnya bu Youki pergi.
"Huhh,... Akhirnya dia pergi." Ucap aku lega. "Alice, lebih baik tutup pintunya." Minta Fumika. "Agar tidak ada yang dengar. Bahaya jika ketauan." Permintaan lagi aku dapat dari Eliz.
Karena Fumika sedang membersihkan jendela, dan Eliz menyedot WC, terpaksa aku yang hanya mengepel lantai yang menutup pintu. Sambil berjalan dengan malasnya, aku menuju pintu yang akan aku tutup sambil bergumam "Galak sekali gurunya."
"Tidak, tidak juga."
"Hah?" Tidakku sangka akan ada yang membalas perkataanku. Aku tidak berharap ada yang membalasnya. Dari Fumika maupun Eliz, tapi ada orang lain membalasnya. Saat aku mencari sumber suaranya, aku menemukan seorang lelaki kurus pendek yang berdiri didepan pintu toilet, sambil memegang tas dilengan kirinya. Lelaki ini terasa familiar, apakah...
"Naoki?"
"Iya, kau sedang apa Alice?" Ternyata benar tebakanku.
Kemudian aku menjawab pertanyaan yang sebelumnya dia berikan, "Tidak apa-apa, cuma mendapat hukuman 1 kelas." Naoki seperti mengerti situasinya. Diapun menjawab, "Oh... Sama Bu Youki benar bukan? Yang tegar ya. Sebenarnya Bu Youki tidak seperti kelihatannya kalau bukan karena penyakitnya."
Dia menyemangatiku? Oh My.. ! Aduh, duh Alice! Don't loss your mind! Aku tersipu dengan ucapan Naoki. Padahal itu bukan apa-apa. Setelah aku sadar, aku menatapnya dengan tatapan dingin sambil bertanya "Sakit apa?"
"Bipolar." Jawab Naoki, "Makanya mood dia cepat berubah 'kan?" Aku hanya berkata "Iya" lalu berpikir kembali. Sebelumnya memang ada yang aneh dengan Bu Yoki.
Tapi ada yang lebih janggal. "Tahu darimana kalau Bu Youki Bipolar?" Lalu dijawab, "Hmm, ..." Dengan wajah sedikit gelisah. "Ka.. Karena... Semua guru pernah bilang begitu" Naoki tersenyum seperti dipaksakan.
Lalu aku berkata "Iya" lagi, kemudian lanjut bertanya.
"Kenapa bisa begitu?"
"Entahlah, katanya stres karena muridnya ada yang ma.. Main malam malam, iya, gara-gara itu bu Youki harus bertanggung jawab lalu stres karena ulah muridnya." Naoki seperti menutupi sesuatu. Tapi, aku tidak peduli.
Aku larut dalam lamunan sampai, "Alice! Ada apaan?" Suara Fumika yang menggelegar membuat aku bersadar. Kemudian aku menjawab sambil menengok kearahnya. "Tidak apa-apa, cuma ada teman. Namanya Naoki Furugawa."
"Ah? Apa? Naoki??" Tanya Eliz saat keluar dari toilet tengah. Aku kemudian menjawab lagi dengan lemas sambil menunjukan tempat Naoki yang ada didepan pintu toilet. "Iya, ini di...a?"
Kemana dia? Pertanyaan dibenakku. "Daripada ngelamun, ayo kembali bersih-bersih, Alice. Aku udah selesai" Begitulah balasan Fumika. Aku tersinggung karena mereka seperti tidak percaya. Maka aku membela sambil menutup pintu toilet, "Beneran ada tau!"
🐾💀🐾
Klap, bunyi pintu Toilet yang tertutup. Sesosok siluet yang memerhatikan mereka dari kejauhan berlarian membeloki beberapa lorong dan menaiki beberapa anak tangga sampai menuju suatu ruangan, tepatnya kamar tertutup dan sepi dari jangkauan banyak orang yang pada saat itu masih ada dikelas.
Siluet itu masuk kedalam kamar itu, menutup pintu rapat-rapat, dan menyalakan senter untuk menerangi ruangan yang gelap gulita itu. Kemudian, dia mengambil suatu koper yang berada dibawah kasur. Membuka kunci bersandinya.
Isi koper ternyata beberapa foto yang tercoret berbentuk X dengan spidol merah hingga menutupi wajah difoto-foto tersebut dan sebuah pisau dengan sedikit noda merah yang mengering.
Siluet itu bergumam sendiri saat mengangkat sebuah foto yang kira - kira bergambar seorang laki-laki yang sudah dicoretnya. "Cukup merepotkan saat menghadapimu. Tapi, dengan kebodohanmu akhirnya semuanya dapat dibungkam."
Kemudian, Siluet itu menurunkan foto tersebut dan mengangkat foto baru. Foto yang belum dia coret dan terlihat bahwa wajah foto tersebut adalah seorang perempuan. "Bagaimana kalau yang ini? Kelihatannya cantik, harus diapakan ya?" Dia berpikir sebentar, kemudian berkata spontan "Oh, aku tahu!"
Setumpuk foto - foto baru yang tercoret spidol merah akan menutupi langit malam yang berdarah.
🌄🎑🌄
Akhirnya, hukuman membersihkan toilet telah selesai. Kita dapat keluar dari sana dengan selamat, kecuali Eliz. Sepertinya dia trauma dengan toilet. "Jangan mem..membantah, jangan membuat masalah,... Toilet..mengerikan..". Begitulah gumaman Eliz yang malang.
Mencoba mencari topik, aku bertanya kepada Fumika, "Fumika, habis ini pelajaran siapa?" Lalu dijawab, "Pelajaran Matematika dengan Bu Wakfu."
Tunggu, Math?! Sontak aku berteriak histeris dan karena tidak percaya, aku mencoba melihat jadwal yang Fumika pegang. Tapi, sedihnya, "Apaan sih?! Kamu juga punya 'kan? Minggir!!" Aku didorong sampai menabrak seseorang dibelakangku. "Alice!! Maaf, maaf. Sakit tidak?" Tersangka baru minta maaf setelah korban terluka. "Tau ah."
"Dek, kamu tidak apa-apa?" Suara asing terdengar ditelingaku. Suara ini berasal dari belakangku. Saat aku berbalik, ternyata adalah kakak kelas! Laki-laki juga!
Aku ketakutan. Refleks aku membungkukan badan untuk meminta maaf. "MA.. MAAFKAN AKU KAK!!" Rasa panik bercampur malu. Nama baikku seperti tercoreng di masyarakat.
Tapi untungnya, kakak kelas ini hanya mengucapkan, "Makanya kalian hati-hati. Jangan main dorong-dorongan."
Syukurlah, ternyata kakak ini sangat pengertian. Saat aku ingin berterima kasih, aku mendongakan kepalaku dan mengatakan, "Terima kasih kak... Eh.."
Aku tercengang. Ternyata, kakak yang aku tabrak ini bukanlah orang biasa.
[To Be Continue!]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Meli_Melati
hallo kakak yang ganteng and cantik jangan lupa y buat mampir di karya aku yang judulnya " Bersama Denganmu menuju pelaminan "
2020-04-21
0